Monday, September 29, 2008

Cernak, 5 Oktober 2008



Misteri Kamar Kosong

Oleh Benny Rhamdani




Joan baru saja pindah bersama keluarganya ke sebuah rumah di pinggir kota. Sebuah rumah yang besar tapi dengan bentuk bangunan tempo dulu.

“Wah, rumah kuno,” komentar Joan ketika melihatnya. Dia sebenarnya sudah diberitahu Papa, Mama dan Kak Bill tentang rumah yang akan ditempati mereka. Tapi Joan tidak menyangka rumahnya akan sekuno dan sebasar ini.

Papa kemudian menunjukkan kamar Joan di bagian utara. Tak jauh dari kamar Kak Bill. Kamar Mama dan Papa di bawah. Joan melihat masih banyak pintu kamar di rumah ini.

“Itu perpustakaan, lalu itu ruang kerja Papa. Sebelah sana kamar kosong. Papa belum tahu mau dibuatkan apa,” kata Mama menjelaskan beberapa kamar yang ada di lantai atas.

Joan melihat ke kamar kosong itu. Kamar yang berada di bagian timur itu tidak benar-benar kosong karena masih ada sedikit perabot milik pemilik rumah yang lama. Sepertinya sengaja ditinggal. Agak sedikit berdebu. Kaca jendela kamar tampak besar. Joan bisa melihat tanaman besar yang tumbuh di sekitar rumah.

Sssssrrrr ….

Angin yang berembus melalui kisi jendela menyejukan wajah Joan.

“Mudah-mudahan kita semua betah di rumah ini,” kata papa.

“Amin!” ucap semua.

Hari pun beranjak senja. Suasana di sekitar tampak sepi. Sangat berbeda dengan kediaman Joan dulu di tengah kota. Ya, bahkan sampai larut malam pun joan masih bisa mendengar suara kendaraan yang lalu lalang di jalan. Maklum, rumah Joan tak jauh dari jalan raya.

Papa memutuskan pindah karena Mama sakit. Kata dokter, polusi sekitar rumah sudah tidak baik untuk tempat tinggal. AKhirnya papa memutuskan membeli rumah di pinggir kota. Ya, di sini.

Klotak!

Joan belum tertidur ketika mendengar bunyi itu. Dia terbangun mencoba mencari sumber bunyi.

Klotak!

Joan berkalan ke luar kamar. Telinganya menangkap bunyi itu bersumber dari kamar kosong itu.

Joan membuka pintu kamar kosong perlahan.

Ssssrrrrr …. Angin kencang langsung menyambutnya. Angin yang masuk dari jendela yang terbuka lebar. Buru-buru Joan menutup jendela itu.

“Ah, bagaimana jendelanya bisa terbuka. Tadi kan sudah dikunci,” tanya Joan.

Joan memerhatikan sekeliling kamar kosong. Tak ada tanda-tanda sesuatu yang masuk ke kamar.

“Uhuk!”

Joan terkejut mendegarnya. Ada suara batuk. Suara siapa itu? Hantu kah? Buku kuduk Joan langsung merinding.

“Si … siapa?” tanya Joan memberanikan diri.

“A … aku.”

Joan menyalakan lampu kamar. Matanya langsung melotot lebar ketika melihat sosok di sudut kamar. Sosok anak perempuan sebayanya.

“Tolong jangan teriak!” pinta perempuan itu.

“Siapa kau? Mengapa masuk ke kamar ini?” tanya Joan.

“Namaku Clara. Aku tinggal tak jauh dari rumah ini. Aku masuk lewat jendela kamar, setelah emmanjat pohon,” jelas perempuan itu.

“Mengapa kamu masuk ke sini?” tanya Joan.

“Aku ingin mengambil barangku di rumah ini. Sebuah boneka yang dipinjam Sherly sebelum pindah,” kata Clara.

“Oh, begitu, kah?” Joan amsih curiga.

“Ya, aku dan Sherly bersahabat. Kami sering bermain di kamar ini, kamar Sherly. Oh iya, aku tahu di mana bonekaku itu,” ucap Clara. Ia kemudian membuka pintu lemari dan mengambil sebuah boneka perempuan yang sudah lusuh. “Ini bonekaku. Boleh aku bawa pulang?”

“Ya, kalau memang itu punyamu.”
“Terima kasih. Kau baik sekali. Andai saja kita bisa berteman ….”

“Ya, tentu saja bisa. Mengapa tidak?” tanya Joan.

“Tidak mungkin … ah, sudahlah aku harus kembali.”

Joan melihat Carla bergerak ke jendela lalu melompat ke dahan pohon, setelah itu Carla berlari di halaman dna menghilang entah kemana.

Joan kembali menutup jendela, lalu kembali tidur.

Esok paginya, Bibi Emma yang penduduk sekitar datang membantu bersih-bersih rumah. Mama memang sengaja memintanya.

“Bibi Emma, apakah kau dulu mengefnal Shirley?” tanya Joan.

“Ya, tentu saja. Dia anak yang baik. Sebenarnya aku merasa sedih dengan kepindahannya. Tapi … kalau dia terus tinggal di sini, dia akan terus sedih,” kata Bibi Emma.

“Sedih kenapa, Bibi Emma?” tanya Joan.

Bibi Emma menahan nafas sebentar. “Karena sahabatynya meninggal dunia. Mereka berdua sedang bermain di danau. Lalu sahabatnya itu terpeleset. Sherly tak bisa menolongnya. Sejak itu Sherlyu jadi murung. Hingga akhirnya orangtuanya meutuskan pindah dari rumah ini.”

“Oh begitu. Siapa nama sahabatnya?” tanya Joan.

“Clara. Rumahnya tak jauh dari sini.”

Joan ternganga. Dia tak percaya cerita Bibi Emma. Ya, apalagi dia baru bertemu dengan Clara semalam.

Nah, kalau kalian percaya tidak?


^-^

HORE, 5 Oktober 2008


Kedelai, Kacang Banyak Mafaatnya



Apa bedanya kedelai dan keledai? Ya, mudah sekali. Kalau kedelai itu nama sejenis kacang-kacangan, sementara keledai adalah nama sejenis hewan. Jangan sampai tertukar ya!

Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur.

Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910.

Keanekaragaman


Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan Indonesia.

Beberapa jenis kedelai putih budidaya di Indonesia, di antaranya adalah 'Ringgit', 'Orba', 'Lokon', 'Darros', dan 'Wilis'. "Edamame" adalah sejenis kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang.

Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan, setelah panen padi. Pengerjaan tanah biasanya minimal. Biji dimasukkan langsung pada lubang-lubang yang dibuat. Biasanya berjarak 20-30cm.

Pemupukan dasar nitrogen dan fosfat diperlukan, namun setelah tanaman tumbuh penambahan nitrogen tidak memberikan keuntungan apa pun. Lahan yang belum pernah ditanami kedelai dianjurkan diberi "starter" bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum untuk membantu pertumbuhan tanaman.

Pelubangan tanah dilakukan pada saat tanaman remaja , sekaligus sebagai pembersihan dari gulma dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan kalium dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat biaya.


Banyak Nama

Kedelai dikenal dengan berbagai nama: sojaboom, soja, soja bohne, soybean, kedele, kacang ramang, kacang bulu, kacang gimbol, retak mejong, kaceng bulu, kacang jepun, dekenana, demekun, dele, kadele, kadang jepun, lebui bawak, lawui, sarupapa tiak, dole, kadule, puwe mon, dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia.

Kedelai merupakan dikotil semusim dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah.

Kedelai, khususnya kedelai putih dari daerah subtropik, juga merupakan tanaman hari-pendek dengan waktu kritis rata-rata 13 jam. Ia akan segera berbunga apabila pada masa siap berbunga panjang hari kurang dari 13 jam. Ini menjelaskan rendahnya produksi di daerah tropika, karena tanaman terlalu dini berbunga.


Produk olahan

Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Cina. Pemuliaan serta belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia.

Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.

Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin dan lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi tahu (tofu), bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam), tempe, susu kedelai, tepung kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel, serta tauco.

Nah, karena banyak manfaatnya bagi tubuh kita, ya kita jangan gengsi makan tahu dan tempe. Keduanya adalah makanan olahan kedelai yang sangat mudah kita jumpai, dan harganya juga terbilang murah. (ben)

Friday, September 26, 2008

CERNAK, 28 September 2008


Menjelang Lebaran

Oleh Benny Rhamdani


Matahari bersinar terik. Fitri ingin cepat sampai di rumah. Kalau saja tak disuruh Ibu, Fitri lebih baik membaca buku seharian di kamar sambil menunggu waktu berbuka puasa tiba.


“Fitri!”


Fitri menengok seketika karena namanya dipanggil. “Lho, Iren, kamu nggak puasa?” tanya Fitri kaget karena melihat Iren memegang minuman kaleng.


Iren menggeleng. “Panas begini, aku nggak kuat,” jawab Iren.


“Wah, sayang banget. Puasanya kan tinggal dua hari lagi.”


“Hmmm, segar ….!” Iren menyedot isi kaleng minuman segarnya. Lalu dia bertingkah seolah sedang bermain iklan minuman segar. Padahal, niatnya memang menggoda Fitri.


“Aku pulang dulu ya!” Fitri berbalik sebelum dirinya tergoda.


“Kamu beneran nih nggak mau batalin puasa? Aku masih punya dua kaleng segar lagi lho,” tanya Iren.


“Nggak. Terima kasih.” Fitri buru-buru berjalan menuju ke rumah. Dia kesal terhadap Iren. Sudah tahu sedang panas-panasnya, malah digoda untuk batal dengan minuman kaleng segar.


“Lho, kok pulang-pulang mukanya cemberut. Nggak suka yang dimintai tolong sama Ibu mengantar kue ke rumah Bu Syaiful?” tanya Ibu.


“Bukan begitu, Bu. Fitri lagi kesal nih. Sedikit sih.” Fitri lalu menceritakan pertemuannya dengan Iren tadi.


Ibu tersenyum usai Fitri bercerita. “Wah, Ibu bangga Fitri berani menolaknya. Itu baru namanya anak ibu!” kata Ibu.


“Iiih, Ibu. Memangnya kalo bukan anak Ibu, Fitri anak dakocan?” gurau Fitri. Akhirnya, setelah berbagi cerita dengan Ibu, Fitri bisa menghapus rasa kesalnya.


Oow, tapi ternyata malam harinya Fitri kembali bertemu Iren. Tepatnya, ketika Fitri akan shalat tarawih ke masjid seorang diri karena Ibu sedang berhalangan shalat.


“Fitri! Kamu mau ke mana?” tanya Iren mencegatnya bersama Cika dan Intan. Kali ini Iren naik sepeda.


“Ya, tarawih dong. Masa aku bawa mukena dan sajadah begini mau nonton batman?” timpal Fitri.


“Ih, masjidnya kan udah sepi. Udah nggak musim tarawih lagi. Menidngan juga keliling-keliling kompleks pakai sepeda,” kata Iren.


“Kata ibuku, justru makin mendekati akhir ramadhan kita harus makin rajin ibadah apa saja. Soalnya, cuma di bulan puasa ini pahala yang kita dapatkan bisa berlipat-lipat,” kata Fitri.


“Ih, omonganmu kok kayak penceramah sih?” tanya Cika.


“Aku sih tergantung sama siapa ngomongnya. Kalo emang perlu diceramahin, ya aku ceramahin,” kata Fitri.


“Sok tua dan sok tau kamu!” ledek Intan cekikikan. Mereka bertiga kemudian mengayuh sepeda berlawanan arah dengan Fitri.


Tiba di masjid Fitri langsung mengambil tempat khusus wanita. Suasana masjid tak seramai awal bulan puasa. Entah kenapa ya? Tidak cuma anak-anak. Tapi juga wanita dewasa dan lelaki dewasa. Padahal setahu Fitri, di kompleknya hanya sedikit yang mudik.


“Dulu sewaktu paman kuliah di Kairo Mesir, makin mendekati akhir bulan Ramadhan, masjid-masjid justru semakin ramai. Orang-orang takut kehilangan bulan ramadhan. Kalo di sini, orang malah makin malas taraweh. Malah sibuk belanja baju smapai malam, atau datang ke acara buka puasa di kafe atau restorn tapi meninggalkan masjid,” tutur Paman Ilham beberapa waktu lalu ketika main ke rumah.


Biarpun hanya sedikit yang datang, aku tidak boleh ketinggalan taraweh yang tinggal dua nmalam lagi, tekad Fitri.


Fitri pun berusaha mendengarkan ceramah taraweh seperti biasa dan shalat taraweh seperti biasanya pula. Usai taraweh Fitri langsung pulang ke rumah. Tapi di tengah jalan ia dikejutkan suara merintih.


“Fitri …. Tolongin aku dong!”


Fitri melihat Iren tergeletak di parit komplek dengan sepedanya. Jalanan di sekitar komplek beberapa menurun dan berlobang. Penerangan juga tidak terlalu terang. Fitri buru-buru menghampiri Fitri dan membantunya berdiri.


“Cika dan Intan mana?” tanya Fitri sambil melihat-lihat luka di tubuh Iren.


“Mereka kabur begitu aku nyusruk ke parit.”


“Huh, dasar tidak setia kawan! Ayo, aku bantuk pulang ke rumahmu. Kamu kupapah ya. Sepedanya dibiarin di sini dulu,” usul Fitri.


“Jangan, Fit. Nanti aku dimarahin sama mamaku. Mendingan ke rumahmu dulu saja. Rumahmu kan dekat,” tolak Iren.


Fitri memenuhi keinginan Iren. Dia membawa Iren ke rumah. Ibu yang mengetahui Iren celaka, segera mengobati luka Iren. Menurut Ibu, luka Iren tak parah. Hanya sedikit lecet dan memar.


Bang Iirman yang baru pulang dari taraweh segera diminta Fitri mengambil sepeda Iren. Bang Irman kemudian melihat sepda Iren. Tidak ada yang rusak. Hanya ada beberapa goresan.


Tak lama kemudian Ayah pulang dari dinas. Melihat Iren tak kuat berjalan pulang Ayah memutuskan mengantar Iren dengan mobil.


“Aduh, aku jadi malu telah merepotkan keluargamu begini,” kata Iren kepada Fitri.


“Nggak apa-apa.Saling menolong itu kan wajib,” kata Fitri.


“Bukan apa-apa. Aku juga malu karena tadi siang menggoda puasamu, lalu mengejekmu sewaktu mau taraweh. Eh, sekarang malah nolong aku.”


“Hihihihi, sudahlah. Jangan diingat-ingat kalo malu.”


“Kalo gitu, maafin aku ya. Lebaran memang dua hari lagi. Tapi aku ingin minta maaf sekarang,” kata Iren.


Fitri tersenyum. Kira-kira Fitri mau maafin Iren atau nggak ?

^-^




HORE, 28 September 2008



Cheng Ho
Pelaut Muslim Pemberani


Siapa pelaut pemberani yang kalian kenal? Columbus atau Vasco da Gama? Ya, jawabannya yang benar adalah Cheng Ho. Hm, apakah kalian baru mendengarnya?

Nama Cheng Ho sudah tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang tinggal di daerah pesisir Sumatra dan Jawa. Tokoh ini dikenal sebagai seorang laksamana yang memimpin suatu armada besar mengelilingi hampir separuh belahan bumi. Demikian populernya, oleh sebagian masyarakat Tionghoa, nama laksamana ini dipakai sebagai nama kelenteng di Semarang, yakni Kelenteng San Po Kong.

Masyarakat keturunan Tionghoa yang beragama Islam yang tergabung dalam Pembina Iman Tauhid Indonesia (PITI) dipakai untuk menamakan masjid di Surabaya, Masjid Muhammad Cheng Ho, termasuk di Palembang yang belum lama ini diresmikan.

Nama Cheng Ho oleh sebagian masyarakat Tionghoa di Asia yang daerahnya pernah dikunjungi, pada setiap bulan Juli dirayakan peringatan kedatangannya. Mulai dari prosesi upacara di kelenteng sampai dengan berbagai festival diselenggarakan dengan meriah. Bahkan di daerah yang tidak dikunjungi pun peringatan tersebut dilangsungkan secara besar-besaran.


Siapa Cheng Ho?

Cheng Ho nama aslinya Ma Ho yang hidup dengan keluarganya di bagian K'un yang terletak di ujung baratdaya danau Tien-chih di propinsi Yün-nan. Cheng Ho dilahirkan sekitar tahun 1371 di Distrik Kunjang sebagai putera kedua dari MaHazhi (Haji Ma) yang beragama Islam. Ia bersaudara lima orang, dengan seorang saudara laki-laki dan empat perempuan.

Pada tahun kelahirannya, kaisar Ming pertama sedang mengerahkan seluruh daya dan usaha untuk mempersatukan kembali Tiongkok di bawah kekuasaan Ming setelah Dinasti Yüan atau Mongol (1279-1368) runtuh. Walaupun Ming telah menguasai keadaan, belum seluruh daratan Tiongkok berhasil ditaklukkan, dan Yün-nan termasuk salah satu daerah yang dengan gigih ingin terus mempertahankan kebebasannya dan tidak bersedia tunduk pada pemerintahan Ming.

Baru pada 1382 ketika Cheng Ho berusia 11 tahun tentara Ming berhasil menaklukkan Yün-nan. Pada tahun itu juga ayah Cheng Ho jatuh sakit dan meninggal dunia. Keluarga itu kemudian menghadapi masa-masa yang sangat sulit. Pada 1383 Cheng Ho melarikan diri ke ibukota Beijing yang pada masa itu masih bernama Peiping. Dalam usianya yang keduapuluh (1391), ia mengabdi pada putra mahkota Yen yaitu Chu Ti (putra keempat Kaisar Hung-wu).

Pada 1403 Chu Ti menjadi Kaisar Ch'eng-tsu. Ma Ho termasuk orang yang berpendidikan, ia mempelajari pengetahuan seni-perang, dan ia membedakan dirinya sendiri dalam penumpasan pemberontakan di Yün-nan. Pada tahun 1404 ia mendapat perhatian Kaisar sehingga memberikan julukan Cheng, dan ia diangkat sebagai Laksamana Besar yang bertugas membawahi para Laksamana. Cheng Ho sangat mengabdi dan setia kepada tuannya dan ketika Raja Yen mengibarkan panji-panji peperangan, ia turut dalam berbagai pertempuran dan berjasa besar. Karena jasanya itu ia kemudian dihadiahi pangkat Taijian (San-pao T’ai-chien = Kasim Agung San-pao).

Raja Yen berhasil mengalahkan musuh-musuhnya dan naik tahta di Kekaisaran Ming dengan menggunakan gelar Zhu Di. Beberapa tahun setelah bertahta, ia kemudian memutuskan untuk mengirim ekspedisi laut terbesar yang pernah dilancarkan sepanjang sejarah Tiongkok. Menurut kaisar, pemimpin ekspedisi tersebut harus seorang yang dapat dipercaya dan berbakat menjadi panglima, karena ia akan membawahkan puluhan ribu orang pelaut. Kaisar kemudian menunjuk Cheng Ho untuk memikul tugas berat itu.

Ternyata pilihan kaisar tidak keliru, karena terbukti sebagai hasil ekspedisi pertama para utusan dari luar negeri berduyun-duyun mengunjungi Tiongkok. Mereka berasal dari negara-negara yang pernah dikunjungi Cheng Ho dan armadanya. Karena keberhasilannya itu kaisar menyerahkan pimpinan tertinggi atas enam pelayaran berikutnya kepada Cheng Ho.


Ke Palembang


Dalam tiga dari ketujuh pelayarannya, Cheng Ho didampingi oleh MaHuan, yang bertugas sebagai penerjemah dalam komunikasi antara Cheng Ho dengan para penguasa lokal. Ma Huan juga seorang “reporter” jeli dalam melihat tempat-tempat serta penguasa-penguasa lokal yang berhubungan dengan komandan ekspedisi. Ma Huan yang juga seorang Muslim mencatat semua yang disaksikannya dan kemudian dibukukan berjudul Ying-yai Shêng-lan (=Survei Menyeluruh Wilayah-wilayah Pesisir).

Buku itu merupakan deskripsi yang didasarkan pada observasi pribadi mengenai wilayah-wilayah yang terbentang mulai dari Asia Tenggara daratan di Timur sampai ke Mekah di Barat. Akan tetapi, salah satu kesukaran yang dihadapi dalam membaca buku yang ditulis MaHuan itu adalah dalam mencocokkan nama-nama wilayah dalam ejaan bahasa Tionghoa kuno dengan nama sebenarnya.

Khusus untuk Palembang nama-nama yang berhasil diungkapkan adalah San Fo Ji (mengacu ke Sriwijaya), Pa LinFong, Po Lin Bang atau Jiu Jiang (secara harfiah berarti “Pelabuhan Lama” atau“Sungai Lama”). Menurut penuturan Ma Huan, Cheng Ho singgah di Palembang untuk pertama kalinya dalam pelayarannya yang pertama (1405-1407) dengan tujuan utama menangkap seorang perompak Ch’en Zuyi beserta pengikutnya yang menyingkir dari Propinsi Fujian.

Titah Kaisar Ming pertama itu didasarkan pada laporan dari seorang Tionghoa lain yang tinggal di Palembang bernama Shi Jinqing. Ch’en Zuyi sangat kaya dan kekayaannya itu didapat dari pekerjaannya sebagai perompak yang menyerang kapal-kapal pembawa harta yang lewat perairan dekat Palembang. Ia memerintah dengan sangat kejam, dan pada kenyataannya ia menjadi penguasa lokal, walaupun scara hukum wilayah Palembang berada di bawah kekuasaan dan pengaruh Majapahit di Jawa.

Cheng Ho dan pasukannya berhasil menangkap Ch’en Zuyi dan membawanya kembali ke Tiongkok. Ia kemudian dihukum mati di hadapan kaisar. Setelah Ch’en Zuyidihukum, sebagai tanda terima kasih kaisar menghadiahi Shi Jinqing dengan mengangkatnya sebagai penguasa Palembang.

Pada ekspedisi kedua tahun 1407-1409 Cheng Ho disertai oleh Wang Ching-hung dan Hu-Hsien. Pada ekspedisi kedua ini jelas disebut nama-nama tempat atau negeri yang dilawat, tetapi Palembang tidak disebut. Pada ekspedisi ketiga tahun 1409-1411 itu tidak disebut mengunjungi Palembang dan baru pada ekspedisinya yang keempat tahun 1413-1415 Cheng Ho melawat lagi Palembang setelah mengunjungi Champa, Kelantan, Pahang, Jawa, kemudian San Fo Ji (Palembang) dan terus ke Melaka, Aru, Samudra, Lambri, Ceylon, Kayal, Kepulauan Maladeva, Cochin, Calicut dan Hormuz.

Pada ekspedisi keempat inilah Ma Huan pertama kalinya turut yang tugasnya sebagai juru bicara, penterjemah dan pembuat laporan. Pada ekspedisi kelima 1417-1419 Cheng Ho yang disertai Ma Huan sempat juga melawat Palembang setelah Champa, Pahang, Jawa dan seterusnya.

Pada ekspedisi Cheng Ho yang keenam (1421-1422), armada-armadanya tidak mengunjungi Palembang. Berita ekspedisi yang ketujuh 1431-1433 berita Ma-Huan dilengkapi oleh sumber Hsia Hsi yang ditulis oleh Chu-yun-ming juga termasuk buku berjudul Ch'ien wen chi. Dalam ekspedisi terbesar ini disebutkan jumlah orang dari berbagai pekerjaan meliputi 27.800 dan lebih dari 100 kapal besar. Waktu itu yang mengikuti ekspedisi bukan hanya Ma Huan tetapi juga Fei-Hsin dan Kung Ch’en. Pada ekspedisi ketujuh itu Cheng Ho melawat pula ke Palembang. Yang menarik perhatian bahwa dalam ekspedisi yang ketujuh ini MaHuan menceritakan pelayarannya ke Mekkah.

Agaknya Palembang dianggap sebagai tempat yang penting, dan mungkin sudah banyak dihuni oleh komunitas Tionghoa. BeritaTionghoa abad ke-7 Masehi sudah menyebutkan adanya hubungan dagang,politik dan agama dengan kekaisaran Tiongkok. Dengan kehadiran orang-orang Tionghoa yang antara lain dari Kuang Tung, Chuang Chou dan dari daratanTiongkok Selatan seperti daerah sekitar Yün-nan tempat asal Laksamana Cheng Ho dan Ma Huan yang sudah banyak pemeluk agama Islam maka orang-orang Tionghoa yang datang dan kemudian bermukim di Palembang mungkin sebagian merupakan komunitas Tionghoa-Muslim.




Tinggal di Goa

Semarang tidak disebutkan dalam catatan perjalanan Ma Huan. Padahal sebagian orang Tionghoa percaya bahwa Cheng Ho pernah singgah di Semarang. Entah apa sumbernya, diceritakan bahwa Cheng Ho singgah di Semarang karena salah seorang anggotanya (Wang Jinghong) sakit keras. Ketika itu armada Cheng Ho sedang berada di perairan Laut Jawa sebelah utara Semarang. Untuk menyembuhkan Wang Junghong, kapal kemudian merapat di pelabuhan Simongan, Semarang. Di darat Cheng Ho dan anak buahnya menemukan sebuah gua batu. Gua itu kemudian dijadikan tempat tinggal sementara. Di muka gua dibangun sebuah pondok kecil untuk tempat beristirahat sambil diobati. Konon kabarnya, yang mengobati Wang adalah Cheng Ho sendiri.

Singkat cerita, beberapa hari kemudian Wang sembuh tetapi masih perlu istirahat. Cheng Ho tetap meneruskan pelayarannya, sedangkan Wang diberi 10 orang untuk menjaganya dan sebuah kapal serta perbekalan untuk menyusul armada induk. Akan tetapi Wang merasa betah tinggal di Semarang. Di situ ia dan anakbuahnya membuka lahan dan perumahan. Lama kelamaan permukiman itu menjadi ramai pendatang. Para anakbuahnya berkawin dengan penduduk pribumi.

Tempat yang dibuka Wang Jinghong itulah yang sekarang menjadi kelenteng Sam Po Kong di Gedung Batu, Semarang. Lebih dari 600 tahun yang lalu Cheng Ho bermuhibah ke Nusantara. Di antara tempat-tempat yang pernah dikunjungi Cheng Ho, Palembang merupakan tempat yang penting. Terbukti dari tujuh ekspedisinya, empat di antaranyasinggah di Palembang dan mempunyai suatu tujuan.

Jawa memang dikunjungi, tetapi tidak secara khusus menyebutkan tujuannya, apalagi menyebut nama kota yang disinggahi. Semarang tidak disebutkan dalam catatan harian resmi Ying-yai Sheng-lan, tetapi orang percaya bahwa Cheng Ho pernah singgah di Semarang dan setiap tahun diselenggarakan secara besar-besaran peringatan kunjungannya ke Semarang. Sebaliknya, Palembang yang pada waktu itu sering dikunjungi Cheng Ho, jarang merayakan peringatan kedatangannya.

Nah, teman-teman sekarang makin mengenal Cheng Ho. Sebagai warga Palembang, sudah sepantasnya bangga karena telah menjadi bagain sejarah seorang tokoh besar Muslim dunia bernama Cheng Ho.
(ben)

Friday, September 19, 2008

Cernak, 21 September 2008

Tamu Istimewa

Jauh sebelum bulan puasa tiba, Elya sudah merajuk kepada Mama agar berlebaran lagi di Bandung bersama nenek dan kakek. Ya, seperti lebaran pada tahun-tahun sebelumnya. Tapi berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Mama tidak menjawab dengan pasti.

“Kita lihat saja nanti. Papa punya uang atau nggak,” kata Mama.

“Lho, Mama kan punya tabungan khusus untuk ke Bandung. Mama sendiri yang bilang,” kata Elya mengingatkan.

“Uang di tabungan itu sebagian besar sudah dipakai untuk bayar keperluan sekolah Elya, juga uang masuk sekolah Bang Ega yang ternyata tidak sedikit,” jawab Mama.

“Huh, Bang Ega sih nggak keterima di sekolah negeri. Jadi masuk sekolah swasta yang mahal,” rutuk Elya.

Akhirnya, Elya hanya berdoa dalam hati agar ada kejutan di bulan puasa ini. Ya, siapa tahu saja Papa dapat rejeki besar dari bisnis jual beli mobil bekasnya. Ah … tapi Elya ingat benar, bisnis Papa sedang tidak begitu aik. Elya pernah mendengar percakapan Papa dan Mama. Malah, Elya sempat mendengar Papa terkena tipu oleh seorang teman Papa. Papa sampai rugi puluhan juta!

Sebenarnya Elya tahu, kalau saja Mama mau minta tolong Om Irwan, pasti mereka sekeluarga dapat berangkat ke Bandung. Om Irwan itu adik Mama yang kaya raya. Tapi Mama kan orangnya gengsian. Mana mau minjam uang kepada Om Irwan, apalagi minta.

Kalau jadi keluarga Om Irwan sih enak. Bisa lebih dari sekali ke Bandung dalam setahun. Tahun baru ke Bandung. Liburan sekolah ke Bandung. Lebaran ke Bandung. Padahal anak Om Irwan ada tiga. Coba berapa banyak uang yang harus dikeluarkan jika pulang pergi naik pesawat terbang. Dan itu tidak mungkin dilakukan Papa dan Mama.

Biasanya Elya sekeluarga ke Bandung naik mobil Papa. Agak lama bila dibandingkan naik pesawat. Bahkan Elya sering merasa bosan di perjalanan.

Tok-tok-tok!

“Assalamualaikum!”

“Waalaikumsalam!” Elya membuka pintu. Ternyata yang masuk Salsa, saudara sepupunya, anak Om Irwan.

“Sama siapa ke sini?” Tanya Elya bingung karena Salsa tidak ditemani Mama ataupun papanya.

“Tadi diturunin sampai depan pagar sama supir,” kata Salsa sambil duduk santai.

“Sengaja mampir ke sini?” Tanya Elya.

“Iya dong. AKu kan kangen sama sepupuku yang centilnya minta ampun ini. Hehehehe! Lho, kok kamu malah cemberut? Eh, sebenarnya tadi aku mau ke took buku. Ngabuburit. Tapi aku batalin. Soalnya, aku pengin ketemu kamu, El.”

“Terus kalo udah ketemu, mau ngapain?”

“Nggak ngapa-ngapain. Aku cuma mau lihat-lihat aja, kira-kira kamu nyiapin oleh-oleh apa buat nenek dan kakek lebaran annti,” kata Salsa.

Elya mengeleng. “Aku kan nggak akan ke Bandung lebaran tahun ini,” jawab Elya.

“Oh iya? Sama dong!” teriak Salsa. “Ya, aku juga baru tahu tadi dari Mama. Makanya aku pengin keluar dari rumah. Abis sebel sih!”

“Memangnya kenapa nggak ke Bandung?” tanya Elya bingung.

“Kamu kan tahu mamku lagi hamil gede. Mama tuh takut hamil gede naik peswat. Takut lahiran di pesawat. Terus, Kak Bram juga mau ada acara apaan gitu di kampusnya. Sebel deh!” rutuk Salsa. “Padahal aku pengin banget ke Bandung. Pengen makan bataor yang enak, beli-beli baju yang bagus-bagus, naik delman ….”

“Ih, kamu. Ke Bandung itu kan tujuan utamanya ketemu Nenek dan kakek.”

“Hehehehe. Iya, itu sih udah jelas atuh!” timpal Salsa sambil nyengir.

Tiba-tiba terdengar bunyi lagu Wulan Jamila. Rupanya HP Salsa berbunyi. Sebagai anak orang kaya, Salsa memang sejak lama punya HP sendiri.

“Ya, Pa? Salsa di rumah Elya. Apa? Pulang? Nggak mau. Salsa mau nginep di sini. Kecuali Papa janji … Iya. Harus Janji. Kita lebaran ketemu Kakek dan Nenek,” kata Salsa di telepon. Kemudian Salsa mematikan HP-nya.

Ternyata Salsa benar-benar serius marah sama Papa dan mamanya karena tak lebaran ke Bandung.

“Aku boleh ya nginep di sini beberapa hari. Aku janji nggak akan ngacak-ngacak bukumu,” pinta Salsa.

“Ya, boleh saja. Tapi kamarku kan kecil. Nggak kayak kamar kamu,” kata Elya.
“Kamarku biar gede tapi sempit. Banyak perabotnya sih. Mama tuh suka beli perabot yang aneh-aneh buat di kamar,” kata Salsa.

Maka, jadilah Salsa menginap di rumah Elya. Buka dan sahur bersama di rumah Elya. Sementara Om Irwan tak pernah berhenti membujuk Salsa agar mau pulang ke rumah.

Pagi harinya, ketika Salsa dan Elya sedang duduk-duduk di teras, mereka melihat mobil masuk ke pekarangan rumah. Mobil Om Irwan. Tapi kok di dalam mobil itu ….

“Hah! Kakek dan Nenek!” teriak Salsa dan Elya bareng. Mereka berebutan merangkul Kakek dan Nenek.

“Kok mau ke sini nggak bilang-bilang?” Tanya Elya.

“Solanya kakek dan nenek mau kasih kejutan,” kata Om Irwan.

Elya dan Salsa senang bukan kepalang. Kali ini, meskipun tak jadi ek Bandung tapi mereka masih bias berlebaran dengan Nenek dan Kakek.

“Ngomong-ngomong, Kakek dan Nenek nginep di rumah Salsa aja ya,” pinta Salsa.

“Jangan dong. Di rumah Elya aja. Sekarang kan sudah di rumah Elya,” kata Elya.

“Di rumah Salsa!”

“Di rumah Elya!”

Kakek dan Nenek jadi bingung. Inilah repotnya punya cucu yang sangat mencinta mereka.

Nah, menurut kalian sebaiknya Kakek dan Nenek menginap di rumah siapa?
^-^

Hore, 21 September 2008

Siapa Pernah Menaikinya?

Kalian tentunya sudah tahu yang disebut alat transportasi. Ya, sesuatu yang dapat menolong manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Alat transportasi bias didarat, air dan udara. Alat transportasi dapat dijadikan milik pribadi maupun untuk angkutan umum.

Nah, kali ini kita lihat yuk beberapa kendaraan umum yang terbilang unik. Mungkin di antara kalian ada yang sudah menaikinya, tapi ada juga yang belum. Apa saja sih kendaraan umum unik itu?

Bajaj si Berisik

Bajaj (dilafalkan "ba-jai") merupakan kendaraan umum beroda tiga yang diketahui berasal dari India. Nama bajaj sendiri sebenarnya merupakan merek salah satu perusahaan otomotif di India, Bajaj Auto. Bajaj menjadi lebih dikenal lagi setelah adanya Bajaj Bajuri, serial komedi yang bercerita tentang seorang supir bajaj. Belakangan, karena diketahui sebagai sumber polusi, bajaj di Jakarta akan segera diganti dengan kendaraan mini lainnya, Kancil.

Bajaj beroda tiga, satu di depan dan dua di belakang. Untuk di Jakarta, warna bajaj adalah seragam, yaitu oranye. Di pintu depan bajaj, biasanya tertulis daerah operasi bajaj, yang biasanya terbatas pada satu kotamadya saja.

Kapasitas penumpang bajaj adalah dua, atau ditambah satu anak kecil, yang semuanya akan duduk di belakang supir bajaj. Suara bajaj sangatlah memekakkan telinga. Namun, karena fisiknya yang relatif kecil, bajaj dapat diandalkan untuk menerobos kemacetan.
Jika kalian ingin naik bajaj, kalian harus pinta menawar ongkosnya. Jangan sampai kalian membayar terlalu mahal untuk jarak yang terlalu dekat.

Becak si Antipolusi

Becak (dari bahasa Hokkien: be chia "kereta kuda") adalah suatu moda transportasi beroda tiga yang umum ditemukan di Indonesia dan juga di sebagian Asia. Kapasitas normal becak adalah dua orang penumpang dan seorang pengemudi.

Di Indonesia ada dua jenis becak yang lazim digunakan, yakni becak dengan pengemudi di belakang. Jenis ini biasanya ada di Jawa. Lainnya, becak dengan pengemudi di samping. Jenis ini biasanya ditemukan di Sumatra. Untuk becak jenis ini dapat dibagi lagi ke dalam dua sub-jenis, yaitu: becak kayuh - Becak yang menggunakan sepeda sebagai kemudi. Lainnya, becak bermotor/Becak mesin - Becak yang menggunakan sepeda motor sebagai penggerak.

Becak merupakan alat angkutan yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara (kecuali becak bermotor tentunya). Selain itu, becak tidak menyebabkan kebisingan dan juga dapat dijadikan sebagai obyek wisata bagi turis-turis mancanegara.

Meskipun begitu, kehadiran becak di perkotaan dapat mengganggu lalu lintas karena kecepatannya yang lamban dibandingkan dengan mobil maupun sepeda motor. Selain itu, ada yang menganggap bahwa becak tidak nyaman dilihat, mungkin karena bentuknya yang kurang modern.

Satu-satunya kota di Indonesia yang secara resmi melarang keberadaan becak adalah Jakarta. Becak dilarang di Jakarta sekitar akhir dasawarsa 1980-an. Alasan resminya antara lain kala itu ialah bahwa becak adalah "eksploitasi manusia atas manusia". Penggantinya adalah, ojek, bajaj dan Kancil.

Selain di Indonesia, becak juga masih dapat ditemukan di negara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Vietnam dan Kuba. Di Singapura, becak kini hanyalah sebuah alat transportasi wisata saja.

Untuk meningkatkan kemampuan becak dan mendorong penggunaan kendaraan tidak bermotor dibeberapa negara maju dikembangkan becak yang menggunaan gigi percepatan/transmisi seperti yang digunakan dalam sepeda modern sehingga bisa melewati tanjakan dengan lebih mudah, desain dibuat aerodinamis serta pengemudinya berada didepan ruang penumpang.

Bemo Si Asap Hitam

Bemo adalah singkatan dari "becak motor" dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga yang biasanya digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Bemo mulai dipergunakan di Indonesia pada awal tahun 1962, pertama-tama di Jakarta dalam kaitannya dengan Ganefo.

Belakangan kehadiran bemo dimaksudkan untuk menggantikan becak. Namun rencana ini tidak berhasil karena kehadiran bemo tidak didukung oleh rencana yang matang. Bemo tidak hanya hadir di Jakarta, melainkan juga di kota-kota lain seperti di Bogor, Bandung, Surabaya, Malang, Padang, Denpasar, dll. karena kendaraan ini sangat praktis dan mampu menjangkau jalan-jalan yang sempit, dan dapat melaju jauh lebih cepat daripada becak.

Bemo yang mulanya beroperasi seperti taksi, belakangan dibatasi daerah operasinya di rute-rute tertentu saja, dan akhirnya disingkirkan ke rute-rute kurus yang tak disentuh oleh bus kota. Di Jakarta, bemo mulai disingkirkan pada 1971, disusul oleh Surabaya dan Malang pada tahun yang sama. Pada 1979, Pemerintah Daerah Surakarta mengambil langkah yang sama.

Di negara asalnya, Jepang, konon bemo tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai angkutan manusia, melainkan sebagai angkutan barang. Akibatnya, ketika dipasangkan tempat duduk, ruangan yang tersedia pun sebetulnya sangat sempit. Apalagi biasanya bemo digunakan untuk mengangkut paling kurang 8 penumpang, enam di bagian belakang, dua di depan, termasuk sang pengemudi. Karena itu penumpang di bagian belakang seringkali harus beradu lutut, duduk berdesak-desakan. Angkutan pedesaan yang salah kaprah sering disebut bemo.

Ketika pabriknya di Jepang, tempat asal bemo, tidak lagi memproduksi suku cadangnya, bemo di Indonesia masih mampu bertahan karena ternyata banyak bengkel yang mampu membuat suku cadang tiruannya.

Saat ini bemo sudah banyak dihapuskan dari program angkutan kota karena dianggap sudah terlalu tua, tidak aman lagi dan asapnya menyebabkan polusi. Namun di berbagai tempat bemo masih mampu bertahan dan sulit dihapuskan.


Delman si Kereta Kuda


Delman adalah kendaraan transportasi tradisional yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya. Variasi alat transportasi yang menggunakan kuda antara lain adalah Kereta Perang, Kereta Kencana dan Kereta kuda.

Nama kendaraan ini berasal dari nama penemunya, yaitu Charles Theodore Deeleman, seorang litografer dan insinyur di masa Hindia Belanda. Orang Belanda sendiri menyebut kendaraan ini dengan nama dos-à-dos (punggung pada punggung, arti harfiah bahasa Perancis), yaitu sejenis kereta yang posisi duduk penumpangnya saling memunggungi. Istilah dos-à-dos ini kemudian oleh penduduk pribumi Batavia disingkat lagi menjadi 'sado'.

Hayo, mana kendaraan di atas yang pernah kalian coba? Hm, mana yang lebih asyik menurut kalian? (ben)

Friday, September 12, 2008

Cernak, 14 September 2008


Ketika Aku Kalah
Oleh Benny Rhamdani

Hari ini adalah hari penentuan siapa yang akan menjadi ketua kelas. Tentu saja, aku sebagai salah satu calon merasa deg-degan. Kurasa teman-teman yang mendukungku juga begitu.

Kulirik Ares dan Putut yang juga menjadi calon ketua kelas. Selama seminggu ini kami sudah bersaing dalam berbagai kampanye. Mereka juga tampak cemas.

Pemungutan suara berlangsung begitu lama. Juga penghitungan suara.

“Rani!” teriak Bu Hermin menyebutkan kertas pemilihan.

Jantungku bergetar setiap kali Bu Hermin membacakan namaku. Itu artinya suara untukku bertambah satu. Para pedukungku terus bersorak. Tapi ketika berikutnya Bui Hermin menyebut nama Ares dan Putut jantungku kembali menciut.

Ah, bagaimana kalau aku kalah ya?

Aku ingat benar, tekadku untuk memenangkan pemilihan ketua kelas ini. AKu juga sudah keluar uang yang tidak sedikit untuk mentraktir teman-temanku agar mau memilihku.

“Ya, sudah habis! Sekarang jumlahnya sudah ketahuan!” teriak Bu Hermin.

Tentu saja tidak sulit menghitungnya,dan aku pun akhirnya tahu ….

Ya, aku kalah! Ares yang terpilih jadi ketua kelas. Dan yang sedikit membuatku kaget adalah kami hanya selisih satu suara. Tapi mau besar ataupun sedikit selisihnya … tetap saja aku kalah.

Ares pun maju ke depan. Bu Hermin memberi selamat. Juga teman-teman pendukung Ares. Beberapa teman pendukungku bermuka masam.

“Huh, menyebalkan! Mestinya Rani yang menang,” kata Salsa.

“Kenapa ya? Jangan-jangan ada yang curang,” kata Ratno.

“Kita harus protes! Harus diadakan pemilihan ulang,” ucap Dinar.

“Atau kita tunggu saja selama beberapa minggu. Nah, kalau ternyata ada yang tidak beres selama Ares jadi ketua kelas, kita usul kepada Bu Guru untuk menggantinya dengan Rani,” ujar Salsa.

Aku hanya tersenyum mendengar masukan dari teman-temanku. Terus terang saja hatiku masih terluka karena kekalahan ini. Bahkan aku memberi ucapan selamat kepada Ares dengan sedikit memaksakan diri.

Kesedihanku ini rupanya terlihat abangku saat aku sampai di rumah. Karena tak kuat menahannya, aku menceritakan kekalahanku itu kepada Bang Ravan.

“Tahun lalu aku bisa menang suara banyak. Bahkan sangat jauh dengan dua calon lainnya. Tapi sekarang aku kalah,” kataku diakhir cerita.

“Ya, memang sedih kalau kalah. Tapi kalau sedih melulu juga percuma, kan? Sebaiknya kamu terima saja kekalahan itu dengan lapang dada. Itu akn lebih meghiburmu. Jadi kamu bisa lebih konsentrasi dengan hal lainnya. Kalau kamu sedih terus, nanti urusan kamu lainnya jadi berantakan,” kata Bang Ravan.

“Iya juga, Bang,” kataku setelah merenung sebentar. Aku ingat kedua calon yang kukalahkan tahun lalu. Pasti mereka juga sesedih aku sekarang. Tapi mereka tidak tampak sedih berlama-lama. Bahkan mereka kemudian mendukungku saat aku jadi ketua kelas.

Ya, sebaiknya aku pun begitu!

“Kalau kamu sudah bisa menerima kekalahanmu, kamu juga harus bisa mengajak teman-teman yang mendukungmu untuk menerima kekalahanmu. Karena bsia saja justru mereka yang nantinya malah membuat kelas rebut,” saran Bang Ravan.

Hmm, ya benar juga Bang Ravn. Sorenya aku mengundang semua teman yang mendukungku ke rumah. Aku menyiapkan pesta kecil untuk mereka.

“Teman-teman, terima kasih atas dukungan kalian selama masa kampanye. Kita sudah tahu hasil pemilihan ketua kelas. Aku kalah. Tapi aku harap teman-teman tidak marah dan kecewa. Sekarang aku akan mendukung Ares untuk bisa bekerja baik sebagai ketua kelas. Kuharap teman-teman juga ikut mendukung Ares …” kataku kemudian.

Teman-temanku sempat bingung sejenak. Tapi akhirnya mereka mengerti maksudku. Heheheh, kadang-kadang omonganku memang sulit dimengerti. Kata mereka, aku terlalu pintar.

“Oke deh! Kami akan turut mendukung Ares sepertimu!” kata Salsa, Ratno, Dinar dan yang lainnya.

Aku senang mendengarnya. Kami akhirnya sepakat m,endukung Ares.

Soal kekalahan itu akan kulupakan segera. Karena aku ytakin masih ada kemenangan yang bisa kuraih dalam hal lainnya, misalnya sebagai juara kelas, sebagai juara lomba menyanyi, juara lomba menulis …. Bukan begitu?

HORE 14 September 2008

Mengenal Tempat Ibadah Yuk!

Kalian tentu sudah mengenal nama-nama tempat ibadah di sekitar kalian. Hm, tapi mungkin saja di antara kalian ada yang belum mengerti betul makna tempat ibadah tersebut. Nah, biar tidak salah mengerti, yuk kita cari tahu soal tempat ibadah.

Tempat Sujud

Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.

Tahukah kalian masjid pertama di dunia ini?

Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi, yang berarti Masjid Nabi.

Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin.

Sulit Dibedakan

Vihara (dibaca "wihara" - V diucapkan sebagai W) adalah rumah ibadah umat Buddha.
Arti harfiah dari vihara adalah tempat kediaman. Secara fisik vihara adalah bangunan. Dalam bahasa Pâli, vihara berarti kondisi mental seseorang (ada 3 jenis vihara yaitu Dibha Vihara, Brahma Vihara, dan Ariya Vihara). Brahma Vihara berarti batinnya itu laksana kediaman para Brahma. Ariya Vihara berarti kualitas batin yang suci, seimbang, tidak terseret oleh segala macam perubahan, batin orang-orang yang sudah mencapai kesucian. Ini arti vihara yang lebih penting.

Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi.

Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok.

Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuklah itu kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama Sansekerta atau Pali, mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan. Dari sinilah kemudian umat awam sulit membedakan klenteng dengan vihara.

Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng daripada vihara.

Kota Menara

Pura adalah istilah untuk tempat ibadah agama Hindu di Indonesia. Pura di Indonesia terutama terkonsentrasi di Bali sebagai pulau yang mempunyai mayoritas penduduk penganut agama Hindu.

Kata "Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sansekerta (-pur, -puri, -pura, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat ibadah; sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan.

Sad Kahyangan atau Sad Kahyangan Jagad, adalah enam pura utama yang menurut kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali, yakni Pura Besakih di Kabupaten Karangasem, Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten Karangasem, Pura Goa Lawah di Kabupaten Klungkung, Pura Uluwatu di Kabupaten Badung, Pura Batukaru di Kabupaten Tabanan, Pura Pusering Jagat (Pura Puser Tasik) di Kabupaten Gianyar.
Selain pura-pura Sad Kahyangan tersebut di atas, masih banyak pura-pura di lainnya di berbagai tempat di pulau Bali, sesuai salah satu julukannya Pulau Seribu Pura.

Pura Besakih adalah komplek pura utama di Pulau Bali, dan merupakan pusat kegiatan dari seluruh pura yang ada di Bali. Pura Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia.

Salah-satu pura terkenal lainnya adalah Pura Tanah Lot di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Di Tanah Lot terdapat dua buah pura yang terletak di atas tebing batu besar, yang merupakan tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut.


Bunyi Lonceng

Klenteng atau Kelenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Dikarenakan di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng dengan sendirinya disamakan sebagai tempat ibadah agama Konghucu.

Tidak ada catatan resmi bagaimana istilah "Klenteng" ini muncul, tetapi yang pasti istilah ini hanya terdapat di Indonesia karenanya dapat dipastikan kata ini muncul hanya dari Indonesia. Sampai saat ini, yang lebih dipercaya sebagai asal mula kata Klenteng adalah bunyi teng-teng-teng dari lonceng di dalam klenteng sebagai bagian ritual ibadah.

Klenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian dari karakter miao. Ini adalah sebutan umum bagi klenteng di Tiongkok. Pada mulanya "Miao" adalah tempat penghormatan pada leluhur "Ci" (rumah abuh). Pada awalnya masing-masing marga membuat "Ci" untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abuh. Para dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh marga/family/klan mereka.

Dari perjalanan waktu maka timbullah penghormatan pada para Dewa/Dewi yang kemudian dibuatkan ruangan khusus untuk para Dewa/Dewi yang sekarang ini kita kenal sebagai Miao yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga, suku. Saat ini masih di dalam "Miao" masih juga bisa ditemukan (bagian samping atau belakang) di khususkan untuk abuh leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga/marga/klan masing-masing. Ada pula di dalam "Miao" disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran/agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Lao Tze dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.

Miao atau Kelenteng (dalam bahasa Jawa) dapat membuktikan selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para Suci (Dewa/Dewi), dan tempat mempelajari berbagai ajaran - juga adalah tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apa orang itu berasal.

Saat ini Miao (Kelenteng) bukan lagi milik dari marga, suku, agama, organisasi tertentu tapi adalah tempat umum yang dipakai bersama.

Banyak Arti

Gereja merupakan kata pungut dalam Bahasa Indonesia dari Bahasa Portugis igreja. Bahasa Portugis selanjutnya memungutnya dari Bahasa Latin yang memungutnya dari Bahasa Yunani ekklêsia yang berarti dipanggil keluar (ek=keluar; klesia dari kata kaleo=memanggil). Jadi ekklesia berarti kumpulan orang yang dipanggil ke luar (dari dunia ini).

Kata gereja dalam Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti. Arti pertama ialah “umat” atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti ini diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama bukan sebuah gedung.
Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, atau pun tempat rekreasi. Jadi, tidak melulu mesti di sebuah gedung khusus ibadah. Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama Kristen. Misalkan Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll.
Arti keempat ialah lembaga (administratif) daripada sebuah mazhab Kristen. Misalkan kalimat “Gereja menentang perang Irak”. Arti terakhir dan juga arti umum adalah sebuah “rumah ibadah” umat Kristen, di mana umat bisa berdoa atau bersembahyang.


Di Indonesia banyak sekali jenis-jenis Gereja. Hampir sama dengan di banyak tempat lainnya, pada umumnya Gereja-gereja di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga atau empat aliran utama, yaitu Gereja Katolik Roma, Gereja-gereja Protestan dan sekarang hadir pula Gereja Ortodoks. Gereja-gereja Pentakosta kadang-kadang digolongkan terpisah dari Gereja-gereja Protestan, meskipun dari sejarahnya mereka muncul dari denominasi-denominasi Protestan.

Gereja Ortodoks adalah pendatang yang paling mutakhir di Indonesia. Menurut penelitian sejarah dan arkeologi, sebetulnya Gereja ini justru adalah yang pertama hadir di Indonesia melalui kehadiran Gereja Nestorian di daerah Pancur, Sumatra. Namun tanpa diketahui sebab-sebabnya, Gereja yang kehadirannya diketahui lewat prasasti dari tahun 600-an M ini kemudian hilang dan baru muncul kembali di Indonesia sekitar akhir tahun 1960-an.

Nah, kemanapun kalian beribadah, yang penting kita tetap hidup dengan rukun dan damai, ya! (ben)

Friday, September 05, 2008

Cernak, 8 September 2008



Cooking With Love



Hari ini Salsa mengantar mama ke Super Market. Asyik juga ya rasanya. Waktu berpuasa jadi tidak terasa. Eits, Salsa dan Mama tidak lupa sholat lho meskipun sedang berbelanja, karena di bawah mall ada musholanya.

Ini daftar belanjaan Salsa : tepung terigu, telor, mentega, coklat, baking powder, cherry, gula pasir, keju, dan selai strawberry. Nah, kira-kira kalian tahu nggak Salsa dan Mama mau masak apa?

“Mama, kita mau masak apa sih kok belanjaannya banyak banget?”, tanya Salsa.

“Kita mau bikin Black Forest ala Salsa”, jawab Mama.

“Wah pasti seru ya”, kata Salsa kegirangan.

Mama mulai mempersiapkan perkakas memasak : mixer, oven, baskom, dan beberapa alat yang tidak dimengerti Salsa. Hihihi, maklum baru kali ini salsa mau diajak Mama ke dapur. Biasanya Salsa paling malas kalau diminta membantu di dapur.

“Bau telur mentahnya amis,” kata Salsa biasanya. Atau ada saja alasan lainnya, mulai takut baju kotor sampai takut masaknya gosong.

Tapi hari ini Salsa tak mau malas lagi. Dia malu sama teman-temannya yang suka bercerita tentang asyiknya membantu mama mereka memasak didapur.

“Dulu Papa juga suka membantu Eyang ketika kecil. Belajar memasak sejak kecil itu perlu. Ketika Papa kuliah dan kost terpisah dari Eyang, papa biasa masak sendiri,” kata Papa tadi pagi. Kalimat itulah yang membuat Salsa makin semangat membantu Mama memasak didapur.

Ssst, jangan bilang siapa-siapa ya! Salsa ingin sekali nanti bisa kuliah di Jepang. Sudah pasti harus berpisah dari Mama dan Papa. Artinya Salsa harus bisa memasak sendiri. Eh ngapain sih Salsa kuliah ke Jepang? Katanya, dia ingin jadi artis pembuat film bergaya Jepang.

“Tolong bantu pecahkan telurnya ya,” kata mama kemudian.

Salsa mengikuti cara Mama memecahkan telur biar tidak berantakan. Ternyata bau amis telur mentah tak seperti yang dibayangkannya. Salsa lancer melakukan tugasnya.

“Ma, ini gulanya cukup? Tidak kebanyakan? Nanti malah kuenya rusak?” tanya Salsa.

“Cukup. Sebenarnya kalau memasak itu kita jangan takut salah. Yang Mama tahu, dulu kue brownies juga dibuat orang karena dia salah membuat kue bolu cokelat. Tapi kue yang salah bikin itu justru akhirnya disukai banyak orang,” kata Mama.

“Oh begitu. Yang penting enak ya, Ma. Biarpun salah bikin. Nah, biar masakannya enak gimana dong, Ma?” tanya Salsa.

“Ya, kita harus memasaknya dengan sukacita, juga dengan cinta,” jawab Mama.

“Maksud Mama?” tanya Salsa bingung. Masak dengan cinta itu apa sih?

“Saat memasaknya kita tidak boleh terpaksa. Kita harus memiliki hati yang senang. Saat memasak kita juga bisa membayangkan makanan itu nanti jadinya untuk orang-orang yang kita cintai,” kata Mama.

“Misalnya … Papa,” sahut Salsa.

“Ya, tepat sekali,” jawab Mama sambil terus mengaduk adonan. “Nah adonannya sudah selesai. Sekarang kita tinggal masukan bahan kreasi baru yang Salsa suka.”

Wah, Salsa jadi deg-degan. Hm, pilih apa ya? Akhirnya Salsa memilih aroma jeruk biar kue brwoniesnya nanti wangi jeruk. Setelah itu Mama memasukan ke oven. Agak lama kemudian kue pun matang. Tapi Mama masih ingin menghiasnya.

“Ayo, salsa Bantu Mama menghias!” ajak Mama.

Tangan Salsa pun bekerja mengolesi selai strawberry, lalu menaburkan keju dan membubuhkan cerry di atas kue yang disusun beberapa lapis itu.

Wow, jadinya snagat menakjubkan lho!

“Ini kue kejutan buat papa,” kata Salsa senang.

Mama mengangguk setuju dan menyembunyikan kue itu di kulkas. Setelah itu Mama dan Salsa menyiapkan masakan untuk hidangan buka puasa.

Pukul setengah enam petang mobil Papa tiba di halaman parkir rumah. Lho, kok papa bawa kotak kue ya? Hm, apa sih isinya?

“Assalammualaikum!” salam Papa ketika masuk ke rumah.

“Waalaikumsalam,” sahut Mama dan Salsa.

“Papa bawa kue buat buka puasa,” kata Papa sambil meletakkan kotak kue di atas meja. Papa langsung membuka penutup kuenya.

Mama dan salsa kemudian berpandangan. “Lho, kok sama?” ucap Salsa.

“Sama apanya?” tanya Papa.

“TYadi Salsa juga membuat kue sama Mama. Dan kueya sama dengan kue yang Papa beli,” jelas Salsa.

Mama menunjukkan kue yang dibuat kepada Papa.

“Wah, jadi bingung nih harus makan kue yang mana,” kata Salsa.

Ah, untung Papa punya jawabannya! Kedua kue itu dipotong setengahnya. Masih-maisng setnegah potong kue dibagi-bagikan kepada tetangga. Nah, Salsa, Mama dan Papa memakan setengah potong kue dari keduanya. Jadi mereka tidak perlu takut kekenyangan.

Hayo siapa yang mau kue buatan Salsa?
^-^

Hore, 7 September 2008





Mengenal Aksara Yuk!

Hai kalian tau enggak sih kalau setiap tanggal 8 September kita memperingati hari Aksara Internasional? Dunia memeperingatinya agar semua warga dunia terbebas dari buta huruf.. Ya, kita semua memang harus bisa membaca dan menulis.

Apakah Aksara?

Aksara adalah istilah bahasa Sansekerta, akshara. Istilah lain untuk menyebut aksara adalah huruf atau abjad (bahasa Arab) yang dimengerti sebagai lambang bunyi (fonem).

Nah, kalau kalian mau tahu kategori itu, yakni Piktografik ( contoh hieroglif Mesir, Tiongkok Purba), Ideografik (aksara Tiongkok masa kemudian yang hasil goresannya tidak lagi dilihat melukiskan benda konkrit), Silabik (aksara Dewanagari, Pallawa Jawa, Arab, Katakana dan Hiragana Jepang); Fonetik (aksara Latin, Yunani, Cyrilic atau Rusia dan Gothik atau Jerman).

Ada pendapat sebelum hadir aksara Arab dan Latin sekarang, tulisan yang lazim dipergunakan di kawasan Asia Tenggara (kecuali di Vietnam dan sebagian kalangan penduduk Cina Selatan) diduga sebagian besar dari pengaruh India. Begitu pun di Nusantara.

Para sarjana kebanyakan sependapat bahwa aksara di Nusantara hadir sejalan dengan berkembangnya unsur (Hindu-Buda) dari India yang datang dan menetap, melangsungkan kehidupannya dengan menikahi penduduk setempat. Maka sangat wajar, langsung atau tidak langsung disamping mengenalkan budaya dari negeri asalnya sambil mempelajari budaya setempat di lingkungan pemukiman baru, salah satu implikasinya adalah bentuk aksara.

Namun sejauh fakta yang ada, pendapat itu tidak disertai penjelasan tuntas. Pada suatu waktu seorang ahli epigrafi yang berkebangsaan Prancis bernama Louis Charles Damais (l951--55) yang menyatakan bahwa dugaan para ahli tersebut belum benar-benar menegaskan darimana dan bagaimana awal kehadiran serta mengalirnya arus kebudayaan India ke Nusantara kecuali diperkirakan tidak hanya berasal dari satu tempat saja, tetapi juga dari berbagai tempat lainnya.

Walaupun tidak dipungkiri bahwa aksara-aksara di Nusantara memang menampakkan aliran India selatan atau aliran India utara, namun juga cukup rumit dan sulit ditentukan darimana kepastian awalnya. Meskipun ada pengaruh India, tetapi kebudayaan India tidaklah berperan sepenuhnya terhadap lahirnya aksara di Nusantara khususnya suku bangsa yang menghasilkan sumber tertulis dengan mempergunakan aksara-aksara nasional atau aksara daerah.

Ada perkiraan bahwa kebudayaan India datang ke Nusantara semata karena peran cendekiawan Nusantara. Tetapi tidak berarti bahwa dikala itu bangsa Nusantara belum mengenal aksara sebagai alat melakukan interaksi sosial dengan bangsa-bangsa lain. Wujud ataupun bentuk aksara yang berperan pada periode yang disebut “klasik’ itupun sesungguh-sungguhnya merupakan hasil dayacipta cendekiawan lokal yang telah meramu secara selektif atas unsur-unsur asing dari berbagai aliran.

Pisau Kecil

Oya kalian tau nggak, di masa lampau aksara diwujudkan atau digambarkan dengan cara digores atau dipahat pada berbagai bahan (media) keras seperti batu, logam (emas, perunggu, tembaga), kayu, juga bahan-bahan lunak seperti daun tal (ron-tal), atau nipah.

Alat menggores atau memahat aksara pun disesuaikan dengan kadar kekerasan bahan yang dipergunakannya yakni semacam tatah kecil (paku/pasak) menyudut tajam pada bagian ujungnya, atau semacam pisau kecil dibentuk melengkung, pipih, sangat tajam. Selain berfungsi untuk menorehkan aksara, juga untuk mengiris dan menghaluskan bahan (daun) menjadi lempiran-lempiran tipis dengan ukuran panjang, lebar dan ketebalan tertentu yang siap pakai. Bahan-bahan keras seperti batu atau jenis logam tertentu (emas, tembaga, perunggu) dipakai semata karena bahan tersebut dianggap lebih tahan lama.

Sejumlah besar data dari masa lampau ditemukan pada batu atau lempeng emas, perunggu maupun tembaga dan selalu dikeluarkan oleh penguasa (raja). Oleh karena itu setiap prasasti adalah dokumen resmi pemerintah negara atau kerajaan dan benar-benar disahkan oleh raja dengan kata lain Surat Keputusan (SK) Kerajaan yang bersangkutan. Anugrah dari raja kepada seseorang yang dianggap berjasa atau memutuskan sesuatu perkara hukum. Karena itu selain digoreskan pada batu (otentik), dibuat beberapa copy atau tembusan (tinulad/tiruan otentik) prasasti yang digoreskan pada lempeng tembaga disebut tamra prasasti.

Pada masa dahulu cara pengawetan sesuatu bahan belum dikenal, satu-satunya upaya kearah itu disalin kembali, namun teknik penyalinan kembali lebih sering dilakukan pada sejumlah naskah pada daun lontar, atau daluwang semacam lembaran kertas atau bahan yang diolah dari kulit pohon tertentu.

Berbeda dengan negeri Cina, aksara dituliskan dengan menggunakan kwas dengan cara disapukan setelah dicelupkan pada cairan berwarna pekat (semacam tinta). Tentu saja hasilnya jauh berbeda, betapapun hasil goresan berkesan lebih nampak jikalau dibandingkan hasil sapuan, karena aksara yang digoreskan akan menampakkan jejak-tekan berbekas dalam dan terasa manakala diraba dan tidak memerlukan pewarna (tinta) seperti yang dihasilkan oleh sapuan kwas. Menggores atau memahat aksara dengan alat memang jauh lebih rumit, memerlukan keahlian dan ketrampilan dengan ketekunan khusus, hasil latihan dan kebiasaan (secara terus-menerus).

Oleh karena itu di masa lampau untuk menggoreskan aksara atau memahat suatu aksara dipegang oleh ahli pemahat aksara yang disebut citralekha. Maka itu hasil yang digoreskan atau uang pahatan aksara yang berkembang pada masa klasik bentuknya lebih dapat digolongkan sebagai karyaseni kebudayaan menampilkan kekhasan atau keunikan jejak bekas tersendiri.
Tentu saja setiap aksara tidak pula ter-lepas dari gaya dan tekanan pahatan yang nampak pada bagian-bagian teks aksara dicirikan oleh tebal, tipis, dengan posisi tubuh aksara tegak, agak tegak, dan miring, ataupun bentuk yang persegi, bulat, pipih memanjang, melebar, tambun, dan kokoh tegak.

Pallawa

Aksara yang kemudian lebih populer di Nusantara adalah aksara dari Pallava (India selatan) selanjutnya disebut aksara Pallawa. Kerajaan Kutai (Kalimantan timur) dan kerajaan Tarumanagara (Jawa Barat) tahun 450 yang cukup jauh letaknya sama-sama mengggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.

Beberapa pendapat menyatakan bahwa kemungkinan aksara-aksara yang hadir di Nusantara merupakan perkembangan dari aksara Pallawa.

Nah, kalau orang-orang pada masa lalu saja sudah berusaha belajar menulis dan membaca.tdak ada alasan lagi kalau saat ini kita malas menulis dan membaca! (*ben)