Friday, July 11, 2014

Cernak, 13 Juli 2014

Sehari di Rumah Tami



Sudah lama sebenarnya Tami mengajak aku untuk menginap di rumahnya. Tapi baru kemarin aku berani mengajukan izin pada Papa. Senang sekali rasanya ketika Papa mengizinkanku untuk menginap sehari di rumah Tami .


   "Tapi kamu jangan sampai I merepotkan orang tua Tami nanti," pesan Mama ketika aku bertanya padanya.

    Berita itu segera kusampaikan pada Tami pagi tadi di sekolah. Ia kelihatan senang sekali. Selama ini kami memang bersahabat akrab. Sayang kami cuma bisa bermain bersama di sekolah saja, lantaran jarak rumahku dan rumah Tami berjauhan.

    Dan Sabtu sore ini, Papa mengantarkan aku ke rumah Tami. Sebelum pulang Papa sempat berbincang-bincang dengan Pak Surya, ayah Tami. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, soalnya Tami sudah menarik tanganku menuju kamarnya.

    "Ini kamarku. Kecil kan? Tapi kuharap kamu suka menginap di sini," kata Tami begitu sampai di kamar.

    'Tentu saja," balasku. Kamar Tami memang tidak sebesar kamarku, perabotan yang ada pun cuma lemari yang juga berfungsi sebagai meja belajar, lemari kecil tempat pakaian, dan tempat tidur berukuran sedang. Semuanya teratur rapi.

    "Apakah kamarmu selalu dalam keadaan rapi begini?" tanyaku, setelah membandingkan dengan kamarku yang selalu acak-acakan. Kamarku baru rapi jika Bik Sum merapikannya.


    "Ya. Kamar yang acak-acakan akan membuat kita tidak betah berada di situ. Lagi pula Ibu akan menegurku bila kamarku acak-acakan. Seperti kandang ayam, kata ibuku," tutur Tami membuatku jadi malu sendiri membayangkan keadaan kamarku. Untung Tami tidak tahu kamarku. Kamarku seperti kapal pecah, buku-buku kadang bergeletakan di mana-mana, juga boneka dan mainan yang sering tidak kukembalikan ke tempatnya lagi.

    Sampai menjelang makan malam, aku dan Tami berada di kamar. Bermacam yang kami lakukan, mulai dari membaca buku cerita sampai main halma. Rasanya waktu cepat berjalan, tahu-tahu Bu Surya sudah memanggil kami untuk makan malam. Saat makan malam itulah aku dikenalkan pada keluarga Tami. Ada Mas Widi, Mbak Nuri, dan orang tua Tami tentunya.

    Usai makan malam, kami berkumpul di ruang tengah. Ada sedikit perdebatan seru di antara mereka. Keluarga Tami rupanya sedang merencanakan apa yang akan dilakukan hari Minggu besok.

    "Ayah putuskan besok kita melakukan korpre" kata Pak Surya akhirnya. Kulihat yang lain tidak ada yang membantah. Semua setuju.

    Aku sendiri masih bingung, apa sih korpre itu? Malam sebelum tidur aku langsung menanyakan kata asing itu kepada Tami.

    "Oh, korpre itu artinya kerja bakti. Aku sendiri tidak tahu bahasa apa itu. Tapi Ayah sering rriemakai kata itu, jadi kebiasaan," jelas Tami.

    "Oh, jadi besok kita akan kerja bakti. Wah, pasti melelahkan ya?" gumamku. Di rumah aku kan tidak pernah bekerja apa pun. Ada Bik Sum yang mengurus rumah, juga Mang Aam yang mengurus halaman rumah.

    'Tidak capek sekali. Pekerjaan yang berat dilakukan oleh Ayah dan Mas Widi. Kita yang kecil-kecil saja. Biasanya, setelah korpre kita akan makan bersama di kebun samping," tambah Tami.

    Aku manggut-manggut. Ya, kutunggu saja apa yang akan terjadi besok.

    Pagi harinya aku bangun setelah tubuhku diguncang-guncang oleh Tami.

    "Di rumah kamu biasa tidur sampai siang ya?" tanya Tami setelah aku bangun.

    "lya, kalau hari Minggu aku malas bangun pagi."

    "Wah, itu kebiasaan buruk. Sudah bangun! Kita rapikan tempat tidur dulu!" Seru Tami kemudian. Kami segera merapikan tempat tidur. Kalau di rumah pekerjaan seperti itu adalah urusan Bik Sum.

    "Kita jangan mandi dulu. Cuci muka dan gosok gigi, sarapan, dan bersiap-siap untuk mulai korpre. Mandinya setelah korpre nanti," kata Tami begitu melihat aku mengambil perlengkapan mandiku yang kubawa dari rumah.

    Aku menuruti kata-kata Tami.

    Tepat pukul tujuh acara kerja bakti dimulai. Pak Surya dan Mas Widi kerja bagian luar, memangkas pohon, membersihkan pekarangan dan membakar sampah. Sementara aku, Tami, dan Mbak Nuri mengerjakan pekerjaan di bagian dalam. Menyapu, mengepel, membersihkan kaca, serta membersihkan perabotan-perabotan rumah dari debu. Meski capek, tapi aku senang sekali. Apalagi sesekali Tami melucu.

    Pekerjaan membereskan pekerjaan rumah selesai bertepatan dengan Bu Surya tiba dari pasar. Segera saja kami beralih ke dapur membantu Bu Surya. Aku kagum sekali melihat Tami cekatan membantu ibunya. Ia hapal sekali beraneka ragam jenis bumbu dapur. Sedangkan aku, sewaktu Mbak Nuri meminta aku mengambilkan jahe, malah memberikan kunyit.

    "Makanya harus sering membantu di dapur," kata Mbak Nuri kemudian membuat mukaku pucat.

    Beres membantu di dapur kami membersihkan badan. Huh, segar rasanya badan. Dan lebih menyenangkan lagi karena setelah itu aku ikut bergabung dengan keluarga Tami makan di kebun samping rumah. Benar-benar nikmat.

    Sayang Papa menjemputku tidak lama kemudian. Mau tidak mau aku segera pamit kepada Tami dan orang tuanya.

    "Jangan kapok main ke sini, Yuli," pesan Tami sebelum aku meninggalkannya.

    Dari dalam mobil aku melambaikan tangan. Rasanya berat juga pulang ke rumah saat ini.

    "Bagaimana? Menyenangkan, Yuli?" tanya Papa.

    "Senang sekali. Kapan-kapan gantian Yuli yang ngundang Tami, boleh kan, Pa?" tanyaku berbalik.

    "Boleh saja. Tapi kamu harus berusaha agar nanti Tami senang menginap di rumah," pesan Papa.

    Aku mengangguk. Aku berjanji akan segera menyiapkan hal itu. Banyak sudah yang kudapatkan setelah menginap di rumah Tami , meskipun cuma sehari. ***  

oleh Benny Rhamdani

No comments: