Selepas waktu dhuha, Princess Jihan bermain ditemani dua dayang istimewanya di taman istana. Tapi dia merasa aneh dengan sikap salah satu dayangnya.
“Dayang Melati, mengapa kamu kelihatan bersedih hari ini?” tanya Princess Jihan. “Sejak tadi Dayang Mawar menggodamu, tapi mukamu selalu cemberut.”
“Oh, maafkan jika sikap saya tidak menyenangkan, Princess Jihan. Saya memang sedang bersedih karena nenek yang saya cintai sedang sakit,” jelas Dayang Melati yang berpakaian serbaputih.
“Apakah sudah dibawa ke tabib?” tanya Princess Jihan lagi.
“Sudah. Tapi kesehatannya belum juga membaik,” jawab Dayang Melati. “Mungkin ayah saya akan membawanya ke tabib lain yang lebih hebat, agar cepat sembuh.”
“Bukankah tabib yang lebih hebat berarti kita harus membayar lebih mahal? Lagipula, biasanya tabib hebat itu penuh dengan orang yang berobat sehingga kita harus menunggu lama. Bahkan kita harus membuat janji dulu,” sela Dayang Mawar yang berpakaian serbamerah.
“Biar nanti kuminta salah satu tabib istana mengobati nenekmu. Sekarang, lebih baik kita berdoa agar Allah menyembuhkan nenek Dayang Melati dari penyakitnya,” ajak Princess Hamesha.
Ketiganya kemudian menengadahkan tangan mereka dan berdoa untuk nenek Dayang Melati. Selesai berdoa, hati Dayang Melati sedikit lega. Dia bisa kembali tersenyum seperti sedia kala.
Tes ... tes ... tes!
“Wah, hujan. Mari kita kembali ke istana!” ajak Dayang Mawar.
Mereka bertiga setengah berlari segera masuk ke istana. Kerajaan Istiqlal. Begitu mereka menginjak lantai marmer istana, hujan turun dengan deras. Bukan hanya hujan, tapi juga angin kencang.
Melihat cuaca buruk itu, giliran Dayang Mawar yang wajahnya berubah.
“Aduh, saya cemas jika cuaca seperti ini. Rumah kakek saya berada tak jauh dari sungai yang kadang meluap jika hujan lebat. Tahun lalu saja rumah kakek saya hampir terendam banjir,” ucap Dayang Mawar.
“Oh, mudah-mudahan kakekmu baik-baik saja, Dayang Mawar. Bagaimana kalau kita berdoa untuk keselamatan kakekmu,” ajak Princess Jihan.
“Apakah Allah tidak akan bosan mendengar doa kita? Tadia kita kan baru berdoa untuk nenek Dayang Melati,” tanya dayang Mawar.
“Kata ayahku, Allah itu Mahapengasih dan Mahapenyayang. Allah tidak akan pernah bosan mendengar doa kita,” jawab Princess Jihan. “Yuk kita berdoa saja!”
Mereka bertiga kemudian memanjatkan doa demi keselamatan kakek dayang Mawar. Namun hati Dayang Mawar tak langsung lega begitu saja. Dia masih mencemaskan keadaan kakeknya.
Princes Jihan kemudian mendatangi ruang kepala tabib istana. Dia meminta bantuan agar kerajaan mengutus salah seorang tabib terbaiknya mengobati nenek Dayang Melati. Permintaan Princess Jihan langsung dipenuhi sendiri oleh Tabib Sina sebagai kepala tabib istana.
Sementara hujan di luar masih turun deras, Raja Haedar menyampaikan kabar kepada Princess Jihan tentang rencana kedatangan Sultan siang ini. Sultan adalah adik sepupupu Princess Jihan. Usianya sedikit lebih muda.
Dua dayang setia Princess Jihan langsung garuk-garuk kepala mendengar rencana itu. Kedatangan Sultan di istana kerajaan sama dengan mimpi buruk.
“Wah, sebentar lagi angin taufan akan mengacaukan istana,” bisik Dayang Mawar.
“Mudah-mudahan Princess Jihan tidak kalang kabut atas ulah Sultan,” harap Dayang Melati.
Saat zuhur tiba hujan pun reda. Tamu yang direncanakan datang setelah acara makan siang.
“Sebenarnya aku nggak mau ke sini. Sungguh, di sini tidak lebih baik dari istanaku,” teriakan itu terdengar dari pintu masuk istana hingga ke dalam. Tidak heran jika Sultan sering dijuluki angin taufan karena suara ributnya bsai terdengar dari kejauhan.
Sultan tinggal bersama orangtuanya di sebuah istana di sebelah barat kerajaan. Tentu saja istananya tidak seperti istana kerajaan yang luas. Di saat orangtuanya hendak bepergian, Sultan sering dititipkan di istana kerajaan.
“Assalamualaikum, Sultan. Apa kabarmu?” tanya Princes Jihan ketika bertemu dengannya.
“Huh! Buat apa tanya-tanya kabarku? Lihat saja sendiri. Aku sedang kurang bahagia,” jawab Sultan sambil mengangkat dagunya.
“Mengapa kurang bahagia?” tanya Princess Jihan.
“Karena orangtuaku menitipkan aku ke sini. Padahal aku ingin tinggal di istanaku sendiri. Di istana ini, walaupun lebih besar, aturannya lebih banyak,” kata Sultan lagi.
“Aku berjanji tidak akan mengaturmu,” kata Princess Jihan. “Silakan, lakukan apa saja sesukamu, Asal ...”
“Tuh kan masih pakai asal. Artinya belum benar-benar bebas,” keluh Sultan. Dia langsung berjalan menuju ruang belakang istana. Beberapa pelayan perempuan sedang sibuk mencuci piring yang baru saja dipakai makan siang.
“Kalian sedang sibuk ya? Berhenti dulu semuanya! Aku ingin mengenalkan dua teman baruku, Kodi dan Komal,” teriak Sultan sambil merogoh dua sakunya. Ia kemudian mengeluarkan katak rawa yang besar dan melemparkannya ke arah para pelayan itu.
“Aaaargh!” sebagian pelayan berteriak ketakutan melihat katak berkulit bopeng itu.
“Hahahaha!” Sultan tertawa puas melihat rencananya berhasil dijalankan. Dia kemudian berjalan menuju ke dapur istana.
Para koki istana sedang sibuk membuat adonan roti dan kue dari tepung gandum. Melihat banyak adonan tepung, Sultan langsung mengambilnya dan melemparkan tinggi-tinggi. Plok! Adonan itu kemudian menimpa kepala seorang koki.
“Hahahahaha!” lagi-lagi Sultan tertawa nyaring. Dia mengulangi hal dilakukannya tadi berkali-kali hingga hampir semua kepala koki di dapur kotor oleh adonan yang dilempar Sultan.
Puas tertawa di dapur, Sultan mendatangi ruang perpustakaan istana. Dia kemudian mengacak-acak buku-buku yang tersusun rapi di rak. Tentu saja hal ini membuat para petugas perpusatakaan kalang kabut merapikannya kembali.
Salah seorang petugas perpustakaan yang berkacamata tebal malah sampai tersandung buku yang berserakan. Kacamatanya sampai terjatuh hingga ia meraba-raba lantai untuk mencarinya.
“Hahahahaha!” Sultan kembai tertawa puas.
Princess Jihan berusaha menenangkan para pekerja istana agar tidak marah karena ulah Sultan.
“Tolong maafkan Sultan. Dan tolong doakan agar Allah segera menyadarkan Sultan dari perbuatannya,” begitu pinta Princess Jihan kepada semua orang yang tertimpa masalah karena ulah Sultan.
Sultan kemudian berjalan menuju kolam ikan istana. Dia duduk di pinggir kolam yang terbuat dari batu pualam. Kedua kakinya diceburkan ke kolam dan menggerak-gerakannya dengan cepat sehingga ikan-ikan pada ketakutan.
“Sultan, hati-hati duduk di sana. Nanti malah kamu yang kecebur ke kolam,” kata Princess Jihan.
“Ah, mana bisa aku kecebur. Ayo ke sini duduk denganku. Mengasyikan memainkan kaki di kolam seperti ini,” ajak sultan sambil terus menggerak-gerakkan kakinya.
Princess Jihan mendekati Sultan. Dia kemudian duduk di samping Sultan. Tapi Sultan tiba-tiba berdiri. Lalu Suyltan mendorong Princess Jihan ke kolam hingga kecebur.
Byuuur! Untung saja kolam ikan itu tidak terlalu dalam.
“Hahahahahaha!” Sultan langsung tertawa terbahak-bahak sambil guling-gulingan. Ia merasa ulahnya tadi adalah hal paling lucu yang dilakukannya sepanjang hari ini.
Dayang Melati dan Dayang Mawar segera menolong Princess Jihan naik. Tak sedikit pun tampak amarah di wajah Princess Jihan atas ulah Sultan. Justru dua dayangnya yang tampak kesal.
“Hahaha .... ha .... ha ...,” suara Sultan berubah. Bunyi yang terdengar bukan lagi suara tawa senang tapi suara takut dan kesakitan.
Princess Jihan segera menghampirinya. “Kenapa, Sultan?” tanyanya.
“Ha-hah-hah-ha,” kata Sultan dengan mulut yang terus menganga.
“Wah, jangan-jangan ada yang salah dengan rahang Sultan,” kata Dayang Melati.
“Pasti karena tertawa terlalu lebar jadinya malah tidak bisa menutup mulutnya,” tambah Dayang Mawar.
“Ha-hah-hah,” kata Sultan lagi sambil mengangguk. Dia kelihatan panik dengan keadaan yang menimpanya.
Bagaimana nanti dia bisa makan dengan mulut seperti itu? Ya, makanan bisa saja masuk ke mulutnya. Tapi bagaiamana cara mengunyahnya? Bagaimana jika ada lalat yang masuk ke mulutnya karena tidak bisa mengatup? Iya, kalau lalat. Bagimana kalau yang amsuk itu kecoa.
Hiiiiy!
“Ayo kita periksa ke tabib istana,” ajak Princess Jihan iba.
Mereka pun berjalan ke ruang tabib. Beberapa pekerja istana yang melihat keadaan Sultan juga merasa kasihan.
Untungnya Tabib Sina sudah kembali setelah mengobati nenek Dayang Melati. Seebelum mengobati Sultan, dia menyampaikan kabar gembira kepada Dayang melati.
“Aku tadi sudah memeriksa nenek Dayang Melati. Kesehatannya sudah membaik sebelum aku obati. Rupanya tabib yang menanganinya sudah memberikan ramuan obat yang mujarab. Jadi aku tidak perlu turun tangan ikut mengobatinya,” kata Tabib Sina.
“Oh, alhamdulillah,” Dayang melati tampak senang. Dia mengucapkan terima kasih kepada Princess Jihan dan Dayang Mawar yang tadi ikut emndoakan kesehatan neneknya.
Selanjutnya Tabib Sina memeriksa keadaan Sultan. Ternyata dugaan Dayang Melati tadi benar. Ada masalah dengan rahang Sultan akibat tertawa terlalu lebar. Apalagi tadi sampai berguling-guling.
“Aku akan berusaha mengembalikan keadaan Sultan, tapi ada syaratnya,” kata Tabib Sina yang sebelumnya sudah mendengar laporan ulah Sultan yang menjengkelkan selama ini.
“Hah-hah-hah!” kata Sultan sambil manggut-manggut tanda menyetujui.
“Jika sembuh, Sultan harus meminta maaf kepada semua orang yang sudah Sultan perlakukan tidak baik,” pinta Tabib Sina.
“Hah!” Sultan lagi-lagi mengangguk. Dia sudah tidak sabar agar Tabib Sina segera mengobatinya.
Tabib Sina pun segera memembetulkan letak rahang Sultan dengan memijatnya perlahan-lahan. Setelah itu Tabib Sina menempelkan param ramuan di bagian rahang Sultan agar nyerinya segera hilang.
“Nah, sekarang mulut Sultan sudah kembali seperti semula. Tapi jangan dipakai banyak bercakap terlalu banyak. Apalagi teriak-teriak dan tertawa lebar,” jelas Tabib Sina.
Princess Jihan merasa senang karena saudara sepupunya berhasil diobati.
Sesuai janjinya, Sultan kemudian berkeliling istana menemui orang-orang yang tadi sudah dibuatnya kesal. Semua yang ditemui mau memaafkan Sultan, bahkan kembali mendoakan agar Sultan senantiasa sehat.
“Oh senangnya didoakan banyak orang agar aku sehat,” kata Sultan sambil tersenyum.
Selepas makan malam Sultan dijemput orangtuanya kembali ke istananya. “Aku berjanji jika datang lagi ke istana kerajaan, tidak akan lagi menjadi sepupu yang menyebalkan,” ucapnya kepada Princess Jihan.
Princess Jihan senang mendengarnya. Hari ini dia mendengar dua kabar yang menggembirakan. Pertama tentang nenek Dayang Melati, kedua tentang Sultan. Tapi bagaimana dengan kakek Dayang Mawar?
“Alhamdulillah, kerajaan telah memindahkan rumah-rumah penduduk sekitar sungai ke daerah yang lebih aman. Jadi, jika sungai meluap pun kakek saya tetap selamat dari bahaya banjir,” ucap Dayang Mawar menyampaikan kabar gembira.
Princess Jihan semakin bersyukur karena doa-doanya hari ini dikabulkan. Dia pun semakin percaya bahwa Allah akan selalu menyayanginya. Amin!
^-^