Hadiah perpisahan
Oleh Benny Rhamdani
Tidak terasa sudah enam tahun kami bersahabat. Tepatnya sejak kami duduk di bangku kelas satu SD. Dan seminggu lagi kami benar-benar berpisah.
“Aku akan pindah ke Bandung masuk SMP nanti,” kata Salsa tiga bulan lalu.
“Hah? Bukankah kamu tidak punya saudara di Bandung?” tanyaku kaget. Eskrim yang kupegang hampir saja terlepas.
“Kami sekeluarga akan pindah. Papa pindah tugas. Mungkin Papa sudah pindah bulan depan. Yang lain menyusul sampai kelulusanku,” jelas Salsa. Mukanya murung. AKu tahu dia sedih, tapi berusaha menahannya.
Papa Salsa adalah perwira polisi. Sering sekali pindah-pindah tugas. Biasanya Salsa tidak ikut pindah karena ada neneknya di Palembang sini. Tapi ruapanya kali ini ini Papa salsa ingin semuanya pindah ke Bandung.
“Kata Papa, sekolah di Bandung bagus-bagus,” tambah salsa.
Ah, masa sih? Menurutku semua sekolah bagus. “Hm … berarti kita akan berpisah ya?” kataku.
“Iya. Secara fisik aja. Tapi kita masih bisa bersahabat, kan? Masih ada Facebook, Twitter,” ucap Salsa.
“Hmm …,” timpalku. Tentu saja beda bersahabat langsung dengan bersahabat di Facebook. “Kalau begitu kita tukaran hadiah perpisahan yuk!”
“Ayo! Tapi nanti saja seminggu sebelum keberangkatanku ke Bandung,” pinta Salsa.
Kami sepakat melakukannya. Hari-hari pun kami lalui dengan lebih akrab lagi. Kemana pun kami selalu bersama. Belajar bersama untuk ujian, menunggu hasil ujian bersama. Kami hanya tidak bersama ketika membeli hadiah perpisahan.
Aku mengunjungi toko boneka di sebuah mall. Aku tahu Salsa adalah kolektor boneka. Pasti dia akan senang jika aku berikan hadiah boneka.
Cukup pusing juga memilih boneka. Semua bentuknya menurutku bagus. Tapi aku harus mengingat-ingat boneka yang belum dimiliki Salsa.
“Ada yang bisa dibantu?” tanya seorang pramuniaga.
“Aku mencari boneka yang lucu buat hadiah temanku,” kataku.
“Di sudut sana ada koleksi boneka terbaru,” tunjuk pramuniaga.
Aku menuju sudut kanan di depan. Banyak sekali boneka koleksi terbaru. Ah, yang mana ya? Tiba-tiba aku melihat boneka panda yang lucu. Aku jadi ingat cerita lucu dengan Salsa.
Suatu hari kami nnntn bareng film Kungfu Panda di DVD di rumahku. Usai nonton Salsa ingin sekali memiliki boneka kungfu panda. Lalu kami mencari keliling kota, tapi tidak ada yang ketemu. Sampai kemudian kami melihat seorang anak gendut di mall.
“Salsa, bagaimana kalau kita bawa anak itu, lalu kita dandanin seperti panda,” kataku.
“Hahahaha,” Salsa ketawa.
Hari itu kami terus tertawa. Setiap melihat orang gendut kami membayangkan mereka adalah kungfu panda. Akhirnya, walaupun Salsa tidak mendapatkan boneka kungfu panda, tapi kami tidak sedih.
Ah, aku beli ini saja. Aku mengambil boneka panda itu. Sengaja kuambil dua. Satu lagi tentunya untukku.
Aku membayar boneka panda dan minta dibungkus rapi dengan kertas kado. Kusimpan kado itu sampai waktu tukaran kado tiba.
Dan waktunya adalah hari ini. Tepat sehari setelah pengumuman kelulusan kami. Salsa main ke rumahku. Dia membawa hadiah yang dibungkus kertas kado juga. Bentuknya kotak kecil. Aku yakin itu buka, karena aku memang hobi membaca buku.
“Tika, ini hadiah untukmu,” kata Salsa memberikan kotak itu.
“Dan ini untukmu,” balasku. “Boleh kubuka duluan hadiah darimu?”
“Ya, silakan.”
Aku membuka kertas kado. Wuah rupanya ukan buku. Ada kotak kayu berlapis kain beludru. Aku membuka kotak itu. Isinya ternyata …. Kalung emas yang indah. Aaaaah …. Ini pasti mahaaal sekali. Beberapa ulan lalu memang aku pernah bilang kepada salsa ingin punya kalung seperti princess.
Tiba-tiba aku jadi tidak enak hati. Salsa memberiku kalung emas. Masa aku cuman memberinya boneka panda? Aku jadi ingin mengambil hadiah dariku di Salsa, lalu menukarnya dengan yang lebih mahal.
“Wuah, boneka panda!” teriak Salsa girang ketika membuka kado dariku. “Aku suka sekali. Boneka ini aku belum punya!”
Aku tersenyum. Meskipun Salsa senang dengan hadiah dariku, tapi aku tetap tak enak hati.
“Salsa … aku … tidak enak hati. Hadiah dariku tak sebanding harganya dengan kalung emas darimu,” kataku kemudian.
“Hah! Kalung emas. Itu bukan kalung emas asli. Itu kalung imitasi. Harganya nggak mahal kok. Cuman kotak bludrunya memang asli., Aku minta kepada mama. Jadi kalungnya seperti emas asli yang mahal. Kamu nggak marah kan aku hanya ngasih kalung imitasi, bukan emas asli?” tanya Salsa.
Aku malah lega sekarang. “Nggak kok. Aku malah senang. Yang penting ikhlas,” kataku.
Kami langsung berpelukan, entah siapa yang memulai kami kemudian sama-sama menangis … kami sedih dengan perpisahan yang akan kami hadapi. Jangan bilang kami cengeng ya!
^_^