PRINCESS JIHAN
Princess Jihan lama tak berkunjung wilayah utara Kerajaan Istiqlal yang disebut Uthar Prada. Tapi sebuah kabar buruk yang didengarnya tadi subuh membuatnya ingin pergi ke sana. Princess Jihan pun menghampiri Raja Haedar.
“Ayahanda, izinkan aku berkunjung ke Uthar Prada hari ini,” pinta Princess Jihan.
“Ayah tidak ingin melarangmu pergi kesana. Tapi kamu juga tahu, di sana baru saja dilanda bencana badai semalam,” cegah Raja Haedar.
“Justru itu yang membuat aku ingin ke sana. Tolong izinkan aku, Ayahanda. Aku ingin memberi semangat kepada rakyat yang tengah sedih setelah dilanda bencana,” bujuk Princess Jihan.
Raja Haedar berpikir sebentar. Ia tahu benar watak keras Princess Jihan yang sulit sekali dilarang jika ada keinginan. Untung saja keinginan Princess Jihan selama ini selalu hal yang baik-baik.
“Aku berjanji akan pulang secepatnya, jika diizinkan pergi ke sana,” ucap Princess Jihan.
“Baiklah, kamu boleh pergi. Bawalah beberapa pengawal terbaik,” ucap Raja Haedar.
“Alhamdulillah.” Princess Jihan pun tersenyum senang.
Ia segera bersiap untuk pergi ke Uthar Prada. Princess Jihan mengajak dua dayang setianya ikut serta, Dayang Mawar dan dayangMelati. Tak lama kemudian Princess Jihan berangkat dengan pasukan khusus menuju Uthar Prada. Sebelumnya pasukan khusus kesehatan dan pangan telah berangkat terlebih dahulu diutus Raja Haedar.
Perjalanan menuju Uthar Prada sangat jauh. Untung saja Dayang Mawar dan dayang Melati selalu dapat menghibur Princess Jihan. Mereka berdua terus bermaian berbalas pantun tanpa ada yang mau mengalah sebentar pun.
“Burung gelatik terkena luka. Wajahku cantik banyak yang suka,” kata Dayang Mawar.
“Air cuka pastilah masam rasanya. Orang yang suka pastilah tertutup matanya,” ledek Dayang Melati.
Princess Jihan tertawa ketika melihat wajah Dayang Mawar yang langsung cemberut. “Kalau cemberut begitu mana bisa dibilang cantik,” kata Princes Jihan.
Dayang Mawar pun buru-buru tersenyum. Tapi tiba-tiba wajahnya jadi tegang ketika tiba-tiba terdengar teriakan dari kepala pasukan di bagian depan rombongan. Begitu pula wajah Princess Jihan dan Dayang Melati.
“Di depan ada beberapa jejak kuda. Kami yakin itu rombongan perampok di sekitar sini,” lapor seorang parjurit. “Princess harap tenang di dalam kereta ini. Sebaiknya tidak usah keluar. Juga para dayang.”
Tak lama kemudian rombongan terhenti. Benar saja, tiba-tiba berdatangan dari segala penjuru puluhan orang berawajah bengis. Sebagian ada yang menutup wajahnya. Dayang Melati dan Dayang Mawar yang melihat dari jendela kereta langsung panik. Apalagi ketika ada seorang perampok yang berhasil mendekati jendela kereta.
“Auw! Tolong!” Dayang Melati dan Dayang Mawar berteriak ketakutan sambil memeluk Princess Jihan.
Untungnya ada pengawal yang langsung menghalau penjahat itu hingga jatuh. Pengawal itu langsung berteriak ke dalam kereta.
“Para dayang ini bagaimana sih? Mestinya kalian yang melindungi Princess Jihan. Bukan kalian yang ketakutan dan minta lindungan kepada Princess Jihan!”
Wajah Dayang Mawar dan Dayang Melati pun bersemu merah. Dalam situasi apapun, tugas mereka adalah memang melindungi Princess Jihan.
Tak berapa lama para pengawal kerajaan berhasil melumpuhkan para penjahat itu. Sebagian penjahat ada yang terkapar di tanah, ada juga yang lari masuk ke hutan, dan beberapa diikat oleh para pengawal.
Princess Jihan keluar dari kereta karena merasa keadaan sudah aman. Dayang Mawar dan Dayang Melati pun turut serta.
“Mengapa kalian mengganggu kami?” tanya Princess Jihan sambil mendekati seorang penjahat.
Penjahat yang ditanya hanya diam sambil tertunduk lesu.
“Huh, dasar! Badan besar, tampang seram, tapi beraninya mengganggu kaum perempuan seperti kami! Tapi kami tidak takut. Lihat nih!” Dayang Melati kemudian pergi menghampiri semak-semak. Ia lalu mengambil tiga ekor ulat dari sebagian ranting.
“Nah, kalau kamu memang sok jagoan. Coba tahan ini!: Dayang Melati memasukkan ulat-ulat itu ke bagian dalam baju si penjahat dari bagian leher belakang. Benar saja! Penjahat bertubuh besar dan berwajah seram itu langsung pucat dan berjingkrak-jingkrak.
Dayang Mawar dan Dayang Melati tertawa geli melihatnya. Apalagi penjahat itu kemudian bersimpuh memohon ampun agar ulat-ulat itu dibersihkan oleh temannya.
Princess Jihan kemudian meminta kepala pengawal membebaskan semua penjahat itu.
“Ingat, jika kalian ketahuan berbuat jahat lagi di kerajaan ini, maka hukuman berat akan menunggu kalian!” ancam Princess Jihan.
Beberapa tawanan langsung bersimpuh. “Terima kasih atas ampunannya. Maafkan kami!”
Mereka pun kemudian masuk ke dalam hutan. Beberapa orang penjahat yang tadi tampak terkapar pun langsung sehat dan berlarian ke hutan. Ternyata mereka tidak benar-benar terkapar. Tapi pura-pura terkapar agar tidak ditahan.
Setelah meneruskan perjalanan hampir setengah hari ke arah utara, akhirnya rombongan Putri Jihan tiba di Uthar Prada. Wilayah itu berada di pesisir pantai. Kebanyakan penduduknya hidup sebagai nelayan.
Tiga bulan yang lalu ketika Princess Jihan dating ke Uthar Prada, keadaannya masih sangat teratur dan tentram. Semua tertata rapi. Tapi sekarang wilayah itu porak poranda setelah diserang badai.
Princess Jihan melihat beberapa petugas kesehatan dan penduduk membantu mengangkat para korban yang luka berat dan ringan ke tenda khusus. Ada juga tempat khusus untuk mereka yang wafat dan belum dikenali keluarganya.
“Huhuhuhuhu … hiks!”
Langkah Princes Jihan terhenti. Seorang anak perempuan tampak menangis di dekat sebuah pohon kelapa yang tumbang.
“Adik, mengapa menangis sendiri di sini?” tanya Princess Jihan sambil menghampiri.
“Aku … kehilangan … keluargaku. Bingung … mencari Ibu, Bapak dan Adik,” kata anak perempuan itu.
Princess Jihan memegang telapak tangan anak itu, lalu mengajaknya berdiri. “Mari ke tenda khusus biar kita lebih mudah menemukan keluargamu,” ajak Princess Jihan.
Mereka pun berjalan ke tenda khusus, Baru beberapa langkah seorang perempuan sebaya Princess Jihan menyambut mereka.
“Alhamdulillah. Wahida, kamu di sini? Aku mencarimu ke mana-mana. Keluargamu sudah berkumpul. Ayo kutemukan kamu. Mereka ada di sana,” kata perempuan itu.
Mata anak bernama Wahida itu langsung bercahaya karena senangnya. “Terima kasih, Kak Farah,” kata Wahida.
Princess Jihan hanya melihat dari jauh Wahida diantar menemui keluarganya. Lepas dari mengamati Wahida, Princess Jihan terus mengamati sosok Farah. Ya, gadis itu tampak gesit membantu orang-orang yang kesulitan dan membutuhkan bantuan.
Ketika ada anak kecil yang mengaduh, Farah langsung menghiburnya. Ketika ada yang kehausan, Farah langsung mengambilkan air minum. Ketika ada yang susah berajalan, Farah langsung memapahnya. Princess Jihan juga melihat ketika Farah mendapatkan sebuah roti, malah dibagikannya kepada korban yang sedang ingin makan.
“Siapakah dia? Apakah dia dari tim bantuan kesehatan kerajaan. Tapi mengapa dia tidak mengenakan seragam khusus?” tanya Princess Jihan.
Dayang Melati dan Dayang Mawar yang mendengar itu langsung bergerak mencari informasi.
“Farah adalah penduduk asli wilayah ini. Dia adalah juga korban bencana. Keluarganya semua selamat. Tapi seluruh harta bendanya hilang disapu badai,” lapor Dayang Melati.
“Farah adalah gadis yang sangat soleha. Menurut orang-orang, dia selalu mengucapkan Hamdalah di setiap awal kalimat yang diucapkannya,” tambah Dayang Mawar.
“Oh iya? Coba panggil dia ke mari. Aku ingin bicara dengannya,” pinta Princess Jihan.
Dayang Mawar dan Dayang melati pun menjemput Farah untuk menemui Princess Jihan.
“Bagaiamana kabarmu dan keluargamu, Farah?” tanya Princess Jihan setelah bertemu Farah.
“Alhamdulillah, kami semua dalam lindungan Allah,” jawab Farah.
“Mengapa kamu tidak beristirahat saja di tenda ini seperti yang lain? Mengapa justru sibuk membantu para petugas kesehatan kerajaan?” tanya Princess Jihan lagi.
“Alhamdulillah, Allah telah emberiku kekuatan untuk bisa membantu di sini. Kalau aku hanya duduk istirahat, aku malah nanti banyak melamun memikirkan kesedihan kami. Aku lebih suka sibuk membantu semua yang ada di sini,” jawab Farah.
“Kamu sungguh luar biasa, Farah. Aku harap kamu nanti ikut pulang denganku. Ajaklah seluruh keluargamu untuk menginap di istana kerajaan. Aku tahu rumah kalian hancur. Jadi menginap semntara di istana sampai rumah kaian dibangun kembali,” ajak Princess Jihan.
“Alhamdulillah, kami cukup betah walaupun tinggal sementara di tenda ini. Bukannya aku ingin membantah permintaan Princess Jihan ….”
“Tak apa jika kamu tidak mau. Tapi maukah kamu menjelaskan, mengapa kamu selalu mengucapkan hamdalah setiap kali bicara?” tanya Princess Jihan.
“Alhamdulillah, Ayah yang telah mengajarkannya kepadaku. Kata ayahku, agar kita selalu bersyukur dengan rejeki yang diberikan oleh Alah sekecil apapun. Kadang kala kita lupa mengucapkan hamdalah ketika mendapatkan rejeki, padahal semua rejeki yang kita terima datangnya dari Allah. Dengan membaca hamdallah, aku juga jadi terbiasa untuk tidak sombong atau hidup berlebihan,” jelas Farah.
Princess Jihan benar-benar kagum dengan kemuliaan hati Farah.
“Farah. Maukah kamu menjadi sahabatku?” tanya Princess Jihan lagi.
“Alhamdulillah, aku senang sekali. Tapi mengapa Princess Jihan memilih bersahabat denganku? Aku ini hanya orang biasa.”
“Tidak, Farah. Kau sangat istimewa buatku.” Princess Jihan kemudian memberikan selendangnya kepada Farah. “Ini tanda persahabatan dariku. Tolong diterima.”
Farah menerimanya dengan hati senang.
“Alhamdulillah, kamu mau menjadi sahabatku …,” ucap Princess Jihan sambil mendekap Farah.
Dayang Mawar dan Dayang Melati tersenyum senang melihat dua sahabat baru itu …. Alhamdulillah.
No comments:
Post a Comment