Friday, February 20, 2015

Cernak, 22 Februari 2015




Teka Teki Anna




oleh Benny Rhamdani


Sebenarnya sudah lama aku melihat kolam itu. Waktu itu sedang mencari kupu-kupu untuk tugas sekolah. Lalu aku melihat kupu-kupu yang unik di belakang rumah besar itu. Ragu-ragu aku mendekati pagarnya. Dan, ya aku melihat kolam renang di sana. Tak seberapa besar. Tapi aku ingin sekali berenang di sana.



“Bagaimana kalau kita berenang di sana sekarang?” ajak Dion.



“Kamu yang minta izin?” tanyaku.



Aku, Dion dan Rendy sedang berbincang di pinggir lapangan.



“Aku nggak kenal sama pemiliknya. Kita menyusup saja. Kalau tidak salah, pemiliknya jarang ada di rumah,” kata Dion.



“Ya, dan tidak ada pembantu di rumah itu. Aku tahu itu,” tambah Rendy.



“Tapi itu sama saja dengan pencuri,” tolakku.



“Kamu pengecut,” ledek Dion.



Karena tak mau dikatakan pengecut, aky berubah pikiran. Aku mengikuti Dion dan Rendy ke rumah besar itu. Letaknya sedikit di atas kaki bukit. Kemi bersepeda ke sana. Dion merencanakan untuk memeriksa dulu tidak ada orang di rumah itu.



Dion memencet bel. Menunggu sebentar. Memencet lagi. Tak ada yang ke luar.



“Sepertinya tidak ada orang di dalam,” kata Dion.



“Berarti kita bisa masu,” kata Rendy.



“Lewat pagar belakang saja,” saranku.



Lami menyimpan sepeda di semak-semak, lalu berjalan mengendap ke belakang. Aku tahu ada bagian pagar yang rusak. Kami menerobos.



“Wuah, kolam renangnya keren,” kata Rendy sambil melepas bajunya.



Dion ikutan membuka baju. Aku masih memasang mata. Setelah beberapa menit, aku ikut nyebur ke kolam renang. Byur! Segarnya!



“Hai, kalian siapa?”



Aku menoleh kaget. Suara anak perempuan. Dan di pinggir kolam aku melihat seorang anak perempuan sebaya dengan kami berdiri dengan mka heran.



“Lari!” teriak Dion.



“Jangan lari! Rudi akan menggigit kalian!” teriak anak perempuan itu. Aku melihat seekor anjing herder besar siap mengejar kami.



“Maafkan kami, berenang tanpa izin,” kataku akhirnya sambil menepi. “Namaku Mike. Ini temanku Dion dan Rendy.”



Kami keluar dari kolam renang sambil memandangi anjing bernama Rudi.



“Aku akan melaporkan kalian,” kata anak perempuan itu.



“Tolong, jangan. Kami bersedia melakukan apa saja untukmu,” kataku. Membayangkan orangtuaku dan guru di sekolah menghukum kami saja sudah menakutkan.



“Baiklah kalau begtu. Oh iya, namaku Anna. Kalau kalian tidak mau dilaporkan, kalian harus menolongku,” kata Anna.



“Menolong apa?” tanyaku.



“Kalian lihat pohon kecil itu. Cabutlah. Lalu gali tanahnya. Kalian bisa mengambil sekop di kabin gudang,” kata Anna.



Kami menuruti permintaannya. Bukan apa-apa, kami takut dengan anjing herder yang terus menggeram itu.






Kami terus mengali tanah yang ditunjuk Anna. Sampai akhirnya kami mencum bau tak sedap. Aku langsung mual. Ketika aku menoleh, tak ada Anna dan anjing herdernya.



“Dia masuk ke dalam. Ayo kita kabur. Aku tak kuat dengan baunya,” ajak Dion.



“Hei ini ada tulang,” teriak Rendy.



Dion lari, aku dan Rendy menyusul. Kami menuju sepeda kami. Ketika bertemu dengan Pak John kami memberitahu hal yang telah kami lakukan. Pak John adalah polisi.



Pak John menyuruh kami diam di kantornya. Lalu Pak John pergi bersama teman-temannya ke rumah besar itu.



Beberapa jam kemudian, kami akhirnya tahu. Tanah yang kami gali itu adalah kuburan seorang anak perempuan. Penyelidikan pun berkembang. Begini ceritanya.



Pak Henry adalah pemilik rumah besar itu. Suatu hari anaknya berenang dan tenggelam. Pak Henry sangat menyayangi anak perempuannya itu. Dia lalu menguburnya di halaman belakang rumahnya. Padahal harusnya dia menguburkan di tempat pemakaman. Tentu saja Pak Henry melanggar peraturan kota.



Oh iya, anak permpuannya itu bernama Anna. Itulah yang membuatku tak habis pikir hingga saat ini. Sedangkan Rudi adalah anjing yang menjaga rumah Pak Henry sampai sekarang.

No comments: