Belanja Sendiri
Oleh Benny Rhamdani
“Ma, katanya mau belikan Fia baju
baru hadiah kenaikan kelas?” tanya Fia sabil mendekati Mama di depan komputer.
“Maafin mama ya. Mama belum
sempat. Banyak pekerjaan yang belum Mama terjemahkan,” kata Mama sambil menatap
Fia.
Fia garuk kepala. Dia tahu Mama
tengah sibuk. Walaupun bekerja di rumah sebagai penerjemah buku, tapi Mama
selalu sibuk. Apalagi kalau ada penerbit yang meminta Mama menerjemahkan dalam
waktu singkat, padahal bukunya tebal.
“Jadi kapan?” tanya Fia yang
sudah tak sabar. Rosa, teman dan tetangganya, sudah dibelikan baju dari
orangtuanya karena naik kelas.
“Bagaimana kalau tiga hari lagi?”
tanya Mama berbalik.
“Ah, Mama. Kelamaan. Nanti keburu
Mama dapat orderan baru,” kata Fia.
“Terus gimana?” Mama bertanya
lagi.
“Fia beli baju sendiri boleh,
kan?” tanya Fia berbalik.
Mama tersenyum. “Kamu yakin bisa beli baju
sendiri?” Mama juga balik bertanya.
“Bisa dong. Fia udah sering
belanja bareng Mama. Jadi sudah tau caranya,” jawab Fia.
“Kalau begitu malah lebih baik.”
Mama kemudian mengambil dompetnya lalu memberi dua lembar uang seratus ribu dan
beberapa lembar lima ribuan. “Yang lima ribuan buat ongkos. Hati-hati uangnya
jangan sampai hilang.”
Fia tertawa. “Beres, Ma!” Fia
kemudian mengganti pakaiannya. Tak lama kemudian Fia pamit kepada Mama.
Fia naik kendaraan umum menuju
mal di pusat kota. Begitu di depan mal, Fia mulai memikirkan baju yang akan
dibelinya. Tiba-tiba Fia ingat pakaian yang pernah dilihatnya di majalah. Baju
bermotif kotak-kotak yang lucu.
Fia pun masuk ke mall. Dia segera
berjalan ke counter pakaian anak perempuan. Matanya beredar mencari pakaian
yang diinginkannya.
“Ada yang bisa dibantu, dek?”
tiba-tiba sales penjaga menghampiri Fia.
“Saya mau beli baju kotak-kotak,”
kata Fia.
“Oh, coba di sebelah kanan sana,”
tunjuk sales itu.
Fia pun berjalan ke arah yang
ditunjukkan. Tapi ternyata baju kotak-kota ada bermacam model. Warnanya pun
tidak hanya satu.
Aduh, pilih yang mana ya? Fia
mulai memilih. Dia kebingungan. Tidak ada Mama yang ikut membantu memilihkan.
Ketika menemukan model yang disukai, Fia bingung memilih warnanya. Lama sekali
Fia menimbang-nimbang, akhirnya dia melilih warna biru. Baju itu pun dibawanya
ke ruang coba pakaian.
Di ruang coba pakaian, Fia kembali
bingung. Tak ada yang mengomentari bajunya cocok atau tidak. Fia juga tidak
tahu bagian maa yang harus lebih diperhatyikan. Biasanya Maama akan
memerhatikan bagian pinggangnya, lengannya, dan … apalagi ya?
Tok-tok-tok.
Wuah, Fia kelamaan diruang pas.
Sampai ada pembeli lain yang ingin mencoba, tidak sabar menunggunya.
“Maaf ya kelamaan,” kata Fia
ketika keluar. Ternyata ada tiga orang yang antre.
“Gimana, dek? Jadi beli yang
itu?” tanya sales.
Fia tidak menjawab. Yang ada
kepalanya malah bingung. “Boleh lihat-lihat dulu, kan?” tanya Fia.
“Ya,” kata si sales. Tapi tidak
seramah tadi. Sepertinya dia kesal karena Fia sudah mengacak-acak baju tapi
tidak jadi mengambilnya.
Fia kembali memilih. Semakin banyak yang dilihat, Fia malah
semakin bingung. Ada yang disukainya, tapi harganya mahal sekali. Tidak cukup
dengan uang pemberian Mama.
Akhirnya Fia mencoba beberapa baju. Sampai lebih satu jam
tak ada yang yakin di hatinya. Sampai akhirnya dia menemukan baju kotak-kotak
berwarna ungu. Setelah mencobanya, Fia memutuskan membelinya.
Fia pun menuju kasir. Lumayan antri. Sambil menunggu giliran
Fia hendak menyiapkan uangnya. Dia membuka dompet.
Tidak ada!
Ya, Fia tidak menemukan dua lembar uang seratus ribu dari
Mama. Fia bingung. Apakah ada yang mengambil uangnya? Ataukah terjatuh?
“Dek, silakan maju,” kata orang di belakang Fia.
“Bu, silakan duluan. Saya tidak jadi belinya. Uang saya di
dompet hilang,” kata Fia.
Ibu itu langsung maju. Sama sekali tidak peduli dengan
keterangan Fia. Tidak ada rasa kasihan sedikit pun. Fia keluar antrian.
Tiba-tiba Fia teringat sesuatu. Ya, dia tadi memang tidak
menyimpan uang di dompet! Fia membuka sepatunya. Sebelum berangkat, Fia
menyimpannya diinjakan sepatunya. Saking khawatir uangnya itu hilang dicopet.
Ah, Fia merasa lega. Dia kembali antrian dan membayar bajunya
ketika di depan kasir.
Begitu beres, Fia langsung pulang ke rumah.
“Bagaimana acara belanjanya bajunya tadi?” tanya Mama yang
masih di depan komputer.
“Nggak seru! Nggak asyik! Pokoknya, Fia kapok belanja baju
tanpa ditemani Mama,” kata Fia.
Mama tersenyum sambil membuka tas belanjaan Fia. Ketika Mama
membuka baju yang dibeli Fia, Mama langsung mengerutkan alisnya. “Lho, Fia kok
beli baju kayak gini?” tanya Mama.
“Kenapa, Ma? Jelek ya?” tanya Fia.
“Bukan. Tapi baju ini kan sama seperti yang dibeli Rosa dua
hari lalu,” kata Mama.
Fia terbelalak. “Wuaduh, nanti dikira Fia ikut-ikutan nih,”
kata Fia menyesal.
“Ya, sudah dibeli mau gimana lagi. Nanti kamu bilang aja
sama Rosa, kalau mau pakai bajunya jangan barengan. Nanti dikra anak kembar
lagi,” ledek Mama.
Fia makin tertunduk lesu.
^_^
No comments:
Post a Comment