Hilangnya Jam Dinding
Hari ini seisi rumah heboh. Pagi hari ketika Ibu terbangun, tidak menemukan jam dinding di tempatnya.
“Bagaimana jam dinding itu bisa hilang?” tanya Ibu.
Hari ini seisi rumah heboh. Pagi hari ketika Ibu terbangun, tidak menemukan jam dinding di tempatnya.
“Bagaimana jam dinding itu bisa hilang?” tanya Ibu.
“Sebelum tidur, ayah masih melihat jam dinding itu,” kata
Ayah.
“Aduh, sekarang jam berapa?” tanya kak Indra.
Fajar sudah menyingsing. Akhirnya, kami semua sibuk
memrsiapkan diri. Aku dan Bang Indra siap ke sekolah, Ayah siap ke kantor, Ibu
siap … siap apa ya? Pokoknya siap membantu kami semua.
Jadilah kami bersiap dengan terburu-buru. Tidak tahu jam
berapa sekarang. Ayah tidak punya arloji karena tidak suka pakai arloji. Ibu
apalagi. Alergi pakai arloji. Bang Indra ketularan ayah, jadi semua melihat
waktu dari handphone. Jadinya tidak menyenangkan.
Kami melupakan jam dinding itu karena sibuk.
Sampai di sekolah aku menceritakan hilangnya jam dinding itu kepada Via, sahabat sebangku.
Sampai di sekolah aku menceritakan hilangnya jam dinding itu kepada Via, sahabat sebangku.
“Memang itu jam dinding mahal?” tanya Via.
“Tidak juga sih. Aku tidak tahu harganya.”
“Aneh ya bisa hilang.”
“Tapi Ayah akan membeli yang baru pulang kerja nanti.”
“Aku penasaran. Ke mana jam itu?”
“Kata Ibu, paling juga Ayah yang menyembunyikan. Tapi
pura-pura. Ayah sering begitu soalnya. Pasti karena Ayah ingin membeli jam
dinding baru.”
“Oh begitu,” Via manggut-manggut. “Boleh aku ke rumahmu? Aku
ingin mencari jam dinding di rumahmu. Habis makan siang, aku akan ke rumahmu.”
“Iya. Aku tunggu.”
Bel tanda masuk sekolah berbunyi. Aku belajar seperti
biasanya. Sedikit aku teringat tentang jam dinding itu.
Jam dinding itu adalah hadiah ulang tahun pernikahan untuk ayah dan ibu tiga tahun lalu dari Bang Indra. Uangnya dari uang tabungan Bang Indra. Jam dindingnya sih biasa saja. Tapi ada foto ayah dan Ibu. Hm, kenapa bisa hilang? Kenapa Ayah ingin menggantinya?
Jam dinding itu adalah hadiah ulang tahun pernikahan untuk ayah dan ibu tiga tahun lalu dari Bang Indra. Uangnya dari uang tabungan Bang Indra. Jam dindingnya sih biasa saja. Tapi ada foto ayah dan Ibu. Hm, kenapa bisa hilang? Kenapa Ayah ingin menggantinya?
Sepulang sekolah aku melihat Ibu baru selesai masak makan
siang. Aku mengganti pakaian, lalu makan siang ditemani Ibu.
“Bu, jam dindingnya hilang ke mana ya?” tanyaku.
“Nanti tanya saja sama Ayah,” kata Ibu. “Ibu malah sudah
lupa kita kehilangan jam dinding.”
“Bukan karena dicuri ya?”
“Siapa yang mau mencuri jam itu? Lagi pula, sudah diperiksa
Ibu, taka ada orang masuk. Kalaupun ada pencuri, pasti sudah mengambil barang
berharga lainnya.”
Benar juga sih.
Setelah makan aku kembali ke kamar. Aku terbiasa mengerjakan
pekerjaan rumah siang hari. Hari ini ada PR Bahasa Inggris. Saat hendak
kukerjakan, ternyata kamus di mejaku tidak ada. Aku yakin pasti di kamar Bang
Indra.
Bang Indra belum pulang. Jadi aku masuk kamarnya tanpa izin.
Kulihat ada kamusku di meja belajar kak Indra. Dan … aku melihat ada yang
menggeletak di sudut kamar. Jam dinding! Ya, itu jam dinding yang hilang itu.
Belum hilang rasa kagetku, aku mendengar suara bel pintu.
Ah, itu pasti Via. Aku segera menemuinya. Benar dugaanku.
“Rasti, aku masih penasaran dengan jam dindingmu itu,” kata
Via kemudian.
“Aku sudah menemukannya. Ada di kamar Bang indra.”
“Jadi dia yang mengambil.”
“Ya. Ikut aku yuk.”
Aku mengajak Via ke kamar Bang indra dan menunjukkan jam
dinding itu.
“Wuah, kacanya retak. Sepertinya jam diniding ini jatuh
terbanting ke lantai. Atau kakamu yang me,banting?”
“Kenapa?”
“Ya, bisa saja kesal. Mungkin kakakmu kesal, sudah
memberikan hadiah jam dinding ini, tapi ayah dan ibumu tidak menghargai
pemberiannya.”
“Ah, masa sih? Bang indra tidak seperti itu.”
“Kita cari tahu.”
“Bagaimana caranya?”
“Baca buku hariannya.”
“Bang Indra nggak menulis buku harian. Tapi dia punya blog.”
“Mari kita buka blognya.”
Aku pun mengajak Via membuka lomputer dan internet di
kamarku. Kuketik alamat blog Bang Indra. Di halaman terakhir, ada foto jam
rusak itu. Lalu seidkit tulisan.
“Jam dinding hadiah ulangtahunku untuk pernikahan ayah dan
ibu jatuh semalam. Kayaknya tersenggol cecak yang berkelahi. Aku tidak ingin
ada pikiran macam-macam untuk ayah dan ibu karena jam itu jatuh. Apalagi
ada fotonya. Takut tahayul. Jadi aku sembunyikan saja …”
Aku dan Via berpandangan. Sekarang kami sudah tahu sebabnya.
^_^
^_^
No comments:
Post a Comment