oleh Benny Rhamdani
Rasi bintang Aquarius di langit tampak berkilauan, ketika lahir seorang
bayi cantik di Istana Athela. Raja kemudian memberinya nama Princess
Aquaryz seperti rasi bintang yang menyaksikan kelahiran bayi itu. Oh
iya, rasi bintang adalah sekumpulan bintang terang yang tersusun
menyerupai simbol tertentu.
“Semoga kelak kau menjadi seorang princess yang senang menolong, terutama mereka yang sedang kesulitan,” harap sang Raja.
Saat tumbuh remaja, Princess Aquaryz sangat suka berenang. Dia memiliki
kolam renang khusus di istana, serta seorang pelatih pribadi.
“Pelatih, apakah aku sudah menjadi perenang yang baik?” tanya Princess Aquaryz suatu hari.
“Ya, tentu saja. Gerakan renang Princess sangat indah. Princess juga mampu berenang dengan cepat,” kata sang pelatih.
“Apakah aku saat ini sudah menjadi perenang terbaik di negeri ini?” tanya Princess Aquaryz lagi.
“Aku belum tahu, Princess. Kupikir sebaiknya Princess mengikuti
langsung lomba renang tahunan di Danau Kemilau. Di lomba itu, semua
rakyat yang jago renang akan berlomba untuk menemukan siapa yang paling
tercepat,” saran sang pelatih.
“Ya, tapi aku tidak mau mengikuti lomba itu sebagai seorang Princess.
Jangan-jangan mereka mengalah karena tidak mau menyakiti hatiku,” kata
Princess Aquaryz. “Kapan lomba renang itu akan diselenggarakan?”
“Akhir bulan ini. Jika Princess Aquaryz akan mengikutinya, masih cukup waktu untuk berlatih khusus,” jelas si pelatih.
“Baiklah. Kalau begitu, tolong daftarkan aku dengan nama samaran Tirtani,” kata Princess Aquaryz.
Pelatih pun menjalankan permintaan Princess Aquaryz. Sehari kemudian
Princess Aquaryz berlatih renang lebih giat lagi. Ketika hari perlombaan
tiba, Princess Aquaryz sudah benar-benar siap berlomba.
Princess Aquaryz pergi keluar istana dengan menyamar sebagai rakyat
biasa. Dia menunggang kuda yang paling jelek di istal kerajaan. Tak ada
satu pun pengawal yang mengikutinya. Hanya sang pelatih yang mengikuti
Princess Aquaryz dari jarak jauh.
Di tengah perjalanan tiba-tiba terjadi kecelakaan. Kaki kuda yang
ditunggangi Princess Aquaryz masuk ke lubang. Akibatnya, kaki kuda itu
patah. Bahkan Princess Aquaryz pun terjatuh.
Pelatih yang ada di belakang buru-buru mendekati Princess Aquaryz. Tapi
seorang gadis berkulit kecokelatan telah mendahului menolong Princess
Aquaryz.
“Mari aku bantu. Kau tidak apa-apa, kan?” tanya gadis itu sambil memapah Princess Aquaryz ke sisi jalan.
“Aku tidak apa-apa. Tapi sepertinya kudaku tidak bisa mengantarku lagi,” kata Princess Aquaryz.
“Rumahku belum jauh dari sini. Bagaimana kalau kita bawa kudamu ke rumah agar dirawat oleh kakakku?” saran gadis itu.
“Tapi aku harus segera tiba ke tempat tujuanku,” kata Princess Aquaryz.
“Memangnya kemana tujuanmu?” tanya gadis itu.
“Danau Kemilau. Aku akan ikut lomba berenang.”
“Wah, kebetulan. Aku juga akan ke sana. Kalu begitu nanti kau bisa
menumpang kudaku sja. Oh iya, namanya Jamunna,” kata gadis itu.
“Namaku Tirtani. Baiklah, aku mengikuti saranmu.”
Jamunna kemudian membangunkan kuda yang tadi ditunggangi Princess
Aquaryz. Untung saja kuda itu masih dapat berjalan meskipun pelan-pelan.
Untungnya lagi, rumah Jamunna dekat dari tempat itu.
Kedatangan Princess Aquaryz disambut ramah oleh keluarga Jamuna.
Padahal mereka baru mengenal tamunya. Kakak tertua Jamunna berjanji akan
mengobati kaki kuda Princess Aquaryz.
“Di mana ayahmu?” tanya Princess Aquaryz.
“Ayahku sedang terbaring sakit di kamar.”
“Mengapa tidak dibawa berobat?”
“Sudah. Dokter menyarankan agar ayahku segera dioperasi. Tapi kami
tidak punya uang untuk biaya operasi dan obatnya. Itu sebabnya hari ini
aku mengikuti lomba renang. Jika aku jadi pemenang, hadiah uangnya akan
kuberikan untuk biaya operasi dan pengobatan ayahku,” kata Jamunna.
“Kalau begitu, ayo kita segera berangkat ke Danau Kemilau,” ajak Princess Aquaryz.
Mereka pun berangkat menunggang satu kuda berdua. Sepanjang perjalanan
Princess Aquaryz banyak bertanya tentang sahabat barunya itu. Ternyata
Jamunna ikut berenang karena dia terbiasa berenang di sungai. Bukan
karena dia sering berlatih renang di kolam pribadi dengan pelatih
khusus.
“Sejak kecil aku harus berenang menuju sekolahku. Tak ada sekolah yang
dekat dengan rumahku. Aku harus berenang menyeberangi sungai sebab aku
tak mampu membayar perahu penyeberangan,” tutur Jamunna.
Princess Aquaryz merasa iba. Sebagai seorang princess, dia tak pernah
tahu ada seorang anak perempuan sebaya dengannya yang harus berjuang
demikian hebatnya untuk bersekolah. Sementara Princess Aquaryz cukup
berada di kamar untuk sekolah karena guru-guru akan datang ke kamarnya.
Setelah menunggang kuda beberapa saat, mereka tiba di sisi Danau
Kemilau. Rupanya banyak sekali orang yang sudah berkumpul. Acara lomba
renang tahunan itu sudah sangat terkenal.
Semua peserta yang sudah terdaftar segera mengikuti tahap seleksi awal.
Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mengikuti lomba renang
jarak pendek. Princess Aquaryz menjadi juara di kelompoknya sehingga ia
masuk ke babak final. Begitu pula Jamunna di kelompoknya.
Lomba pun akhirnya masuk ke babak final. Sepuluh perenang tercepat di
babak penyisihan harus berlomba adu cepat berenang dari ujung danau
utara ke ujung selatan lalu kembali lagi ke utara. Jarak yang cukup jauh
dan melelahkan buat yang tak terbiasa.
“Satu … dua … tiga!”
Peserta pun mulai mengayuh lengan dan kakinya agar menjadi perenang
tercepat. Setelah beberapa puluh meter, mulai terlihat tiga pemenang
yang berada paling depan. Pertama adalah Saras, pemenang lomba tahun
lalu. Di belakangnya adalah Princess Aquaryz, menyusul Jamunna.
Sampai saat berlaik dari selatan ke utara, tiga perenang ini melaju
jauh dri perenang lainnya. Princess Aquaryz yang ingin menjadi pemenang
lomba mencoba mempercepat kayuhan tangannya.
Tapi tiba-tiba ….
Princess Aquaryz melihat Saras yang berada di depannya mengurangi
kecepatannya, bahkan gerakan renangnya kacau seperti orang mau
tenggelam. Princess Aquaryz segera tahu bahwa Saras tengah mengalami
kram di anggota tubuhnya.
“Tenanglah, aku akan menolongmu!” kata Princess Aquaryz mendekati Saras.
Jamunna pun melihat saras yang kepayahan. Dia ikut menghampiri Saras untuk menolongnya.
“Jamunna, teruslah berlomba. Biar aku yang menolong Saras,” kata Princess Aquaryz.
“Aku tidak bisa membiarkannya kepayahan. Biar aku saja yang menolongnya,” tolak Jamunna.
“Jangan, Jamunna. Kau harus memenangkan lomba ini demi ayahmu,” kata Princess Aquaryz.
Jamunna terdiam sebentar. Dia kemudian meneruskan kembali berenang. Hampir saja seorang peserta lain menyusulnya.
Princess Aquaryz membantu Saras bertahan agar tak tenggelam. Beberapa
panitia kemudian menolong Saras ke tepi. Dari kejauhan Princess Aquaryz
melihat Jamunna sampai ke garis akhir paling cepat.
Begitu tiba di sisi pantai, Princess Aquaryz disambut keluarga Saras
yang mengucapkan terima kasih tak terhingga atas pertolongannya. Barulah
kemudian sang pelatih mendekati Princess Aquaryz.
“Princess, aku sangat bangga dengan apa yang telah dilakukan Pricess
tadi. Princess mau mengorbankan keinginan untuk menang demi
menyelamatkan nyawa seseorang, meskipun dia adalah lawan,” puji sang
pelatih berbisik.
“Aku belajar dari Jamunna. Kau tahu ketika aku terjatuh dan memberi
tahu bahwa aku akan mengkuti lomba ini, Jamunna malah bersemangat
menolongku. Padahal dia bisa saja meninggalkan aku karena aku akan
menjadi lawannya,” kata Princess Aquaryz.
Belum sempat sang pelatih menjawab, terdenmgar suara terikan Jamunna mendekati Princess Aquaryz.
“Tirtani, seharusnya kaulah pemenangnya. Aku sama sekali tidak berhak
mendapatkan hadiah ini,” kata Jamunna sambil membawa sekantung uang
emas.
“Tidak, Jamunna. Hadiah itu adalah milikmu,” tolak Princess Aquaryz.
“Kau bilang begitu bukan karena kasihan padaku, kan?”
“Kasihan? Aku justru bangga kepadamu. Bagaimana kalau tahun depan kita ikut lomba ini lagi?”
“Ya, aku akan ikut lagi,” sahut Jamunna setuju.
Mereka kemudian menuju rumah jamunna untuk mengambil kuda yang diobati. Ternyata kaki kuda itu berhasil diobati dengan baik.
“Terima kasih telah mengobati kaki kudaku. Sayang, aku tidak bias memberi apa-apa,” kata Princess Aquaryz.
“Tidak apa-apa. Kami menolongmu dengan ikhlas,” kata kakak Jamunna.
No comments:
Post a Comment