Friday, September 03, 2010

CERNAK, 5 September 2010


De Javu

Oleh Benny Rhamdani

Akhir pekan ini mas Widi mengajak Tia menengok kampung kelahiran kak Anis, tunangannya. Agar ada teman berlibur, Tia diperbolehkan mengajak sahabatnya, Becky. Tentu saja Becky senang. Sebab ia juga belum pernah mengunjungi daerah Lembang yang berada di utara kota Bandung.

"Aku sudah dengar daerah itu sangat sejuk dan tenang," kata Becky saat mobil yang dikendarai mas Widi mulai melaju.

"Aku malah penasaran pengen minum susu murni. Dan kalau malam hari , kita bisa makan jagung bakar empat rasa," tambah Tia tak mau kalah.

"Empat rasa bagaimana? Rasa kaldu ayam, rasa baso sapi, rasa..."

"Bukan begitu, Bek," timpal kak Anis menahan senyum. "Jagungnya sebelum dibakar diolesi mentega dulu, lalu sambal manis yang pedas. Jadi waktu kita makan jagung bakar itu akan terasa gurih, asam, manis dan pedas."

Becky hanya cengengesan. Mereka kemudian mengisi waktu perjalanan dengan main teka-teki. Banyak teka-teki baru yang dilontarkan Becky tak dapat dijawab oleh Tia. Seperti ketika Becky melontarkan pertanyaan, "Kalau sapi jadi rumput, manusia jadi apa ayo?"

"Manusia jadi nasi. Soalnya rumput itu makanan sapi, sedangkan nasi itu makanan manusia," jawab Tia memberikan alasan.

"Salah. Kalau sapi jadi rumput, manusia jadi pada bingung. Kan ajaib ada sapi bisa jadi rumput," kilah Becky.

Tia garuk-garuk kepala, sementara mas Widi dan Kak Anis tertawa kecil.

Permainan teka-teki mereka terhenti ketika kak Anis mengatakan bahwa mereka sudah memasuki daerah Lembang.

"Wah, benar kata orang. Udaranya sejuk meski matahari bersinar terang," komentar Becky sambil memandang ke luar jendela mobil.

"Terang saja sejuk. Mobil kita kan pakai ac," celetuk Tia.

"Iya, juga," sadar Becky sambil cekikikan. Matanya terus memperhatikan pemandangan yang ada. Namun ketika mobil ke luar dari jalan raya menuju jalan desa, Becky tercekat kaget melihat sebuah menara tua di sudut belokan. "Rasa-rasanya aku pernah melihat tempat seperti ini," gumamnya keras.

"Deja vu!" seru kak Anis.

"Apaan?" Becky dan Tia bertanya bareng.

"Deja vu. Itu seruan orang-orang Prancis kalau melihat sesuatu yang sepertinya pernah mereka lihat. Padahal sesungguhnya mereka memang baru pertama kali melihatnya," jelas mas Widi sambil terus menyupir.

"Kok bisa begitu, mas?" tanya Tia penasaran.

"Ya, mungkin dia pernah melihatnya di teve, di dalam mimpi, atau saat menghayal."

"Kalau tak salah setelah ini kita akan melewati jembatan," gumam Becky lagi.

"Jangan sok tahu! Kamu kan baru sekali ini kemari," cela Tia.

"Becky benar. Tuh di depan jembatannya," timpal kak Anis.

Tia terperanjat. Ia memandang Becky takjub. "Bagaiman kamu bisa mengetahuinya?" tanyanya kemudian.

"Aku tidak mengerti. Tiba-tiba saja aku merasa pernah melihat semuanya."

"Jangan-jangan kamu sekarang berubah jadi paranormal. Kamu bisa tahu lebih dulu apa yang akan terjadi, seperti cerita yang pernah kulihat di teve," ujar Tia sambil memegang bahu sahabatnya. "Coba, tebak sekarang, kalau besar nanti aku jadi apa?"

Becky memejamkan matanya sebentar. "Jadi tukang sapu," katanya sambil membuka mata.

Tia langsung melotot. Becky tertawa melihat sahabatnya kesal. "Aku bercanda. Sungguh, aku tidak tahu kamu nanti jadi apa," kata Becky meredakan kekesalan Tia. "Lagi pula apa yang kuketahui tadi mungkin hanya kebetulan saja. Aku tidak mau jadi paranormal. Mendingan jadi orang kaya."

"Yey, kalau begitu sih semua juga mau!" rutuk Tia.

Mobil yang mereka tumpangi akhirnya sampai di pelataran parkir sebuah rumah yang luas. Mereka segera turun dan berkenalan dengan kedua orangtua kak Anis. Pak Wiryanegara ternyata pemilik perkebunan palawija yang luas di Lembang. Tia, mas Widi dan Becky menempati sebuah paviliun yang asri di samping rumah Pak Wiryanegara.

Saat sore tiba mereka duduk di beranda sambil menikmati susu murni yang sudah diolah menjadi yoghurt. Kak Anis juga mengolah susu itu dengan tambahan coklat agar tidak terlalu asam.

"Rasanya aku juga sudah pernah berada di tempat ini. Kak Anis, apakah tidak jauh dari tempat ini ada telaga kecil dengan bebek Bali yang berenang setiap hari?" tanya Becky sambil menghabiskan yoghurtnya.

"Ya, telaga itu memang ada. Tapi bebek Bali yang biasa berenang itu tidak ada lagi. Mungkin sekitar lima tahun lalu kamu bisa melihatnya dan...." Kak Anis memotong kalimatnya untuk berpikir beberapa saat.

Sementara Tia semakin kagum dengan sahabatnya yang punya keajaiban.

"Kakak tahu sekarang, apa sebabnya Becky seolah pernah datang ke tempat ini," cetus Kak Anis kemudian. "Kamu pasti suka baca buku cerita, kan? Coba ingat-ingat, apakah kamu pernah membaca buku cerita yang berjudul Kampung Kami Tercinta?"

Becky berusaha mengingatnya. "Ya. Tapi sudah lama sekali. Waktu kelas tiga dulu," sahutnya.

Kak Anis tersenyum. "Buku itu ditulis paman kak Anis empat tahun lalu. Isi buku cerita itu banyak melukiskan keadaan desa ini. Termasuk telaga kecil dengan bebek Balinya. Karena bebek Bali itu memang milik paman kakak. Kamu ingat nama pengarangnya? Herdian. Itu nama samarannya," jelas kak Anis.

Becky manggut-manggut. "Ya, benar. Aku ingat sekarang. Bahkan aku juga ingat kembali semua bagian cerita buku itu. Soalnya buku itu bagus sekali," ujar Becky.

"Ya, begitulah kerja otak kita. Dia akan menyimpan ke dalam bagian dari otak yang disebut memori, untuk apa saja yang kita alami lewat panca indera kita. Sesekali apa yang disimpan dalam memori itu keluar tanpa sengaja, seperti yang dialami Becky hari ini," mas Widi membantu menjelaskan.

"Wah, kalau begitu tadi bukan keajaiban dong. Kupikir Becky benar-benar akan jadi paranormal. Kan hebat kalau dia bisa jadi orang sakti," gerutu Tia.

"Apalagi kalau aku bisa menyihir. Akan kusihir kamu jadi bebek Bali!' sambung Becky.

Semuanya langsung tertawa. Tia yang semula kesal akhirnya ikutan tertawa.

No comments: