Ketakutan Mika
Mika berjalan lebih cepat dari biasanya. Bahkan hampir seperti berlari. Sentar-bentar dia menengok ke belakang. Di dekat masjid dia baru berhenti sebentar sambil mengusap dadanya. Napasnya tersengal-sengal.
“Ada apa, Mika?”
“OH!” Mika terkejut. “Sinta. Kukira siapa. Bikin kaget aja.”
“Kamu kayak yang ketakutan begitu,” kata Sinta.
“Ya, tadi aku mau pulang ke rumah. Tapi di tengah jalan aku melihat orang gila. Jadinya aku alik lagi,” jelas Mika.
“Orang gila?” Sinta tak percaya.
“Iya. Perempuan muda dengan dandanan yang aneh. Dia tadi ngomong sendiri di jalan sambil ketawa-tawa,” tambah Mika.
“Di mana? Antar aku yuk!” pinta Santi.
“Nggak ah. Kamu aja sendiri ke sana.”
Santi menarik lengan Mika yang kecil. Tetu saja Mika kalah kuat. Dia akhirnya mneuruti Sinta daripada lengannya sakit. Tapi sepanjang jalan sampai rumah Mika, mereka tak menemukan siapapun.
“Ah, kamu bohong banget. Bilang saja kamu penakut dan minta diantar,” kata Sinta.
“Aku nggak bohong kok. Tapi kalau kamu nggak percaya ya sudah.” Mika masuk ke rumah. Dia mengajak Sinta, tapi Sinta tidak mau. Dia ingin pulang ke rumahnya.
Malam hari sekita pukul tujuh, Ibu masuk ke kamar Mika.
“Mika, bohlam di kamar adikmu mati. Ibu bisa inta tolong belikan lampu ke toko Pak Rahmat, kan?” tanya Ibu.
“Mika lagi banyak pe-er,Bu,” kata Mika sambil pura-pura menyibukkan diri dengan buku tulisnya.
“Sebentar saja. Kalau perginya nanti, tokonya keburu tutup,” kata Ibu.
Mika bingung. Aalasan apa lagi yang bisa diberikan?
“Mika … ng …”
“Kenapa?” tanya Ibu.
“Mika takut keluar rumah,” ucap Mika kemudian.
“Takut apa? Setan? Biasanya kamu nggak pernah takut kalau beli makanan ke toko Pak Rahmat malam-malam juga.”
“Bukan setan, Bu. Mika takut sama orang gila.” Mika menggigit bibirnya.
“Memangnya di komplek kita ada orang gila?” Ibu malah bingung.
“Iya, tadi pulang ngaji sore dari masjid, Mika melihat orang gila. Tepatnya di depan rumah Bu Tasya.”
Ibu tidak percaya. Ibu pikir Mika hanya mencari alasan karena malas disuruh Ibu.
“Ya, sudah kalau kamu tidak mau. Ibu saja yang pergi ke toko Pak Rahmat. Tapi tolong jaga adikmu sebentar. Tadi abis inum susu. Nanti kalau pipis, tolong diganti popoknya ya,” kata Ibu.
Mengganti popok? Oh, Mika paling tidak mau.
“Ng… biar Mika saja yang ke toko, Bu.” Mika langsung mengambil uang dari Ibu. Dia pun pergi ke luar rumah berjalan kaki. Jarak ke toko Pak Rahmat hanya seratus meter. Tapi melewati rumah Bu Tasya.
Mika berjalan pelan, sambil mengawasi sekitarnya. Dia tidak ingin tahu-tahu ada orang gila mengejarnya. Untungnya sampai toko Pak Rahmat tak ada yang mengganggunya di tengah jalan. Buru-buru Mika membeli bohla lampu. Dia ingin sehgera sampai rumah.
Dalam perjalanan pulang, Mika berjalan lebih cepat. Tiba-tiba …
“Hahahahaha ….”
Suara itu terdengar. Mika mencari sumber suaranya. Ternyata ada di teras rumah Bu Tasya. Dan orang itu…. Mika langsung lari ke rumah. Ibu yang melihat Mika datang dengan muka pucat langsung bertanya,” Ada apa?”
Mika menceritakan apa yang dilihatnya tadi, Ibu jadi penasaran. Ibu langsung menelepon Bu Tasya untuk memastikan.
Setelah bercakap agak lama, akhirnya Ibu menemui Mika.
“Tadi Bu tasya minta maaf karena sudah membuatmu takut. Ng … rupanya Bu Tasya lagi latihan untuk casting main sinetron jadi orang gila. Ya, Mika tahu sendiri, dari dulu Bu Tasya itu kan pengen sekali main sinetron,” jelas Ibu.
Mika hanya mangggut-manggut. Dia jadi merasa geli dengan pengalamannya hari ini.
^_^
(ben)
No comments:
Post a Comment