Friday, November 18, 2011
Cernak, 20 November 2011
Ibuku Setengah Robot
oleh Benny Rhamdani
Sebenarnya aku tidak mau menceritakan ini kepada kalian. Aku takut kalian nanti takut bila bertemu aku.Ah, tapi mudah-mudahan tidak.
Bermula ketika aku sedang bermain di halaman. Tiba-tiba saja aku merasa tanah yang kupijak berguncang. Ada apa ini?
"Mom, gempa!" teriakku panik memanggil ibuku yang tengah memasak di dapur.
Mom keluar tergesa-gesa. Aku yakin dia merasakan hal yang sama denganku. Dan dia kelihatan panik juga saat menghampiriku.
"Menjauh dari pohon!" teriak Mom.
Aku tak langsung menjauh. Kupunguti boneka-boneka kesayanganku yang kuletakkan di atas matras. Tiba-tiba kupingku mendengar suara berderak.
"Diera!" suara Mom menyusul.
Aku masih sempat melihat dahan pohon eik besar hendak menimpaku. Aku melihat juga Mom melesat cepat, menahan batang pohon yang akan menimpa tubuhku, lalu melempar batang besar itu. Mom langsung menggendongku dan memelukku erat.
"Kamu tidak apa-apa, Diera?" tanya Mom.
"Ya."
Kami terdiam hampir setengah menit. Menunggu gempa berikutnya. Tapi bumi kurasakan tenang kembali. Mom kemudian menurunkan aku.
"Mom kuat sekali. Dahan pohon itu berat kan, Mom?" tanyaku.
"Mom pikir itu yang disebut mujizat. Mom hanya ingin melindungimu." Mom memperhatikan sekeliling. "Banyak yang rusak. Mari kita lihat ke dalam rumah."
Kami masuk ke rumah. Tapi pikiranku masih berputar. Masih belum puas dengan jawaban ibuku itu. Di dalam rumah kami melihat beberapa piring yang jatuh ke lantai. Mom segera membereskannya. Tiba-tiba lantai bergetar kembali.
"Diera lekas keluar!" seru Mom.
Aku bergerak tanpa menunggu perintah kedua kalinya. Saat di luar aku melihat Mom terlambat bergerak. Tiba-tiba atap rumah ambruk begitu saja. Mom berusaha menahannya tapi tak cukup kuat. Lengannya tergores patahan kayu.
"Mom!" teriakku.
Mom berhasil meloloskan diri dari runtuhan atap. Aku mendekatinya dan memeriksa lengan kanannya.
"Mom?" aku terkejut. Mengapa lengan Mom tidak berdarah? Mengapa justru aku melihat rangkaian logam dan kabel di lengan Mom?
"Kita berada di luar dulu, Diera. ruapanya, gempa ini masih ada susulannya." Mom tak menjawab pertanyaanku. Dia menutup lengannya dengan telapak tangan kirinya.
Di halaman aku terus memandang Mom.
"Dierra, Mom minta kamu merahasiakan ini," kata Mom pelan.
Aku mengangguk sambil menunggu penjelasan lainnya. "Apakah Mom ini robot?" tanyaku tak tahan.
"Bukan, sayangku. Mom ini manusia. Sewaktu kecil, Mom kecelakaan. Lengan Mom patah, lalu dioperasi dan digantikan lengan robot ini," jelas Mom.
Aku berusaha membayangkannya. Jawaban Mom sangat masuk akal.
"Berarti Mom harus ke dokter untuk mengobati, eh ... memperbaikinya."
"Ya, kita tunggu Dad pulang nanti."
Sore hari Dad pulang. Setelah bicara beberapa lama, Dad mengajak Mom pergi. Aku diminta tetap di rumah karena harus mengerajakan PR-ku.
Entah jam berapa, aku mulai merasa ngantuk. Aku tertidur pulas.
***
Pak Rosman masuk ke kamar Diera diikuti Bu Rosman.
"Kita harus segera menghapus memorinya," kata Bu Rosman.
Pak Rosman mengeluarkan alat operasi. Sebuah remote dinyalakan. Diera yang semula masih bernapas, mendadak dadanya berhenti bergerak. Pak Rosman kemudian membedah dada Diera. Menakjubkan. Dalam tubuh Diera tampak aneka bentuk logam dan kabel.
"Aku ingin anak kita jangan sampai curiga dengan orangtuanya, hingga akhirnya tahu kalau dia sendiri adalah robot dari masa depan," kata Bu Rosman lirih.
^_^
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment