Nonton Barongsai
Oleh Benny Rhamdani
Mama dan papa mengajak aku dan Dion ke mal sore ini. Kata Papa, di mal
akan ada atraksi barongsai. Waduh, setahun yang lalu aku melihat atraksi
barngsai itu. Keren sekali! Tapi adikku waktu itu tidak ikut karena
sedang kurang sehat. Lagipula umurnya waktu itu masih tiga tahun.
“Nanti kalau diajak malah takut,” kata papa.
Kalau sekarang Dion sudah empat tahun. Sudah bisa dijelaskan kalau takut sesuatu hal.
“Ini dia barongsai!” aku menunjukkan Dion gambar-gambar barngsai di koran kesayngan ayah Berita Pagi.
“Bagus. Mau lihat balongsai,” kata Dion yang masih cadel mengucapkan huruf ‘r’.
Rasanya tidak sabar menunggu sore tiba. Sempat sedikit
khawatir juga karena di kompleks rumahku tadi turun hujan walaupun
sebentar.
Pukul tiga kami semua berangkat ke mal.
Wah, susana mal sangat ramai sekali. Hiasan di mal berbeda dengan yang
kulihat ketika datang ke sini bersama Mama sebulan lalu. Hehehem aku
Mama memang jarang mengajak aku ke mal. Kami sekeluarga lebih suka main
ke toko buku atau berekreasi di alam terbuka.
Langit-langit mal dihiasi lampion, juga aneka hiasan berwarna merah.
Beginilah suasana kalau tahun baru imlek tiba. Aku sendiri tidak tahu
banyak tentang tahun baru imlek. Tapi di kelasku ada beberapa teman yang
merayakannya, seperti Robert, Shirley dam Loyd.
Robert bercerita kalau tahun baru imlek tiba dia akan mendapat angpau,
yakni amplop berisi uang. Loyd bercerita tentang pohon angpau di
rumahnya yang boleh dipetik oleh tamu yang datang. Sementara Shirley
vercerita tentang makanan. Hihihi, dia memang suka makan.
“Ada dodol, nastar, kue keranjang, wah … pokoknya banyak!”: begitu kata Shirley saat bercerita di kelas.
“Mana barongsainya?” Dion tiba-tiba berteriak tak sabar.
Mama dan Papa berusaha menenangkan Dion. Kami berjalan-jalan
dulu mengitari mal. Kami kemudian mampir ke restoran bakmi dan memesan
tiga kwe tiauw. Dion tak mau memesan apa-apa. Dia sudah tak sabar ingin
melihat barongsai.
“Nggak ah. Dion nggak mau apa-apa. Dion mau lihat balongsai,” teriak Dion.
Beberapa orang di sekitar kami tertawa melihat tingkah Dion.
Tapi karena haus, Dion mau memesan minuman. Ketika Papa membayar
makanan yang kami habiskan, tiba-tiba terdengar suara riuh.
“Balongsai!” teriak Dion sambil menarik lengan Papa.
Kami segera ke ruang lapang dekat lobi mall. Suara tabuhan
pengiring atraksi barongsai berbunyi memanggil para pengunjung mall
untuk berkumpul. Papa menuntun kami lebih mendekat. Tak lama kemudian
beberapa orang beraksi seperti di film kunfu. Lalu … barongsai itu
datang!
Para pengunjung betepuk tangan. Barongsai itu
beraksi. Aku melihat Dion terpana melihat barongsai. Sambil beraksi,
barongsai itu menarahkan kepalanya ke pengunjung. Ada beberapa
pengunjung yang melemparkan uang kertas ke mulutnya.
Lalu tiba-tiba barongsai itu menuju kami. Matanya berkedip-kedip lucu.
Namun tiba-tiba saja Dion menjerit keras. Dia ketakutan melihat kepala
itu mendekatinya.
“Huaaaaaa!” teriaknya nyaring.
Papa langsung berusaha menenangkannya. Tapi Dion tak kunjung
berhenti. Akhirnya Papa mengajak kami menjauh dari tempat atraksi
barongsai. Aduh, padahal aku amsih ingin melihat atraksi barongsai.
“Kenapa nangis? Barongsai kan tidak menggigit,” jelasku agar Dion berhenti menangis.
“Iya … Dion tahu,” jawabnya.
“Terus kenapa menangis? Kenapa takut?” tanyaku.
“Bukan takut. Tapi … tadi kaki Dion diinjak Kak Aya.”
Hah? Aku menginjak kaki Dion. Aduh pasti aku tidak sadar
melakukannya tadi. “Maafkan Kak Aya kalau begitu,” kataku karena malu.
Papa melihat kaki Dion. Wah, ternyata merah! Aku jadi serbasalah.
“Makanya kalo lagi asyik, lihat-lihat dulu kaki olang!” Dion mengomel.
“Maaf … “ Aku terus meminta maaf untuk kesekian kalinya. Kau
berharap Dion segera memaafkan aku, lalu kami menykasikan kembali
atraksi barngsai. Aku berjanji tidak akan menginjak kaki siapapun nanti.
Terutama kaki Dion! Hehehehe.
***
No comments:
Post a Comment