Komal
& Kodi
Di sebuah pinggir kota, terdapat
telaga kecil yang airnya bening. Para pedagang sering beristirahat di telaga
itu untuk mencuci muka atau menghilangkan rasa haus.
Di
telaga itu, tinggal dua ekor katak bernama Kodi dan Komal. Walaupun bersaudara,
sifat mereka sangat berlainan.
Suatu
hari, datang penjual gerabah dengan gerobaknya ke telaga itu. Namun, malang
nasibnya. Ketika hendak mencuci muka, cincin emas di jari manisnya terlepas dan
tenggelam ke dasar telaga.
“Aduh,
sialnya aku! Cincinku jatuh dan aku tak bisa berenang,” keluhnya.
“Salah
sendiri! Kalau tidak bisa berenang jangan dekat-dekat telaga ini,” timpal Komal
mengagetkan.
Pedagang
gerabah itu terkejut. Dia langsung memiliki harapan begitu melihat ada katak di
dekatnya.
“Maukah
kau menolongku mengambilkan cincinku yang terjatuh. Istriku bisa marah kalau
tahu cincin pernikahan kami itu hilang,” pinta pedagang gerabah.
“Aku
tidak mau!” jawab Komal ketus.
Pedagang
itu terus memohon. Namun, Komal tetap menolak. Tak lama kemudian, Kodi datang.
Pedagang gerabah itu langsung minta tolong pada Kodi.
“Tunggulah
sebentar,” ujar Kodi, lalu segera menyelam ke dasar telaga. Tak lama, ia muncul
dengan cincin emas. Diberikannya cincin emas itu pada pedagang gerabah.
“Terima
kasih atas kebaikanmu. Sebagai balas budi, kuberikan kau hadiah.” Pedagang
gerabah memberikan sebuah mangkuk keramik kecil untuk Kodi. Setelah itu, ia
melanjutkan perjalanannya.
“Heh,
untuk apa mangkuk itu? Kita tidak memerlukannya,” ejek Komal.
“Ya,
saat ini mungkin tidak perlu. Tapi, akan kusimpan,” sahut Kodi.
Beberapa
hari kemudian, singgahlah seorang pedagang minyak keliling ke telaga itu.
Nasibnya pun sedang sial. Kacamatanya terjatuh saat ia hendak mencuci muka.
“Bagaimana
aku bisa pulang tanpa kacamataku,” gumam tukang minyak itu.
“Pakai
tongkat saja!” seru Komal sambil tertawa mengejek.
Tukang
minyak mengamati dengan saksama sumber suara yang didengarnya. Samar-samar ia
melihat sekor katak dekat kakinya.
“Hei,
maukah kau mengambilkan kacamataku?” pinta tukang minyak itu.
“Tidak!”
jawab Komal langsung.
“Biar
aku yang menolongmu,” tiba-tiba Kodi datang dan membantu mengambil kacamata
tukang minyak.
“Terima
kasih. Sebagai hadiah, aku berikan sebotol minyak tanah dan korek api. Mungkin
kau memerlukannya suatu hari nanti,” kata tukang minyak. Ia pun melanjutkan
perjalanannya.
“Heh,
hati-hati dengan hadiah itu. Bisa-bisa telaga ini kebakaran," komentar
Komal.
”Aku
akan hati-hati menyimpannya,” sahut kodi.
Pada
hari lain, singgah pedagang kain ke telaga itu. Karena tidak hati-hati, jam
tangannya tercebur ke telaga.
“Aduh,
arloji kenang-kenangan ayahku tercebur. Siapa yang bisa membantuku
mengambilkannya?” gumam pedagang kain itu.
“Aku
bisa. Tapi, kau harus memberiku sekantong uang emas,” kata Komal tiba-tiba.
“Daganganku
belum laku. Aku hanya punya beberapa keping uang perak.”
“Tenang
saja. Biar aku yang membantu,” ujar Kodi yang muncul kemudian. Ia menceburkan
diri ke dasar telaga dan mendapatkan arloji milik pedagang kain. Kodi segera
memberikan arloji itu kepada pemiliknya.
“Terima
kasih. Atas kebaikanmu, kuberikan kau sehelai kain,” kata pedagang kain, lalu
meninggalkan telaga.
Komal
tertawa melihat Kodi menerima kain itu. Tapi, Kodi menyimpan pemberian itu.
Beberapa
waktu kemudian, datanglah musim kemarau. Lambat laun air telaga menyusut dan
semak-semak di sekitarnya meranggas. Tidak ada lagi serangga yang datang ke
telaga itu. Komal dan Kodi mulai kekurangan makanan.
Suatu
malam, mereka mulai kelaparan karena sudah dua hari tidak makan.
“Coba
kalau kau dulu meminta sesuatu yang bisa kita makan, saat menolong orang-orang
itu. Pasti saat ini kita tidak kelaparan. Barang-barang yang mereka berikan itu
tidak berguna,” ejek Komal kepada saudaranya.
Kodi
terdiam sebentar. Tiba-tiba, ia mendapat ide. Kodi menuangkan sedikit minyak
tanah ke mangkuk keramik di dekatnya. Ia menyobek kain dan memintalnya menjadi
sumbu. Ujung sumbu lalu dibakar api. Maka jadilah barang-barang hadiah itu
sebuah pelita yang menerangi mereka.
“Kodi,
kita tidak perlu cahaya. Yang kita perlukan adalah makanan,” protes Komal.
“Tenang,
Saudaraku. Apa kau tidak tahu, serangga paling senang melihat cahaya,” timpal
Kodi.
Benar
saja apa yang dikatakan Kodi. Tak lama kemudian, banyak serangga mendekati
pelita itu. Mereka segera memangsa serangga itu hingga cukup mengisi perut
mereka.
Komal
akhirnya sadar, ternyata barang-barang pemberian yang dikumpulkan Kodi itu
berguna juga. Komal bangga memiliki saudara yang baik hati dan cerdik.