Kebaikan
Puteri Kanaya
Puteri
Kanaya sangat senang bermain di sisi telaga yang letaknya agak jauh di luar
istana. Puteri Kanaya bermain selalu ditemani dayang-dayang.
Suatu
hari ketika Puteri Kanaya sedang bermain sendiri, tiba-tiba terdengar suara
tangisan bayi dari tengah telaga.
“Suara
bayi siapa itu? Sepertinya dari tengah telaga,” kata para dayang.
Puteri
Kanaya segera mendayung sampannya ke tengah telaga. Ia terkejut ketika melihat
sebuah keranjang mengapung di telaga. Keranjang itu berisi seorang bayi. Puteri
Kanaya segera membawa bayi itu bersamanya ke sisi telaga.
“Aduh,
bayi siapa ini?” tanya para dayang sambil mendekat.
“Sepertinya
dia kehausan atau kelaparan. Kita harus membawanya ke istana,” ajak Puteri Kanaya
bingung.
Mereka
kemudian kembali ke istana dengan tergesa-gesa. Langkah pertama yang dilakukan Puteri
Kanaya adalah menenangkan bayi itu. Seorang pelayan istana kebetulan memiliki
bayipula yang sedang menyusui. Karenanya Puteri Kanaya meminta pelayan bernama
Bu Yuka untuk menyusui bayi itu.
“Baiklah,
aku akan menyusuinya,” kata Bu Yuka sambil menggendong bayi lelaki itu.
Tapi
ketika Bu Yuka melihat gelag di kak bayi itu, Bu Yuka langsung menolak
menyusuinya.
“Maaf,
Puteri Kanaya. Bayi ini berasal dari Suku Berryz, sedangkan saya dari Suku
Simyan. Peraturan suku kami adalah tidak boleh membantu suku mereka sekecil
apapun,” kata Bu Yuka.
Puteri
Kanaya menarik nafas. Dia memang pernah mendengar, di negerinya ada dua suku
yang selalu berselisih. Keduanya sama-sama merasa suku paling unggul dari yang
lain. Akhirnya, mereka justru saling memusuhi.
“Bayi
ini mungkin memang dari Suku Berryz. Tapi percayalah, bayi ini tidak tahu
apa-apa soal permusuhan ayah, ibu, kakak, atau bahkan nenek moyangnya dengan
suku lainnya. Dia juga tidak minta dilahirkan di Suku Simyan. Tolonglah dia.
Anggaplah dia adalah bayimu sendiri,” kata Puteri Kanaya.
Bu
Yuka berpikir sebentar. Akhirnya, dia mau juga menyusui bayi yang masih
menangis itu.
“Tapi
tolong, jangan katakan kepada siapapun dari suku saya soal ini,” kata Bu Yuka.
Puteri
Kanaya mengangguk. Untunglah di istana hanya ada lima orang sesuku dengan Bu
Yuka. Mereka juga tidak tahu yang telah dilakukan Bu Yuka.
Setelah
bayi itu disusui, tangsinya pun mereda. Puteri Kanaya kemudian menitahkan
pengawal kerajaan mencari tahu orangtua dari bayi itu. Untunglah tanda gelang
di kakinya memudahkan pencarian. Para prajurit istana segera mendatangi wilayah
suku Simyan.
Ternyata
bayi itu adalah cucu dari Kepala Suku Simyan. Dia sangat senang mendengar kabar
cucunya selamat.
“Anakku
bersama isterinya sedang bermain di telaga dengan perahu. Tapi tiba-tiba perahu
bocor. Padahal mereka tidak bisa berenang. Akhirnya mereka tenggelam. Kami sudah
mencari bayinya, tapi rupanya diselamatkan Puteri Kanaya,” kata Pak Hatiche.
Pak Hatiche kemudian ke istana.
Untuk menejemput cucunya. Bayi itu masih bersama Puteri Kanaya.
“Terima kasih, Puteri Kanaya.
Cucvuku selamat karena pertolongan Puteri,” kata Pak Hatiche.
“Berterimakasihlah kepada Bu Yuka.
Dia yang menyusui bayi ini ketika kelaparan tadi,” kata Puteri Kanaya sambil
menunjuk Bu Yuka.
Pak Hatiche menatap Bu Yuka. Dari
anting yang dipakai Bu Yuka, Pak Hatiche segera mengenali Bu Yuka dari Suku
Berryz.
“Bu Yuka, terima kasih kuucapkan.
Mengapa kau mau menolong bayi ini? Padahal kamu pasti tahu bayi ini dari suku
yang bersleisih dengan suskumu,” kata Pak Hatiche.
“Saya adalah seorang ibu dan tahu
benar bagaimana perasaa ibu bila melihat bayinya menangis karena lapar dan
haus. Karena itu saya mau menyusui bayi itu. Tadi Puteri Kanaya juga
mengingatkan saya agar tidak memikirkan perselisihan yang ada. Biarlah orangg
tuanya tidak mau berdamai, tapai anak-anak jangan sampai ditumbuhi bibit
kebencian,” kata Bu Yuka.
Pak Hatiche mengangguk haru.
Puteri Kanaya kemudian meminta
Baginda Raja untuk mengumpulkan tokoh penting dari kedua suku. Mereka kemudian
diminta membuat perjanjian perdamaian.Kedua suku ini tidak boleh lagi berselisih
karena akan menimbulkan kebencian, dan kebencian akan menimbulkan dendam yang
terus menerus.