Pilihan Terbaik
oleh Benny Rhamdani
Sore itu Seli berkumpul di teras rumahnya bersama lima orang temannya. Suasana menjadi ramai sekali. Apalagi mereka tengah berembuk mempersiapkan rencana untuk kepergian hari Minggu besok.
Tempat rekreasi yang menjadi tujuan sudah ditetapkan, yakni Taman Mini Indonesia Indah. Selain tempatnya tidak begitu jauh dari tempat tinggal mereka, di sana mereka bisa berekreasi sambil mempelajari kebudayaan daerah lain di Indonesia.
"Jadi besok kita berkumpul di sini pukul sembilan dan masing-masing membawa
bekal sendiri. Untuk acara permainan kita tetapkan di sana saja," kata Soni setelah lama berembuk.
"Dan kalian tidak perlu memikirkan transportasinya. Ayahku sudah mengizinkan Mang Dudung mengantar kita dengan mobil kombi Ayah," tambah Seli, membuat Intan, Ari, Edi, dan Titi bersorak girang.
Karena tidak ada lagi yang mesti dibicarakan akhirnya mereka pun bubar, pulang ke rumah masing-masing.
"Aku harap Ibu mengizinkanku pergi. Aku sama sekali belum pernah ke Taman Mini," gumam Titi.
"Semoga. Tanpa kamu rasanya acaranya jadi tidak begitu seru," timpal Intan yang berjalan di sisi Titi.
"Kalau bisa, besok pagi kamu samper aku dulu ya, In," pinta Titi.
Intan mengangguk. Sampai di sebuah gang kecil Titi berpisah dengan Intan. Tiba di rumah, Titi mendapatkan ibunya belum pulang. Ibu Titi kerja di pabrik biskuit yang letaknya tak jauh dari rumah. Pulangnya selalu menjelang magrib nanti. Sambil menunggu Ibu pulang, Titi melakukan pekerjaan rutinnya.
Malamnya Titi mendekati Ibu. Agak sedikit ragu ia berkata, "Bu, teman-teman kelompok belajar Titi besok mau pergi ke Taman Mini. Boleh kan Titi ikut mereka?"
Ibu yang tengah menjahit menghentikan gerak tangannya. Mata Ibu mengarah ke arah Titi. "Ibu tidak keberatan kamu pergi dengan mereka. Cuma saat ini Ibu belum punya uang, jadi tidak bisa memberi bekal," kata Ibu sambil menarik napas.
"Titi pakai uang tabungan saja."
"Ya, terserah kamu saja" Tapi jangan dipakai semuanya," pesan Ibu. Tangan Ibu kemudian mengurut keningnya sendiri.
"Kenapa, Bu, pusing?" tanya Titi.
"Cuma sedikit. Paling sebentar lagi juga hilang."
Titi tersenyum. Ia lantas berjalan ke kamarnya. Belakangan ini ia memang sering melihat Ibu mengeluh. Seminggu yang lalu Ibu menerima surat dari Mas Toto, kakak Titi yang tinggal di Bandung bersama uwaknya. Isi surat itu mengatakan kalau Toto tengah membutuhkan uang untuk mengikuti ujian akhir sekolahnya di SMP. Padahal saat ini Ibu belum menerima gaji. Yah, kalau saja Ayah tidak meninggal setahun yang lalu..., keluh Titi.
Pagi harinya Titi bangun agak pagi. Ia heran ketika melihat Ibu belum bangun dari tidurnya. Padahal, meskipun hari Minggu Ibu tidak ke pabrik, biasanya tetap bangun pagi. Hal itu tentu saja membuat Titi khawatir.
Ibu terjaga dari tidurnya ketika mendengar suara derit pintu yang dibuka oleh Titi.
"Ibu sakit ya?" tanya Titi seraya mendekat ke tempat tidur Ibu.
"Agak demam. Mungkin mau flu."
Titi gelisah. Kalau Ibu sakit bagaimana mungkin ia bisa pergi dengan teman-temannya.
"Tapi kayaknya tidak terlalu berat," ujar Ibu yang dapat membaca kegelisahan di wajah Titi. "Kalau kamu mau pergi dengan teman-temanmu, pergi saja. Cuma nanti tolong panggilkan Mbak Tuning untuk menemani Ibu."
Tidak mungkin aku bisa pergi, kata Titi dalam hati. Kalaupun pergi tentu pikirannya tidak bisa penuh menikmati rekreasi, karena memikirkan keadaan Ibu.
"Ah, Titi tidak jadi ikut saja. Biar tidak usah panggil Mbak Tuning. Titi juga bisa kok menjaga Ibu."
"Kamu tidak menyesal dan tidak akan membuat kecewa teman-temanmu nantinya?"
Titi menggeleng. "Titi rasa mereka akan mengerti. Nanti Intan ke sini, biar Titi katakan terus terang saja agar mereka mau memaklumi."
Ibu tersenyum lembut. "Nah, kalau begitu sekarang tolong masakkan air dulu," kata Ibu kemudian.
"Baik, Bu," Titi berjalan ke dapur. Ya, biar saja hari ini aku tidak bisa pergi, lain kali mungkin bisa pergi dengan mereka, gumam Titi.***
No comments:
Post a Comment