Sarung Tidak Cuma di
Indonesia
Di negara kita, sarung sangat akrab dengan para pria muslim.
Anak lelaki sejak dini sudah dikenalkan cara memakai sarung. Tahukah kalian,
sarung tak hanya ada di Indonesia?
Salah satu produk tekstil yang berkembang di era Islam dan masih
bertahan hingga saat ini adalah sarung -- kain lebar yang dijahit pada kedua
ujungnya sehingga berbentuk seperti tabung. Menurut catatan sejarah, sarung berasal dari Yaman. Di negeri itu sarung biasa disebut futah.
Sarung juga dikenal dengan nama izaar, wazaar atau ma'awis. Masyarakat di negara Oman menyebut sarung dengan nama wizaar. Orang Arab Saudi mengenalnya dengan nama izaar. Penggunaan sarung telah meluas, tak hanya di Semenanjung Arab, namun juga mencapai Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, hingga Amerika dan Eropa.
Dalam Ensiklopedia
Britanica, disebutkan, sarung telah menjadi pakaian tradisomal masyarakat
Yaman. Sarung diyakini telah diproduksi dan digunakan masyarakat tradisional
Yaman sejak zaman dulu. Hingga kini, tradisi itu masih tetap melekat kuat.
Bahkan, hingga saat ini, futah atau sarung Yaman menjadi salah satu
oleh-oleh khas tradisional dari Yaman.
Orang-orang yang berkunjung ke Yaman biasanya tidak lupa
membeli sarung sebagai buah tangan bagi
para kerabatnya. Sarung awalnya digunakan suku badui yang tinggal di Yaman.
Sarung dari Yaman itu berasal dari kain putih yang dicelupkan ke dalam neel
yaitu bahan pewarna yang berwarna hitam. Sarung Yaman terdiri dari beberapa variasi, diantaranya model assafi, al-kada, dan annaqshah.
Hingga kini, para
pekerja modern di Yaman masih banyak yang menggunakan sarung. Para petugas
keamanan di Yaman pun boleh mengenakan sarung sebagai pakaian dinasnya.
Orang-orang Yaman tidak menggunakan sarung hingga mata kaki seperti masyarakat
Indonesia.
Sarung di Asia Selatan
Sarung tersebar luas di bagian Timur Laut India - di negara bagian Manipur. Mereka menyebutnya phanek. Di Selatan India negara bagian Kerala disebut mundu (jika sepenuhnya putih atau sepenuhnya hitam) dan lungi atau kaili jika berwarna. Di Tamil Nadu disebut sarem atau veshti atau lungi dan biasanya dipakai di rumah. Standar ukuran lungi adalah sepanjang 2,12 -1,2 meter.
Berbeda dengan sarung berwarna cerah Asia Tenggara, di Kerala ( mundu) lebih sering polos putih dan dipakai untuk tujuan seremonial atau agama. Di Kerala, sarung berwarna cerah disebut kaily.
Sarung sangat umum di Sri Lanka , dan hanya dikenakan oleh pria. Bentuk serupa sarung dikenakan oleh wanita disebut redda. Sarung adalah pakaian standar bagi kebanyakan pria di pedesaan dan bahkan beberapa masyarakat perkotaan. Namun, kebanyakan pria dari kelas sosial atas memakai sarung hanya sebagai pakaian malam yang nyaman.
Secara statistik, jumlah orang yang memakai sarung sebagai pakaian
dasar, sedang menurun di Sri Lanka. Alasannya karena sarung membawa stigma
menjadi pakaian kurang berpendidikan kelas sosial lebih rendah. Namun, ada
kecenderungan mengadopsi sarung baik sebagai pakaian modis, atau sebagai garmen
resmi dikenakan pada kesempatan khusus. Para
pemimpin politik dan sosial dari Sri Lanka yang ingin menggambarkan kerendahan
hati mereka dan kedekatan dengan " orang biasa "dan juga nasionalisme
mereka.
Sarung di Indonesia
Sarung juga telah menjadi salah satu pakaian penting dalam
tradisi Islam di Indonesia. Tradisi menggunakan sarung di Tanah Air tersebar di
berabagi wilayah. Pria Muslim di Indonesia biasa menggunakan sarung untuk
keperluan ibadah, upacara perkawinan maupun acara adat.
Kain sarung terbuat dari bermacam-macam bahan, baik berupa katun maupun polister. Sedangkan
motifnya bermacam-macam baik garis vertikal, horisontal, maupun kotak-kotak
dengan warna yang beraneka ragam seperti merah, biru, hijau, putih, maupun
hitam.
Tradisi menggunakan sarung di Indonesia boleh jadi mulai
berkembang setelah masuknya ajaran Islam yang dibawa para saudagar dari Arab,
khususnya Yaman. Sarung juga merupakan pakaian tradisional para nelayan Arab
yang berasal dari Teluk persia, Samudera Hindia, maupun Laut Merah sejak dulu.
Sarung juga digunakan olah orang-orang Turki sebagai baju tidur pada abad
pertengahan.
Sebenarnya di dunia Arab, sarung bukanlah pakaian yang
diidentikkan untuk melakukan ibadah seperti sholat. Bahkan di Mesir sarung
dianggap tidak pantas dipakai ke masjid
maupun untuk keperluan menghadiri acara-acara formal dan penting lainnya. Di
Mesir, sarung berfungsi sebagai baju
tidur yang hanya dipakai saat di kamar tidur.
Di Indonesia, sarung menjadi salah satu pakaian kehormatan
dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi. Tak heran jika sebagian masyarakat Indonesia sering mengenakan sarung untuk sholat di
masjid. Laki-laki mengenakan atasan baju koko dan bawahan sarung untuk sholat,
begitu pula wanita mengenakan atasan mukena dan bawahan sarung untuk sholat.
Sarung dipakai berbagai kalangan baik anak-anak, remaja,
maupun orang tua tidak mengenal ras maupun golongan, baik kaya maupun miskin.
Yang jelas, sarung telah menjadi pakaian ciri khas umat Islam Tanah Air. Sarung
tak hanya dikenakan kalangan santri pondok pesantren saja, tapi seluruh lapisan
masyarakat juga sudah familiar dan akrab
dengan sarung.
Sarung sudah diklaim menjadi salah satu pakaian tradisi
Muslim di Indonesia semacam pakaian untuk sholat, pergi ke masjid, pergi
tahlilan ke tempat saudara maupun teman yang meninggal, dan memperingati hari
raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha.
No comments:
Post a Comment