Penjual Misterius
Sudah hampir satu bulan lelaki itu
berjualan di sudut pasar. Dengan suara lantang, lelaki yang hanya dapat melihat
dengan sebelah mata itu berteriak, ”Ayo, beli pakaian pembawa kekayaan ini! Ayo
beli!”
Mulanya, banyak yang tertarik
dengan teriakannya. Namun, ketika tahu harga sepotong baju sangat mahal, mereka
hanya menggerutu.
“Harga baju seperti itu dua puluh
keping emas? Yang benar saja. Itu sangat mahal!” seru banyak orang. Meski tak
ada lagi yang mendatangi, penjual pakaian itu terus berdagang. Hingga suatu
siang, lelaki bernama Arun mendekatinya.
“Pak, bolehkah aku tahu mengapa
harga baju-baju ini sangat mahal?” tanya Arun.
“Karena, setelah membeli baju
dariku, dia pasti akan mendapat sekantung emas dari raja,” jawab pedagang itu.
“Bagaimana caranya?” Arun
penasaran.
“Oh, itu baru akan kuberitahu jika
kau membelinya,” jawab si pedagang.
“Sejujurnya, aku ingin membeli
baju itu. Tapi, aku tidak punya uang. Bagaimana kalau kubayar setelah
kudapatkan sekantung emas dari raja?” bujuk Arun kemudian.
Pedagang baju itu kelihatan
bimbang.
“Ayolah, aku tak akan menipumu,”
rayu Arun.
“Baiklah, ambil baju yang satu
ini. Ini adalah pakaian pertapa. Temuilah Baginda Raja dengan berpakaian
seperti pertapa. Perkenalkan dirimu sebagai anak pertapa di Bukit Kabut Hijau.
Ingatkan Baginda Raja bahwa lima tahun lalu beliau pernah ditolong saat
tersesat di hutan,” tutur penjual pakaian.
Arun mengangguk sambil berusaha
mengingat-ingat cerita lelaki di depannya. Keesokan harinya, ia segera menemui
Baginda Raja dan melakukan semua yang dikatakan pedagang pakaian.
Tanpa menunggu lama, raja langsung
memberikan sekantung emas kepada Arun. Beliau juga menawarkan untuk menginap
dan makan malam bersama, namun Arun menolak dengan alasan harus segera pulang.
Sepulang dari istana, Arun tidak
langsung menemui pedagang pakaian. Ia malah berfoya-foya menghabiskan uang yang
didapatnya. Satu bulan kemudian, ia kembali menemui pedagang pakaian itu.
“Pak, maafkan aku telah ingkar
janji. Uang yang diberikan Raja telah dirampok di tengah jalan,” katanya
berdusta, “bagaimana bila kau jual lagi satu baju padaku?”
Melihat kesedihan Arun, penjual
pakaian itu mau memaafkannya. “Kalau begitu, bawalah baju yang kedua.
Menyamarlah dengan pakaian tabib itu dan katakan bahwa kau anak Tabib Sungai
Hitam. Lima tahun lalu, Baginda Raja pernah berobat padanya,” tutur pedagang
itu.
Keesokan harinya, Arun kembali
menemui Baginda Raja. Sama seperti sebelumnya, Arun mengulangi kejahatannya. Ia
menghabiskan uang itu sendirian dan baru menemui pedagang pakaian setelah
uangnya habis.
“Maafkan aku sekali lagi, Pak.
Uang pemberian Raja telah kusumbangkan kepada penduduk di kampungku karena
mereka terserang wabah penyakit,” ujar Arun dengan muka sedih. “Sekarang, aku
berjanji tak akan mengulanginya jika kau berikan baju yang ketiga.”
“Baiklah, bawalah pakaian prajurit
itu. Menyamarlah kau sebagai seorang parjurit bernama Gupta. Baginda Raja akan
senang menyambutmu. Ingatkan bahwa kau adalah prajurit yang hilang lima tahun
lalu,” kata pedagang pakaian.
Keesokan harinya, Arun menemui
Baginda Raja dengan menyamar dengan prajurit. Tetapi, alangkah kagetnya Baginda
Raja ketika Arun menyebut dirinya sebagai Gupta.
“Pengawal, tangkap orang ini! Dia
prajurit yang telah berkhianat padaku ketika terjadi peperangan lima tahun
lalu!” teriak Baginda Raja.
Arun meronta-ronta sambil
mengatakan bahwa dia bukan Gupta. Di ruang pemeriksaan Arun menceritakan segalanya,
termasuk pria pedagang pakaian itu.
Prajurit kerajaan segera menjemput
pedagang pakaian dan membawanya ke hadapan Baginda Raja. Ternyata Baginda Raja
mengenali pedagang pakaian itu.
“Bukankah kau Mustakh, pengawal
setiaku? Mengapa keadaanmu seperti ini sekarang?” tanya Baginda Raja.
Ya, penjual pakaian itu ternyata
bernama Mustakh. Lima tahun lalu, setelah terjadi perang ia terserang penyakit.
Karena tak terobati matanya menjadi buta sebelah. Ia malu untuk kembali ke
kerajaan. Sayangnya, ia tak bisa mendapatkan pekerjaan pengganti yang pantas.
Baginda Raja terharu mendengarnya.
Ia segera memberi Mustakh sebidang tanah untuk digarapnya mengingat jasa-jasa
Mustakh di peperangan. Sementara, Arun tetap dihukum sebagai seorang penipu.
No comments:
Post a Comment