Baju Naruto
Oleh Benny Rhamdani
Kalian tahu Naruto? Pasti tahu dong. Nah, adikku sedang tergila-gila dengan tokoh jagoan satu itu. Gara-garanya, dia sering menonton film animasinya di televisi. Akhirnya, adikku yang bernama Dhika jadi suka Naruto.
“Apa sih hebatnya Naruto?” ledekku.
“Naruto itu hebat, ninta jagoan, berani, kuat, suka menolong. Nggak seperti Kak Dea yang penakut,” jawab Dhika.
“Tapi Naruto juga sering kalah,” lanjutku.
“Semua juga punya kelemahan. Namanya juga manusia,” Dhika tak mau kalah.
“Naruto bukan manusia. Dia tokoh khayalan!”
“Manusia!”
“Bukan!”
“Eh, apa-apaan sih? Kakan beradik kalau main bersama harus akur,” tegur Ayah.
Ibu memanggilku agar menjauh dari Dhika dan menemani Ibu memasak di dapur.
“Jangan ledek adikmu yang suka Naruto. Ambil hikmahnya saja. Sekarang adikmu, jadi pemberani, mau bekerja membantu ibu di rumah, juga tidak cengeng,” kata Ibu.
Aku mengangguk. Memang, ada benarnya kata Ibu. Adikku sekarang tidak pernah cengeng lagi. Soalnya, kalau adikku nangis, pasti Ibu akan berkata,”Masa sih Naruto cengeng? Malu ah!”
Kalau Ibu meminta Naruto mengangkat jemuran. Ibu akan berkata,”Naruto itu kuat dan suka membantu.” Pasti Dhika dengan hati riang segera membantu Ibu.
Tapi bagiku, kesukaan Dhika kepada Naruto tetap saja, kadang menjengkelkan. Apalagi belakangan ini, Dhika seperti makin menggila-gila menyukai Naruto. Dia minta dibelikan buku-buku Naruto, gambar-gambar Naruto, boneka Naruto, dan yang terakhir baju jaket seperti Naruto. Untuk permintaan terakhir ini, Ayah belum mengabulkan.
“Dhika harus membuktikan dulu bisa naik kelas dua, baru nanti Ayah belikan,” begitu janji Ayah.
Ternyata ucapan Ayah itu membuat Dhika semangat belajar. Sementara kulihat Ayah makin bingung ketika mendekati hari kenaikan kelas. Menurut Ibu, Ayah bingung menepati janjinya. Bukan karena bingung. Dhika kan berbadan gemuk, sangat susah mendapat baju Naruto yang ukurannya pas dengan Dhika.
Ketika hari kenaikan kelas tiba, Dhika langsung menagih Ayah. Dhika memang berhasil naik kelas dua. Malah duduk di rangking dua. Sementara aku naik ke kelas enam.
“Ayah mana bajunya?” tagih Dhika.
Ayah langsung mengajak kami jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Aku dibelikan sepatu baru model yang keren. Sementara Dhika tetap ingin baju Naruto.
Wah, ternyata tidak mudah mendapatkannya. Kami sudah keluar masuk berapa toko penjual kostum superhero. Memang kami menemukan baju itu, tapi ukurannya sempit ketika dicoba.
“Kamu sih gendut. Jadinya, nggak muat tuh. Harusnya kamu cari kostum Hulk aja,” saranku.
“Aku kan nggak suka warna ijo,” kata Dhika.
Dhika sudah hampir menangis. Ibu mencoba membujuk Dhika agar memberi baju super hero lainnya, seperti Spiderman. Tapi Dhika menolak.
“Pokoknya harus Naruto,” tolaknya setengah menjerit.
Ternyata menjelang sore. kami menemukan sebuah kios yang menjual baju Naruto yang ukurannya pas untuk Dhika! Hore, senang rasanya. Mungkin Ayah yang agak cemberut karena harganya mahal dan penjualnya tidak mau menurunkan harga seperak pun.
Tiba di rumah Dhika langsung memakainya lengkap dengan ikat kepala. Dia main loncat-loncatan seolah Naruto. Yang konyol, dia mencoba melompat dari pohon.
“Hei, jangan!” teriakku yang melihatnya.
“Tenang. Naruto hebat kjok!” katanya.
Ciiiaaat!
Akhirnya dia terjatuh. Untuk tidak tinggi. Tapi kulihat Dhika kesakitan.
“Sakit ya? Kalau nggak kuat nangis aja,” saranku.
“Nggak ah. Aku Naruto, bukan Superceng alias Super Cengeng,” tolak adikku membuat aku ingin tertawa.
Malamnya, bahkan adikku tidak ingin melepas baju Naruto itu. Tapi Ibu merayu, karena bajunya harus dicuci, biar esok kalau kering bisa dipakai lagi. Dhika pun mau melepasnya.
Baju pun dicuci Ibu. Tapi kemudian masalah timbul. Ternyata bahan baju itu jelek. Baju Naruto luntur. Warna oranye baju itu terkena lunturan warna hitam bagian kerahnya. jadi tercampur.
"Waduh, baju Naruto jadi kayak batik begitu!” seruku ketika melihat baju Naruto yang kelunturan.
Tapi marahkah Dhika?
“Biar saja. Bajunya luntur juga tidak apa-apa. Yang penting kebaikan dan kekuatan Naruto tidak luntur,” katanya seperti orang dewasa.
Aku, Ayah dan Ibu tertawa melihat lagaknya. Apalagi kemudian Dhika langsung memakai baju itu dan pura-pura mengeluarkan jurus seribu bayangan. Hm, kalau sudah begini, aku harus bersyukur adikku suka Naruto. Terima kasih, Naruto. Adikku sekarang tidak cengeng lagi.
^-^
No comments:
Post a Comment