Tiga Kesenian Betawi yang Terkenal
Kalian sudah pernah melihat kesenian Betawi? Jika belum pernah melihatnya langsung, kita bisa lho melihat di Internet. Ada baiknya kita manfaatkan Internet untuk mengenal seni budaya tanah air.
Nah, kali ini kita kenalan dengan tiga kesenian Betawi yang terkenal yuk. Apa saja ya?
Ondel-ondel
Ondel-ondel adalah
manekin raksasa yang tak dapat dipisahkan dari budaya Betawi dan Ikon Jakarta.
Tingginya sekitar 2 meter. Ondel-ondel biasanya tampil berpasangan, sang pria
mengenakan topeng merah dengan kumis dan cambang serta pakaian berwarna gelap.
Sementara si wanita bertopeng putih dengan gincu merah dan menggunakan pakaian
berwarna terang. Keduanya dilengkapi hiasan kepala khas Melayu bernama Kembang
Kelapa.
Agar bisa dimainkan dan tampak hidup, ondel-ondel dibuat dari rangka
bambu yang memungkinkan orang membawanya dari dalam. Ondel-ondel biasanya
ditampilkan pada sebuah arak-arakan dalam sejumlah acara, seperti pernikahan
atau sunatan. Arak-arakan semakin meriah karena ada irama tanjidor atau gambang
kromong yang mengiringinya.
Lenong
Lenong adalah teater
rakyat khas Betawi yang dikenal sejak tahun 1920-an. Sejak awal keberadaannya,
lenong diiringi dengan musik gambang kromong. Dalam Lenong dikenal dua jenis
cerita, yaitu Lenong Denes yang bercerita tentang kerajaan atau kaum bangsawan,
dan Lenong Preman yang berkisah tentang kehidupan rakyat sehari-hari.
Lenong Denes sendiri
adalah perkembangan dari bermacam bentuk teater rakyat Betawi yang sudah punah,
seperti wayang sumedar, wayang senggol ataupun wayang dermuluk. Sementara
Lenong Preman disebut-sebut sebagai perkembangan dari wayang sironda. Yang cukup
signifikan dalam perbedaan penampilan kedua lenong tersebut, Lenong Denes
umumnya menggunakan bahasa Melayu halus, sedangkan Lenong Preman rata-rata
menggunakan bahasa Betawi sehari-hari. Beberapa seniman Lenong Betawi terkenal
antara lain H.M. Nasir T, H. Bokir, Mpok Nori, dan Mandra.
Tanjidor
Musik Tanjidor
Betawi ternyata dilahirkan dari perkebunan Belanda yang terletak di pinggiran
Batavia seperti Depok, Cibinong, Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Yang
memainkannya adalah budak-budak seraya mempersembahkan pertunjukan untuk
menir-menir Belanda.
Saat perbudakan
dihapus pada abad ke-19, kelompok tanjidor tetap bermusik dengan cara mengamen
demi mendapatkan penghasilan. Pengaruh Eropa tampak jelas dari penggunaan alat
musik seperti terompet, bas, klarinet, dan simbal. Saat ini tandijor sudah
melebur dengan musik tradisional Melayu, yaitu gambang kromong yang menggunakan
rebana, beduk, gendang, kempul, dan masih banyak lagi.
No comments:
Post a Comment