Kenangan Indah
Oleh Benny Rhamdani
Musim hujan belum juga tiba. Belakangan ini matahari terasa terik. Cukup lama juga hujan tidak turun. Aku jadi merindukan hujan.
Ya, hujan selalu membuatku teringat sebuah cerita yang kualami.
Hari itu awal musim hujan. Mama memintaku membawa payung ke sekolah.
“Ma, aku
“Ya, jas hujan memang bisa melindungi kita dari hujan. Tapi itu kalau hujannya kecil atau gerimis. Sekarang
Aku tidak berani melawan permintaan Mama. Akhirnya terpaksa kubawa payung biru dari rumah. Sebenarnya agak merepotkan juga. Sudah membawa tas harus membawa payung juga. Apalagi payung biru Mama besar dan tidak bisa dilipat.
Setiba di sekolah kulihat cuaca sangat cerah. Aku jadi menyesal bawa payung segala.
“Pulang sekolah mau ngojek payung ya, Ryu?” ledek Ken.
“Sampai rumah ngojek payung berapa, Ryu?” ledek lainnya.
Uuuuh, aku benar-benar kesal mendengar ledekan mereka. Ah, tapi kata Mama aku tidak perlu meladeni teman-teman yang meledek. Mereka nanti malah akan kesenangan dan terus meledekku. Jadi aku diamkan saja mereka.
“Biar saja,Ryu. Aku juga bawa payung meskipun sudah bawa jas hujan. Kita kan nggak pernah tahu nanti hujan lebat atau nggak,” hibur Mia sahabat sebangkuku.
Payung Mia kecil dan bisa dilipat. Jadi tak ada anak lelaki yang melihatnya. Mia tak diolok-olok mereka seperti aku.
Pelajaran pertama adalah bahasa Inggris. Aku senang sekali pelajaran ini. Di kelas lima kami memang mulai diajari bahasa Inggris. Kali ini Bu Nurky mengajarkan tentang nama-nama benda dalam bahasa Inggris.
“Payung dalam bahasa Inggris adalah umbrella,” kata Bu Nurky.
“Bu saya mau tanya boleh?” tanya Ken.
“Ya, silakan,” ucap Bu Nurky.
“Kalau ojek payung bahasa Inggrisnya apa?” tanya Ken kemudian.
Seisi kelas tertawa. Tentu saja mereka menertawai aku, bukan Ken. Untung Bu Nurky tidak menyahuti pertanyaan konyol Ken tadi.
Pelajaran berikutnya Pak Juhro membahas tentang makhluk hidup spora.
“Salah satu tanaman spora adalah jamur payung,” jelas Pak Juhro.
“Wah, jamur payung sebesar payung yang dipakai Ryu ya, Pak?” celetuk Ken.
Anak-anak tak berani tertawa karena Pak Juhro tak suka kalau di kelas murid-muridnya berisik. Tapi aku tahu pasti sebagian besar isi kelasku pasti menahan tawa untukku.
Uh, aku jadi sebal setiap kali mendengar kata payung.
Saat istirahat tiba, kami bisa bermain d halaman seperti biasanya. Di luar cuaca mulai mendung, tapi hujan belum turun. Ken dan kawan-kawan terus mengejekku tentang payung. Mia berusahamenguatkan aku agar tidak membalas.
“Biar tahu rasa kalau hujan lebat nanti,” ucap Mia.
Ternyata apa yang dikatakan Mia terjadi. Menjelang pulang di luar hujan turun lebat. Bahkan anginnya terasa sampai ke dalam kelas. Begitu kelas bubar, kami memakai jas hujan kami. Meskipun begitu tak semua anak berani langsung pulang karena derasnya hujan.
“Ojek payung! Buruan pulang mumpung hujan. Jangan lupa mampir ke mall karena banyak yang membutuhkan ojekpayung,” ledek Ken dan kawan-kawan sambil berlari menerobos hujan. Mereka tidak peduli dengan hujan yang deras. Mungkin karena merasa cukup terlindungi oleh jas hujan yang mereka pakai.
Aku pun membuka payungku. Mia melakukan hal yang sama. Tapi ooops!
“Wah, payungku macet. Sepertinya rusak,” kata Mia.
“Kita berpayung berdua saja. Payungku lumayan besar,” ajakku.
Kami pun berjalan berdua menggunakan payung yang kami bawa. Untungnya rumah Mia berada sebelum rumahku. Jadi aku bisa mengantarnya dulu.
“Mampir dulu yuk! Nanti kubuatkan minuman hangat untukmu,” ajak Mia.
“Terima kasih, Mia. Aku mau mau buru-buru pulang. Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada Mama. Karena Mama tadi pagi sudah memintaku membawa payung ini. Ternyata payung ini berguna sekali,” tolakku halus.
Aku pun berjalan pulang. Begitu sampai di rumah aku langsung menemui Mama dan memeluknya. Aku bersyukur memiliki Mama yang baik dan sangat memerhatikan aku. Coba kalau aku tidak menuruti kata Mama.
Oh iya keesokan harinya aku tetap emmbawapayung. Aku tak takut lagi diledek. Lagipula tidak ada yang meledekku. Soalnya Ken tidak masuk sekolah. Dia demam karena kemaren kehujanan. Jas hujan saja tidak cukup untuk melindunginya.
Ah ... hujan begitu penuh kenangan indah. Terutama kenangan bersama Mama.
Kini tidak akan ada lagi yang akan mengingatkanku untuk membawa payung bila musim hujan tiba nanti. Mama sudah meninggal dunia karena sakit kanker sebulan lalu. Meskipun begitu, aku akan selalu mengingat pesan-pesan Mama.
I love you, Mama ....
1 comment:
Hihihi, ini juga agak2 mirip cernak yang pernah kubuat, Bhai. Aku pikir endingnya sama, ternyata beda. Waktu itu kalo gak salah aku kirim ke Kisahku deh. Tapi sampe sekarang blom ada kabarnya. Hehehe
Post a Comment