Misteri Kamar Kosong
Oleh Benny Rhamdani
Joan baru saja pindah bersama keluarganya ke sebuah rumah di pinggir kota. Sebuah rumah yang besar tapi dengan bentuk bangunan tempo dulu.
“Wah, rumah kuno,” komentar Joan ketika melihatnya. Dia sebenarnya sudah diberitahu Papa, Mama dan Kak Bill tentang rumah yang akan ditempati mereka. Tapi Joan tidak menyangka rumahnya akan sekuno dan sebasar ini.
Papa kemudian menunjukkan kamar Joan di bagian utara. Tak jauh dari kamar Kak Bill. Kamar Mama dan Papa di bawah. Joan melihat masih banyak pintu kamar di rumah ini.
“Itu perpustakaan, lalu itu ruang kerja Papa. Sebelah sana kamar kosong. Papa belum tahu mau dibuatkan apa,” kata Mama menjelaskan beberapa kamar yang ada di lantai atas.
Joan melihat ke kamar kosong itu. Kamar yang berada di bagian timur itu tidak benar-benar kosong karena masih ada sedikit perabot milik pemilik rumah yang lama. Sepertinya sengaja ditinggal. Agak sedikit berdebu. Kaca jendela kamar tampak besar. Joan bisa melihat tanaman besar yang tumbuh di sekitar rumah.
Sssssrrrr ….
Angin yang berembus melalui kisi jendela menyejukan wajah Joan.
“Mudah-mudahan kita semua betah di rumah ini,” kata papa.
“Amin!” ucap semua.
Hari pun beranjak senja. Suasana di sekitar tampak sepi. Sangat berbeda dengan kediaman Joan dulu di tengah kota. Ya, bahkan sampai larut malam pun joan masih bisa mendengar suara kendaraan yang lalu lalang di jalan. Maklum, rumah Joan tak jauh dari jalan raya.
Papa memutuskan pindah karena Mama sakit. Kata dokter, polusi sekitar rumah sudah tidak baik untuk tempat tinggal. AKhirnya papa memutuskan membeli rumah di pinggir kota. Ya, di sini.
Klotak!
Joan belum tertidur ketika mendengar bunyi itu. Dia terbangun mencoba mencari sumber bunyi.
Klotak!
Joan berkalan ke luar kamar. Telinganya menangkap bunyi itu bersumber dari kamar kosong itu.
Joan membuka pintu kamar kosong perlahan.
Ssssrrrrr …. Angin kencang langsung menyambutnya. Angin yang masuk dari jendela yang terbuka lebar. Buru-buru Joan menutup jendela itu.
“Ah, bagaimana jendelanya bisa terbuka. Tadi kan sudah dikunci,” tanya Joan.
Joan memerhatikan sekeliling kamar kosong. Tak ada tanda-tanda sesuatu yang masuk ke kamar.
“Uhuk!”
Joan terkejut mendegarnya. Ada suara batuk. Suara siapa itu? Hantu kah? Buku kuduk Joan langsung merinding.
“Si … siapa?” tanya Joan memberanikan diri.
“A … aku.”
Joan menyalakan lampu kamar. Matanya langsung melotot lebar ketika melihat sosok di sudut kamar. Sosok anak perempuan sebayanya.
“Tolong jangan teriak!” pinta perempuan itu.
“Siapa kau? Mengapa masuk ke kamar ini?” tanya Joan.
“Namaku Clara. Aku tinggal tak jauh dari rumah ini. Aku masuk lewat jendela kamar, setelah emmanjat pohon,” jelas perempuan itu.
“Mengapa kamu masuk ke sini?” tanya Joan.
“Aku ingin mengambil barangku di rumah ini. Sebuah boneka yang dipinjam Sherly sebelum pindah,” kata Clara.
“Oh, begitu, kah?” Joan amsih curiga.
“Ya, aku dan Sherly bersahabat. Kami sering bermain di kamar ini, kamar Sherly. Oh iya, aku tahu di mana bonekaku itu,” ucap Clara. Ia kemudian membuka pintu lemari dan mengambil sebuah boneka perempuan yang sudah lusuh. “Ini bonekaku. Boleh aku bawa pulang?”
“Ya, kalau memang itu punyamu.”
“Terima kasih. Kau baik sekali. Andai saja kita bisa berteman ….”
“Ya, tentu saja bisa. Mengapa tidak?” tanya Joan.
“Tidak mungkin … ah, sudahlah aku harus kembali.”
Joan melihat Carla bergerak ke jendela lalu melompat ke dahan pohon, setelah itu Carla berlari di halaman dna menghilang entah kemana.
Joan kembali menutup jendela, lalu kembali tidur.
Esok paginya, Bibi Emma yang penduduk sekitar datang membantu bersih-bersih rumah. Mama memang sengaja memintanya.
“Bibi Emma, apakah kau dulu mengefnal Shirley?” tanya Joan.
“Ya, tentu saja. Dia anak yang baik. Sebenarnya aku merasa sedih dengan kepindahannya. Tapi … kalau dia terus tinggal di sini, dia akan terus sedih,” kata Bibi Emma.
“Sedih kenapa, Bibi Emma?” tanya Joan.
Bibi Emma menahan nafas sebentar. “Karena sahabatynya meninggal dunia. Mereka berdua sedang bermain di danau. Lalu sahabatnya itu terpeleset. Sherly tak bisa menolongnya. Sejak itu Sherlyu jadi murung. Hingga akhirnya orangtuanya meutuskan pindah dari rumah ini.”
“Oh begitu. Siapa nama sahabatnya?” tanya Joan.
“Clara. Rumahnya tak jauh dari sini.”
Joan ternganga. Dia tak percaya cerita Bibi Emma. Ya, apalagi dia baru bertemu dengan Clara semalam.
Nah, kalau kalian percaya tidak?
^-^
No comments:
Post a Comment