Mengenal Aksara Yuk!
Hai kalian tau enggak sih kalau setiap tanggal 8 September kita memperingati hari Aksara Internasional? Dunia memeperingatinya agar semua warga dunia terbebas dari buta huruf.. Ya, kita semua memang harus bisa membaca dan menulis.
Apakah Aksara?
Aksara adalah istilah bahasa Sansekerta, akshara. Istilah lain untuk menyebut aksara adalah huruf atau abjad (bahasa Arab) yang dimengerti sebagai lambang bunyi (fonem).
Nah, kalau kalian mau tahu kategori itu, yakni Piktografik ( contoh hieroglif Mesir, Tiongkok Purba), Ideografik (aksara Tiongkok masa kemudian yang hasil goresannya tidak lagi dilihat melukiskan benda konkrit), Silabik (aksara Dewanagari, Pallawa Jawa, Arab, Katakana dan Hiragana Jepang); Fonetik (aksara Latin, Yunani, Cyrilic atau Rusia dan Gothik atau Jerman).
Ada pendapat sebelum hadir aksara Arab dan Latin sekarang, tulisan yang lazim dipergunakan di kawasan Asia Tenggara (kecuali di Vietnam dan sebagian kalangan penduduk Cina Selatan) diduga sebagian besar dari pengaruh India. Begitu pun di Nusantara.
Para sarjana kebanyakan sependapat bahwa aksara di Nusantara hadir sejalan dengan berkembangnya unsur (Hindu-Buda) dari India yang datang dan menetap, melangsungkan kehidupannya dengan menikahi penduduk setempat. Maka sangat wajar, langsung atau tidak langsung disamping mengenalkan budaya dari negeri asalnya sambil mempelajari budaya setempat di lingkungan pemukiman baru, salah satu implikasinya adalah bentuk aksara.
Namun sejauh fakta yang ada, pendapat itu tidak disertai penjelasan tuntas. Pada suatu waktu seorang ahli epigrafi yang berkebangsaan Prancis bernama Louis Charles Damais (l951--55) yang menyatakan bahwa dugaan para ahli tersebut belum benar-benar menegaskan darimana dan bagaimana awal kehadiran serta mengalirnya arus kebudayaan India ke Nusantara kecuali diperkirakan tidak hanya berasal dari satu tempat saja, tetapi juga dari berbagai tempat lainnya.
Walaupun tidak dipungkiri bahwa aksara-aksara di Nusantara memang menampakkan aliran India selatan atau aliran India utara, namun juga cukup rumit dan sulit ditentukan darimana kepastian awalnya. Meskipun ada pengaruh India, tetapi kebudayaan India tidaklah berperan sepenuhnya terhadap lahirnya aksara di Nusantara khususnya suku bangsa yang menghasilkan sumber tertulis dengan mempergunakan aksara-aksara nasional atau aksara daerah.
Ada perkiraan bahwa kebudayaan India datang ke Nusantara semata karena peran cendekiawan Nusantara. Tetapi tidak berarti bahwa dikala itu bangsa Nusantara belum mengenal aksara sebagai alat melakukan interaksi sosial dengan bangsa-bangsa lain. Wujud ataupun bentuk aksara yang berperan pada periode yang disebut “klasik’ itupun sesungguh-sungguhnya merupakan hasil dayacipta cendekiawan lokal yang telah meramu secara selektif atas unsur-unsur asing dari berbagai aliran.
Pisau Kecil
Oya kalian tau nggak, di masa lampau aksara diwujudkan atau digambarkan dengan cara digores atau dipahat pada berbagai bahan (media) keras seperti batu, logam (emas, perunggu, tembaga), kayu, juga bahan-bahan lunak seperti daun tal (ron-tal), atau nipah.
Alat menggores atau memahat aksara pun disesuaikan dengan kadar kekerasan bahan yang dipergunakannya yakni semacam tatah kecil (paku/pasak) menyudut tajam pada bagian ujungnya, atau semacam pisau kecil dibentuk melengkung, pipih, sangat tajam. Selain berfungsi untuk menorehkan aksara, juga untuk mengiris dan menghaluskan bahan (daun) menjadi lempiran-lempiran tipis dengan ukuran panjang, lebar dan ketebalan tertentu yang siap pakai. Bahan-bahan keras seperti batu atau jenis logam tertentu (emas, tembaga, perunggu) dipakai semata karena bahan tersebut dianggap lebih tahan lama.
Sejumlah besar data dari masa lampau ditemukan pada batu atau lempeng emas, perunggu maupun tembaga dan selalu dikeluarkan oleh penguasa (raja). Oleh karena itu setiap prasasti adalah dokumen resmi pemerintah negara atau kerajaan dan benar-benar disahkan oleh raja dengan kata lain Surat Keputusan (SK) Kerajaan yang bersangkutan. Anugrah dari raja kepada seseorang yang dianggap berjasa atau memutuskan sesuatu perkara hukum. Karena itu selain digoreskan pada batu (otentik), dibuat beberapa copy atau tembusan (tinulad/tiruan otentik) prasasti yang digoreskan pada lempeng tembaga disebut tamra prasasti.
Pada masa dahulu cara pengawetan sesuatu bahan belum dikenal, satu-satunya upaya kearah itu disalin kembali, namun teknik penyalinan kembali lebih sering dilakukan pada sejumlah naskah pada daun lontar, atau daluwang semacam lembaran kertas atau bahan yang diolah dari kulit pohon tertentu.
Berbeda dengan negeri Cina, aksara dituliskan dengan menggunakan kwas dengan cara disapukan setelah dicelupkan pada cairan berwarna pekat (semacam tinta). Tentu saja hasilnya jauh berbeda, betapapun hasil goresan berkesan lebih nampak jikalau dibandingkan hasil sapuan, karena aksara yang digoreskan akan menampakkan jejak-tekan berbekas dalam dan terasa manakala diraba dan tidak memerlukan pewarna (tinta) seperti yang dihasilkan oleh sapuan kwas. Menggores atau memahat aksara dengan alat memang jauh lebih rumit, memerlukan keahlian dan ketrampilan dengan ketekunan khusus, hasil latihan dan kebiasaan (secara terus-menerus).
Oleh karena itu di masa lampau untuk menggoreskan aksara atau memahat suatu aksara dipegang oleh ahli pemahat aksara yang disebut citralekha. Maka itu hasil yang digoreskan atau uang pahatan aksara yang berkembang pada masa klasik bentuknya lebih dapat digolongkan sebagai karyaseni kebudayaan menampilkan kekhasan atau keunikan jejak bekas tersendiri.
Tentu saja setiap aksara tidak pula ter-lepas dari gaya dan tekanan pahatan yang nampak pada bagian-bagian teks aksara dicirikan oleh tebal, tipis, dengan posisi tubuh aksara tegak, agak tegak, dan miring, ataupun bentuk yang persegi, bulat, pipih memanjang, melebar, tambun, dan kokoh tegak.
Pallawa
Aksara yang kemudian lebih populer di Nusantara adalah aksara dari Pallava (India selatan) selanjutnya disebut aksara Pallawa. Kerajaan Kutai (Kalimantan timur) dan kerajaan Tarumanagara (Jawa Barat) tahun 450 yang cukup jauh letaknya sama-sama mengggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa kemungkinan aksara-aksara yang hadir di Nusantara merupakan perkembangan dari aksara Pallawa.
Nah, kalau orang-orang pada masa lalu saja sudah berusaha belajar menulis dan membaca.tdak ada alasan lagi kalau saat ini kita malas menulis dan membaca! (*ben)
No comments:
Post a Comment