Warung Paman Joko
oleh Benny Rhamdani
Farhan diminta Ibu mengantar jahitan ke rumah Paman Joko. Farhan tampak senang.
“Lho, memangnya ada apa di Paman Joko sampai kamu senang?” tanya Ibu.
“Paman Joko
Ibu hanya tersenyum lalu membalas salam Farhan yang pergi ke luar rumah sambil membawa sepedanya.
Jarak ke rumah Paman Joko sekitar tiga kilomenter. Lumayan jauh. Tapi dengan sepeda bisa jadi lebih cepat ketimbang jalan kaki. Sambil mengayuh sepedanya, Farhan teringat ketika sebulan lalu membantu Paman Joko mengisi warungnya dengan berbagai barang dagangan.
“Warung di sekitar sini hanya ada satu di utara. Nah, kalau paman buka, maka banyak warga di selatan belanja di sini. Tidak perlu jauh-jauh,” kata Paman Joko bersemangat. Paman Joko sebelumnya karyawan sebuah pabrik tekstil. Tapi pabrik itu kemudian bangkrut dan menghentikan semua karyawannya. Uang pesangon yang diperoleh Paman Joko dipakai untuk membuka warung.
Begitu mendekati warung Paman Joko, Farhan mempercepat kayuhan sepedanya.
“Assalamualaikum!” sapa Farhan sambil melihat warung yang tampak sepi.
“Wa’alaikumsalam,” balas Paman Joko.
“Farhan mau mengantar jahitan Paman. Ini, disimpan di sini saja ya>” kata Farhan sambuil meletakkan bungkusan titipan dari Ibu di atas meja. “Kok sepi warungnya, Paman?”
Paman menghela nafasnya. “Ya, sudah tiga hari ini warung ini sepi. Padahal sebelumnya ramai sekali,” kata Paman Joko.
“Lho, memangnya kenapa bisa begitu, Paman?” tanya Farhan.
“Warung di sebelah utara, kata orang-orang harga-harganya lebih murah. Mereka jadinya belanja di
“Lho, kenapa Paman tidak ikut-ikutan menurunkan harga?” tanya Farhan.
“Kalau Paman menurunkan harga, paman bisa tidak mendapat untung. Mneurut perhitungan Paman, harga-harga di sini sudah wajar. Tidak dimahalkan. Apalagi Paman cuma mengambil untung sedikit,” kata Paman.
“Tapi kenapa warung di utara itu bsia lebih murah?” tanya Farhan.
Paman Joko mengangkat bahu. “Paman juga tidak tahu,” jawab Paman Joko sambil garuk-garuk kepala.
Beberapa menit kemudian, seorang anak datang ke warung. Farhan mengenal anak sebayanya itu karena sekelas dengannya. Namanya Arif.
“Farhan, sekarang kamu kerja di sini?” tanya Arif.
“Ah, nggak kok. Aku hanya membantu pamanku,” jawab Farhan. “Kamu mau belanja?”
“Ah, sebenarnya sih bukan belanja. Aku kesini ingin minta tolong sama Paman Joko,” kata Arif.
“Minta tolong apa?” tanya Paman Joko.
“Minta tolong pinjam timbangn. Barusan aku di suruh ibu membeli telur, gula, terigu. Masing-masing satu kilo. Tapi ketika Ibu memeriksa, Ibu merasa timbangannya kurang. Karena di rumah nggak ada timbangan, aku diminta ke sini.”
“Lho, memangnya tadi kamu belanja di mana?” tanya Farhan.
“Di Pak Soma. Di utara. Aku belanja ke
“Mari ditimbang,” kata Paman Joko.
Arif membiarkan barang belanjaannya ditimbang ulang di timbangan milik Paman Joko. Ketiganya takjub ketika melihat hasilnya. Semua belanjaan Arif timbangannya kurang dari satu kilogram.
“Wah, pantas saja lebih murah harganya,” komentar Arif. “Aku harus lapor ke ibuku nih. Terima kasih ya.”
Arif pun pergi ke rumahnya. Dia menceritakan apa yang diketahuinya kepada ibunya. Tentu saja Ibu Arif marah. Arif diminta mengambalikan barang belanjaan itu ke warung Pak Soma.
“Ibu mau bikin kue. Kalau takarannya dikurang-kurangi begitu nanti kuenya gagal,” kata Ibu Arif. “Lebih baik belanja di warung Paman Joko saja yang takarannya pas walaupun nggak pakai potongan harga.”
Arif pun menuruti permintaan Ibunya. Kemudian Ibu Arif memberitahukan soal timbangan yang kurang di warung Pak Soma kepada para tetangga. Hal itu membuat sejumlah orang langsung menimbang belanjaannya. Ternyata benar terbukti barang yang mereka timbangan ataupun takarannya dikurangi.
Keesokan harinya warung Paman Joko kembali ramai didatangi pembeli. Warga yang kapok dengan kecurangan Pak Soma tak mau lagi berbelanja di warung seblah utara itu.
Farhan senang ketika beberapa hari kemudian kembali ke warung Paman Joko. Kali ini dia benar-benar bisa membantu Paman Joko meladeni para pembeli karena ramainya.
^-^
No comments:
Post a Comment