Friday, December 07, 2012

CERNAK, 09 Desember 2012

Paparazi Cilik
oleh Benny Rhamdani

Mita mendapat kiriman dari Paman Eko di Jepang. Sebuah kamera saku otomatis lengkap dengan telenya. Warnanya seperti pelangi dan bisa dilipat. Bukan alang-kepalang, girangnya Mita mendapat kamera itu.
"Akhirnya, cita-cita Mita menjadi paparazzi akan segera terwujud," gumam Mita sambil mengelilingi ruang tamu.
"Kalau anak perempuan namanya bukan paparazzi, Kak Mita, tetapi mamarazzi," sela Ugi yang mendapat kiriman sepatu kelinci.
"Hush, ya, tidak bisa. Paparazzi, ya paparazzi. Tidak ada mamarazzi, anakrazzi, kakekrazzi, nenekrazzi .…" timpal Mita.
"Memangnya papalaci itu apaan?" tanya si bungsu Tio.
“Paparazi itu, wartawan foto yang suka mencari berita sensasi. Bukan papalaci!”
"Iya, papalaci. Tio kan, masih cadel."
Mita makin merasa beruntung ketika Mama memberinya satu rol film untuk dimasukkan ke dalam kamera. "Ingat, kameranya harus terbuka lensanya," pesan Mama.
"Ini kan, kamera otomatis. Kalau lensanya tertutup, tidak akan bisa dipencet tombolnya," jelas Mita. Ia sudah tidak sabar lagi ke luar rumah. Sambil menenteng kamera barunya, Mita berkeliling di Kampung Cemara.
Wini yang sedang keselek makan bakso langsung difotonya. Klik! Dodi yang sedang kesakitan kena lempar bola kasti. Klik! Toto yang sedang diseret ibunya untuk mandi sore. Klik! Andi yang terbirit-birit dikejar anak anjing. Klik! Lupita dengan sepeda roda tiga adiknya. Klik! Klak! Kluk! Klok! Tidak terasa, Mita seharian telah menghabiskan satu gulungan film.
Akhirnya, Mita terpaksa membuka celengannya untuk mencuci dan mencetak film. Tak apa-apa, nanti aku kan mendapat gantinya, pikir Mita yang sudah punya rencana. Selain itu, ia memang sudah tidak sabar melihat hasil foto buruannya.
Di rumah, Ugi dan Tio tidak hentinya tertawa melihat foto-foto yang dipamerkan Mita. Semuanya begitu lucu.
"Lantas, mau dikemanakan foto-foto ini?" tanya Ugi.
"Tunggu saja besok. Aku akan menjadi kaya karena foto-foto itu," pikiran Mita melayang jauh.
Besok siang, selepas sekolah Mita langsung mendatangi teman-teman yang difotonya satu per satu. Hampir semuanya langsung pucat dan malu melihat hasil foto Mita.
"Jangan takut, aku tidak akan menunjukkan foto ini kepada orang lain. Pokoknya, aku tunggu sore nanti di rumah untuk menebus foto ini," kata Mita kemudian.
"Wah, ini namanya pemerasan," kata Dodi.
"Ih, memangnya baju diperas segala," timpal Mita tidak memedulikan.
Keruan saja, teman-teman Mita jadi saling mengunjungi. Kemudian, mereka berkumpul untuk memecahkan persoalan mereka. Yang jelas, mereka tidak ingin Mita mendapat untung, sedanngkan mereka mengalami kerugian yang memalukan.
"Kita biarkan saja foto-foto itu. Jangan ada yang menebusnya. Nanti dia akan mengulanginya lagi," usul Toto.
"Tetapi, bagaimana kalau fotoku tersebar kepada anak-anak yang lain?" keluh Wini yang menyadari betapa jelek wajahnya di foto itu.
"Ya, kita ingatkan teman-teman yang lain agar tidak melihat foto-foto kita. Diberi tahu saja bahwa mereka juga nanti akan mendapat giliran," sahut Andi.
Akhirnya, semua bersepakat untuk tidak menebus foto mereka ke rumah Mita. Sementara, Mita terbengong-bengong di rumah menunggu kedatangan teman-temannya. Rupanya cita-cita Mita jadi paparazzi tidak terkabulkan.
Kling … klong! Bel rumah berbunyi. Mita dengan penuh harap memburu pintu depan. Ia mengintip dari jendela. Mukanya mendadak pucat ketika mengetahui yang datang, ternyata dua orang lelaki berseragam polisi. Mita membatalkan niatnya membuka pintu.
"Ma, ada tamu di luar," teriak Mita di depan kamar Mama. Ia sendiri kemudian masuk ke dalam kamar. Mengapa ada polisi datang ke sini? Mita membatin. Jangan-jangan, teman-temannya melaporkan kegiatannya ke polisi? Ah, masa sih, sampai sejauh itu.
"Mita ... Mita," seru Mama terdengar dari luar kamar.
Mita bukan keluar kamar, malah masuk ke kolong tempat tidur. Tubuhnya seperti kian menciut ketika Mama masuk ke dalam kamar.
"Mita di mana kamu? Itu ada Pak Polisi mencari kamu. Aduh, sedang apa kamu di kolong ranjang, Mita? Nanti ada kecoak, lho!" ujar Mama yang menemukan Mita saat berjongkok.
Mendengar Mama menyebut kecoak, Mita langsung keluar dari kolong ranjang.
"Mau apa Pak Polisi mencari Mita, Ma?" tanya Mita kemudian.
"Kamu pasti belum mendengar berita pencurian di rumah Pak Broto kemarin. Nah, Pak Polisi itu sedang menyelidiki pelakunya. Tadi, Pak Polisi sudah wawancara beberapa orang. Ternyata, Andi memang melihat ada mobil berhenti di depan rumah Pak Broto. Tetapi, karena ia sedang dikejar anjing, Andi tidak begitu mengingat persis mobilnya. Lantas, Andi menyebutkan bahwa kamu juga ada di sana saat itu. Malah, sempat memotret di sana," tutur Mama.
"Mobil di depan rumah Pak Broto? Tunggu sebentar … kalau tidak salah, mobil itu terfoto kemarin." Mita segera memeriksa hasil fotonya kemarin di atas meja. Diambilnya foto saat Andi dikejar anjing. Di bagian pinggir foto itu, jelas terlihat sebuah mobil berwarna cokelat dari belakang terparkir di depan rumah Pak Broto. Nomor plat mobilnya meski kecil masih dapat dilihat. "Ini fotonya, Ma. Biar Mita yang berikan kepada Pak Polisi."
Mita mengikuti Mama ke ruang tamu. Kali ini, ia tidak cemas lagi. Malah, Mita memberanikan diri bercerita panjang lebar mengenai foto hasil bidikannya itu.
"Boleh kami minta foto ini untuk bahan penyelidikan?" pinta Pak Polisi kemudian.
"Wah, sebenarnya foto ini mau saya jual, Pak," kata Mita.
"Mita, masa untuk kebaikan mau kamu jual juga. Biar nanti Mama yang ganti," sela Mama.
Mita tersenyum. "Tidak usah, Ma. Pak Broto kan, orangnya sering menolong. Mita dengan senang hati juga mau menolong," timpal Mita kemudian.
Kedua Pak Polisi itu segera pamit. Mita kembali ke kamarnya dengan hati riang. Biarlah, teman-temannya tidak perlu menebus foto-foto mereka, Mita berniat memberikannya secara cuma-cuma. Namanya juga paparazzi kampung. Yang jelas, ia merasa bangga bisa membantu Pak Polisi menangkap pencuri di rumah Pak Broto.

No comments: