Rahasia Tarian Mohini
Ratu Raveena sangat senang
menyaksikan tarian. Itu sebabnya, setiap tahun ia mengundang empat
penari
terbaik dari beberapa sanggar tari di negerinya untuk jadi penari
istana. Tahun
ini, Ratu Raveena mengundang penari Madhuri, Menakshi, Manisha, dan
Mohini
untuk jadi penari istana.
Seminggu dua kali, Ratu Raveena
menyaksikan tarian mereka. Seperti biasa, Ratu Raveena meminta mereka
menari
bersama lebih dulu, setelah itu ia akan meminta salah seorang penari
yang
dianggapnya terbaik untuk menari seorang diri.
Akhirnya, semua mengetahui bahwa
Ratu Raveena sangat menyukai tarian Mohini karena menari seorang diri.
Hal ini
diam-diam menimbulkan kecemburuan pada penari lainnya.
“Aku heran, bagaimana mungkin Ratu
Raveena menganggap Mohini lebih baik dari kita bertiga,” ujar Madhuri di
tempat
tinggal para penari. Saat itu, Mohini sedang pergi keluar.
“Mungkin, Mohini menggunakan
pengaruh sihir dalam tariannya sehingga Ratu Raveena terpikat padanya,”
hasut
Menakshi.
“Tapi, sihir itu sudah dilarang di
negeri ini,” timpal Manisha.
“Kalian tahu sendiri, setiap sore
seperti sekarang ini ia selalu pergi ke hutan kecil di belakang istana.
Mungkin
ia menemui seseorang yang bisa memberikannya kekuatan sihir pada
tariannya,”
kata Menakshi.
Madhuri dan Menakshi hanya
menganggukkan kepala. Mohini kembali tak lama kemudian. Semua bersikap
wajar di
depan Mohini. Namun, kecemburuan mereka makin mendalam.
Ketika Mohini berada di kamarnya
mempersiapkan diri untuk menari, secara tak sengaja kakinya menginjak
duri di
lantai. Duri itu cukup dalam menembus kakinya. Darah menetes ketika
Mohini
mencabut duri itu. Ia berusaha menahan sakit di telapak kaki dan
membalutnya
dengan kain tipis sehingga tak terlalu kentara.
Mohini bertekad untuk tetap menari
malam itu. Sambil menahan sakit, ia berusaha menari sebaik mungkin.
Namun
rupanya darah terus mengalir, hingga akhirnya Mohini pingsan di tengah
tariannya.
Ratu Raveena segera menitahkan
dayang-dayang membawa
Mohini ke tempat peristirahatan. Sambil meunggu tabib istana merawat
luka
Mohini, Ratu Raveena menitahkan penasihat istana untuk menyelidiki apa
yang
terjadi.
“Hamba menemukan duri di lantai
kamar Mohini. Rupanya, ada seseorang yang sengaja meletakkan duri itu
untuk
mencelakai Mohini. Menurut hamba, pelakunya adalah seorang dari tiga
penari
lainnya,” lapor penasihat istana
kemudian.
Ratu Raveena segera memanggil tiga
penari lainnya untuk menghadapnya.
“Kalian segera akui kesalahan
kalian. Siapa di antara kalian yang telah sengaja mencelakai Mohini?”
tanya
Ratu Raveena.
Tiga penari itu tak ada yang
berani membuka mulut.
“Baiklah, jika kalian tidak ada
yang mengaku. Maka, kalian bertiga akan dihukum,” putus Ratu Raveena
kesal.
“Ja … ngan, Ibu Ratu,” tiba-tiba
terdengar suara Mohini yang mulai sadar dari pingsannya. Ia berusaha
bicara
sekuat tenaga untuk mencegah ketiga temannya dihukum.
“Semua karena keteledoran hamba
sendiri. Sore
tadi, hamba pergi ke hutan di belakang istana. Mungkin, saat itu ada
duri yang nyangkut
di pakaian hamba tanpa hamba sadari. Duri itu kemudian jatuh di lantai
kamar
dan mencelakai kaki hamba sendiri,” papar Mohini.
“Sebenarnya, apa yang kau lakukan
di hutan belakang istana?” tanya Ratu Raveena.
“Hamba hanya mematuhi nasihat guru
hamba agar tidak memanjakan diri dengan duduk bermalas-malasan di tempat
yang
disediakan Ibu Ratu. Hamba senang bermain di hutan karena di sana hamba
bisa
mengamati dengan jelas gerak-gerik binatang seperti kelinci, kijang,
kupu-kupu,
dan lainnya. Dengan demikian, hamba dapat menari seperti gerakan mereka.
Karena
tarian yang diciptakan para guru kami banyak yang berasal dari gerakan
yang ada
di alam sekitar,” ungkap Mohini.
“Jadi, kamu berlatih menari di
hutan?” Ratu Raveena terkejut.
“Benar, Ibu Ratu. Aku menari
dengan iringan bunyi gesekan dedaunan serta kicauan burung hutan,”
tambah
Mohini.
“Oh, sekarang aku baru mengerti
mengapa
tarianmu lebih baik dari yang lainnya,” ujar Ratu Raveena.
Setelah itu, Ratu Raveena mencabut
keputusannya menghukum tiga penari lainnya. Ia juga meminta tiga penari
lainnya
agar tetap berlatih meski telah menjadi penari mahir.
Tengah malam, ketika para penari
mulai terlelap, tiba-tiba Madhuri membangunkan Mohini.
“Mohini, bangunlah, Aku mau minta
maaf padamu. Sekaligus aku berterima kasih atas pembelaanmu siang tadi.
Sesungguhnya, akulah yang menyimpan duri-duri di kamarmu,” bisik Madhuri
menyesal.
“Sudahlah, Madhuri. Kita lupakan
kejadian tadi. Yang penting, kita semua harus kompak dan bersahabat,”
timpal
Mohini setengah mengantuk.
“Tentu saja. Aku juga ingin
berlatih tari di hutan agar bisa sehebat kamu,” janji Madhuri sambil
merangkul
Mohini.
No comments:
Post a Comment