Saat Hujan
Oleh Benny Rhamdani
Hari ini mestinya aku les bahasa
Inggris. Tapi sebelum berangkat hujan turun deras sekali.
“Tidak usah masuk les dulu.
Hujannya deras,” kata Mama.
Aku agak mengeluh. Aku sebenarnya
lebih suka pergi les. Di tempat les, aku
bisa bertemu dua sahabatku, Melly dan Vika.
Bosan juga sendirian di kamar. Apalagi aku belum punya buku baru
untukdibaca.
Tiba-tiba ringtone HP-ku berbunyi.
Rupanya ada SMS masuk dari Vika. Aku segera membacanya.
“Aku nggak pergi les. Kamu?”
Aku
segera membalasnya: “Nggak. Kenapa nggak les?”
Vika
membalasnya:”Malas. Aku boleh main ke rumahmu?”
Aku
membalas:”Aku tunggu.”
Dalam
waktu limabelas menit, Vika sudah berdiri di depan pintu rumahku. Dia berangkat
diantar supirnya. Yang aku kaget, Vika datang bersama Melly. Wah, aku senang
sekali bisa bermain bersama mereka.
Mereka
langsung kuajak ke kamar. Kubiarkan mereka membaca buku koleksiku. Terutama
buku Pink Berry Club.Setelah itu kami bermain playstation. Wah seru deh.
“Sekarang
kita main apa lagi ya?” tanya Vika.
“Main
rumah-rumahan,” usulku.
“Ah,
mana seru. Itu kan mainan anak kecil,” kata Melly.
“Main
teka-teki aja yuk.”
“Aku
dulu ya,” kata Vika. “Hewan apa yang anggota tubuhnya ada di tangan?”
Belum
sempat aku jawab tiba-tiba pintu kamar diketuk. Wajah Mama langsung terlihat
dengan raut cemas.
“Rumah
kita kena banjir. Airnya sudah mulai masuk,” kata Mama.
Aku
langsung kebingungan. Apa yang harus kulakukan. Bagaimana kalau aku tenggelam?
Ah, ini pengalaman pertamaku kebanjiran.
“Bantu
Mama mengangkat barang-barang ya,” ajak Mama.
Aku
langsung mengangguk.
“Kami
juga siap bantu,” kata Vika dan Melly.
“Tapi,
baju kalin nanti kotor,” kilahku.
“Nggak
papa-,” timpal Melly.
Mama
langsung meminta kami menggulung karpet dan menaikkan benda-benda yang sanggup
kami angkat ke atas meja. Sementara itu Mama yang mengenakan jas hujan tetap di
teras, membuang luapan air ke selokan agar tak masuk rumah.
Air
yang masuk ke rumah sudah semata kaki. Kulihat Vika dan Melly tetap membantu.
Mereka malah berasil mencegah air masuk ke kamarku juga kamar lainnya. Caranya,
mereka menutup lubang angin pintu bagian bawah dengan lilin malam.
“Aduh,
mudah-mudahan hujannya segera berhenti ya,” harapku cemas.
Ternyata
doaku terkabul lima menit kemudian. Hujan berhenti. Air yang meluap pun surut.
Mama pergi ke luar mencari tahu penyebab banjir.
“Oh,
rupanya ada pohon tumbang yang menyumbat selokan. Jadinya airnya meluap di
selokan dan jalan. Sampai masuk ke rumah kita akhirnya. Rumah yang lain juga
pada kemasukan air,” lapor Mama kemudian sambil menyeka wajahnya.
Setelah
itu kami berusaha mengeringkan lantai agar bersih dari penyakit. Air luapan
dari selokan pasti banyak kuman-kuman
penyebab penyakit. Tak lupa aku memakai cairan pembersih pantai.
Begitu
beres semuanya, kami semua mandi membersihkan badan. Ya, jangan sampai rumah
dibersihkan, tapi badan kami tidak. Vika
dan Melly juga mandi lho. Malah, aku pinjamkan bajuku kepada mereka. Habis baju
mereka yang tadi basah.
Setelah
mandi, kami berkumpul di kamar. Dan kalian tahu apa yang terjadi kemudian?
Mama
rupanya tadi sedang membuat kue pastel. Karena banjir tertunda masaknya. Nah,
sekarang sudah matang. Masih hangat lagi. Aromanya membuat perutku terasa
lapar.
“Pastelnya
enak sekali,” kata Vika dan Melly setelah mencomot pastel buatan Mama.
Aku
senang karena mereka suka. Terus terang aku bertambah bangga bersahabat dengan
mereka.
“Terima
kasih ya atas bantuan kalian. Aku sangat sayang sama kalian,” kataku kepada
Melly dan Vika ketika pamit pulang.
^_^
No comments:
Post a Comment