Ulos Kesayangan Ibu
Sore yang kering di musim kemarau. Angin bertiup kencang. Ibu bergegas
menuju ke halaman belakang, khawatir jemurannya jatuh ke tanah ditiup angin.
Kakak beradik, Jogi dan Uli, yang sedang bermain di halaman langsung membantu Ibu mengangkat pakaian dari
jemuran. Mereka berlomba mengangkat jemuran yang banyak
jumlahnya.
Tiba-tiba
angin bertiup kencang. Benar-benar kencang hingga menerbangkan daun-daun kering,
kertas dan sampah plastik, dan banyak lagi. Ibu menahan pakaian
agar tidak bertebaran.
Tapi ...
“Oh,
selendang ulos,” teriak Ibu melihat sehelai selendang ulos yang tidak
sempat dipegangnya ikut terbang.
Jogi dan
Uli berusaha menangkapnya. Mereka tahu itu selendang ulos
kesayangan Ibu. Dulu Ibu mendapatkannya dari Nenek. Ulos itu dipakai nenek untuk menggendong Ibu. Jogi dan Uli
juga dulu ketika bayi digendong pakai selendang ulos itu oleh Ibu.
Jogi dan Uli berhasil menangkap kain ulos itu. Tapi mereka malah
ikut terbawa terbang.
“Toloooong,” teriak Jogi dan Uli.
Ibu di bawah tampak cemas melihat kedua anak kesayangannya dibawa terbang.
Dia langsung berlari ke kumpulan tukang bentor di dekat halaman agar menolong
kedua anaknya.
“Tolonglah anak-anakku. Jangan sampai mereka terluka. Ayahnya sedang pergi
jauh ke luar kota,” kata Ibu sedih.
Para pengemudi bentor kemudian berpencar membantu mengejar Jogi dan Uli.
Sementara itu Jogi dan Uli terbang makin tinggi.
“Uli, berpeganganlah yang erat,” Jogi meminta Uli memegang erat selendang
ulos yang terus melayang tinggi.
Mereka terbang melewati Bukit Tarabunga, Danau Toba, dan Pulau Samosir. Hati mereka yang semula takut, kini berubah menjadi gembira. Mereka bisa
melihat pemandangan indah di bawah mereka.
Akhirnya,
angin berembus pelan.
“Kita akan turun sepertinya,” kata Jogi.
“Oh syukurlah. Tanganku mulai pegal,” kata Uli.
Mereka turun di sebidang lapangan. Begitu pula selendang ulos. Mereka
melipatnya lalu berjalan ke sisi jalan.
“Lihat ada orang yang terjatuh,” kata Jogi melihat tak jauh dari sisi
jalan.
“Sepertinya pengemudi bentor,” kata Uli.
Ya, seorang pengemudi bentor terjatuh. Tak jauh darinya tampak bentor terguling. Pengemudi bentor itu merintih
kesakitan memegang kakinya yang terluka.
“Pak, ada yang bisa
kami bantu?” tanya Jogi.
“Kakiku terluka. Aku
perlu kain untuk menutup lukaku,” kata pengemudi bentor.
“Bang Jogi, pinjamkan
saja selendang ulos Ibu,” bisik Uli menyarankan.
“Tapi ini selendang ulos
kesayangan Ibu. Nanti jadi kotor dan rusak.” Jogi tidak mau
memberikan.
“Ayolah, Bang Jogi.
Kasihan dia.”Uli
membujuk kakaknya. Dia sedih melihat kaki pengemudi bentor yang terluka.
Jogi akhirnya
memberikan selendang ulos Ibu untuk membalut luka.
Pengemudi melilitkan ulos itu di kakinya. Dia diam sebentar dan merasakan nyeri di
kakinya berkurang. Pengemudi bentor itu kemudian berdiri
perlahan. “Terima kasih, anak-anak. Aku mengejar kalian dari dekat
rumah kalian. Ayolah kita pulang. Ibu kalian pasti cemas memikirkan kalian,”
katanya.
Jogi dan Uli senang
bisa pulang naik bentor. Mereka berteriak senang.
Di sepanjang jalan mereka
bercerita kepada pengemudi bentor pengalaman terbang dengan selendang ulos.
Tanpa terasa mereka pun sampai di halaman rumah. Rupanya Ibu masih di luar
menunggu mereka. Ibu berterima kasih kepada pengemudi bentor yang telah
menolong.
Ibu menyambut Jogi dan Uli bahagia.
“Tapi, Bu, selendang
ulos Ibu dipakai membalut luka pengemudi bentor,” kata Jogi.
“Tidak apa-apa. Kalian
sudah melakukan dengan benar. Kain ulos itu lambang kasih sayang. Tak apa-apa
Ibu kehilangan kain ulos itu. Yang penting Ibu tidak kehilangan kalian. Ibu
sangat menyayangi kalian,” ucap Ibu.
Mereka pun berpelukan.
No comments:
Post a Comment