Asal-Usul Ikan Patin
Alkisah di zaman dulu kala hiduplah seorang pemuda yang bernama Awang Gading. Ia tinggal di gubuk tua seorang diri, gubuknya tepat di tepi sungai yang sangat jernih. Mata pencaharian Awang Gading ialah menangkap ikan di sungai.
Pasa suatu sore, Awang Gading mencari ikan di sungai. Ia berharap akan mendapat ikan besar kali ini. Ia mulai memancing, setelah menunggu beberapa lama, ternyata ia tak mendapatkan ikan juga.
“Mungkin belum rejekiku hari ini” gumam Awang Gading.
Ia pun membereskan semua perlatannya lalu pulang karena hari sudah gelap, namun saat ia melangkahkan kaki, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi. Tak berapa lama ia berhasil menemukan bayi itu diatas batu besar. Seorang bayi perempuan yang lucu.
Awang Gading bingung harus berbuat apa, karena ia kasihan dengan bayi lucu ini, akhirnya Awang Gading membawanya pulang. Karena hatinya masih penasaran dan ragi-ragu, ia membawa bayi itu ke sesepuh desa.
“Tetua, saya menemukan bayi ini di atas batu tepi sungai” ucap Awang Gading.
“Nak, Yang Kuasa telah mempercayaimu, sekarang rawatlah bayi ini baik-baik” jawab sesepuh desa.
“Baiklah, tetua. Saya akan merawat bayi ini. Terima kasih atas petuahnya” jawab Awang Gading.
Setelah menemui sesepuh desa, Awang gading pun kembali ke rumah dan mengadakan syukuran untuk bayi itu. Bayi itu diberi nama Dayang Kumunah. Awang Gading menimang-nimang Dayang Kumunah sambil mendedangkan lagu sehingga ia tertidur.
Dayang Kumunah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan baik hati. Ia sangat penurut dan selalu membantu ayahnya. Walaupun Dayang Kumunah memiliki kepribadian yang baik, namun ia seorang yang pendiam.
Suatu saat saat Dayang Kumunah sedang menjemur kayu di depan rumah, ada seorang pemuda yang tampan lewat, ia langsung jatuh cinta kepada Dayang Kumunah. Pemuda tampan itu bernama Awangku Usop. Esok harinya Awangku Usop datang kerumah Dayang Kumunah untuk melamarnya.
“Nama saya Awangku Usop dari desa sebelah, maksud kedatangan saya kemari ingin melamar dan meminang Putri anda” ucap Awangku Usop.
“Keputusan ada pada Dayang sendiri. Bagaimana anakku?Apakah kamu menerima pinangan pemuda ini?” kata Awang Gading.
“Baiklah ayah, saya menerima pinangan pemuda ini. Namun ada syarat yang harus kamu penuhi setelah aku jadi istrimu, kanda Usop” ” jawab Dayang.
“Apa syarat itu, Dayang?” tanya Usop.
“Jangan pernah menyuruh dan memaksa saya tertawa” jawab Dayang.
“Baiklah, aku berjanji akan menyanggupi syaratmu itu” ucap Usop.
Beberap hari kemudian Dayang dan Usop pun menikah, pesta pernikahan mereka berlangsung sangat meriah. Satu bulan setelah mereka menikah, Awang Gading sakit keras dan akhirnya meninggal. Dayang Kumunah sangat sedih ditinggalkan ayah yang telah merawat dan mendidiknya dari kecil walapun sebenarnya bukan ayah kandungnya.
Dayang Kumunah memiliki anak, mereka sekeluarga pun bahagia sekali. Pada saat anaknya beru belajar berjalan, semua tertawa gembira kecuali Dayang Kumunah. Usop tanpa sadar meminta istrinya untuk ikut tertawa, hingga ia lupa syarat yang dulu diajukan. Dayang menolak untuk tertawa, namun Usop tetap memaksa. Karena takut menyakiti hati suaminya, Dayang Kumunah akhirnya ikut tertawa. Tiba-tiba kejadian aneh terjadi, Pada mulut Dayang Kumunah keluar insang ikan.
Dayang Kumunah segera berlari ke sungai, dan menceburkan diri. Awangku Usop dan anaknya mengikuti Dayang ke sungai.
“Maafkan aku istriku, karena aku telah melanggar janjiku” ucap Usop.
“Suamiku, rawatlah anak kita dengan baik” jawab Dayang.
Awangku Usop sangat menyesal, namun nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Akhirnya Dayang Kumunah berubah menjadi seeokor ikan patin dan menyelam di sungai. Sejak saat itu, mereka berjanji tidak akan makan ikan patin.
No comments:
Post a Comment