Misteri Topeng Merah
Hari libur Tania pergi ke rumah sepupunya, Rea. Ia ingin tahu rumah sepupunya yang baru
pindah. Letaknya tak begitu juga jauh dari komplek
perumahan Tania. Di sebuah komplek perumahan tua yang sudah berdiri sejak jaman
penjajahan Belanda.
Begitu tiba di depan rumah Rea, Tania merasa takjub. Rupanya
Rea sekarang tinggal di sebuah rumah tua yang besar. Tidak benar-benar tua,
karena sebagain besar sudah direnovasi, begitu pula tamannya.
“Kamu akan menginap di sni, kan?” Rea bertanya begitu
mengajak Tania masuk.
“Iya. Wuah, besar
sekali ya rumahnya,” ujar Tania. Meskipun dekat, Tania belum pernah masuk ke
komplek perumahan ini. Soalnya, di depan komplek ada pos satpam dengan pintu
portal gerbang yang tertutup. Jika masuk komplek harus janjian dulu sama penghuninya.
“Saking luasnya, aku juga belum masuk ke semua ruangan rumah
ini,” kata Rea. “Kamu mau minum apa?”
“Belum haus. Nanti aku ambil sendiri kalau mau.”
Sebagian besar bangunan berbahan dasar marmer jadi terasa
sejuk. Ada beberapa ruangan di lantai bawah, juga beberapa kamar di lantai
atas. Om Ipung dan Tante Mien, orangtua Rea, adalah penyuka bareng seni.
Beberapa kamar dijadikan galeri menyimpang koleksi barang seni mereka, seperti
lukisan dan guci antik.
“Om dan Tante lagi di mana?” Tania baru sadar melihat keadaan
rumah yang sepi. Tadi dia hanya melihat tukang kebun dan Bi Ipah yang sejak Rea
kecil telah menjadi pembantu.
“Katanya ada acara lelang lukisan di garasi pelukis siapa
gitu. Aku nggak kenal,” jawab Rea yang memang senantiasa merasa kesepian di
rumah.
Sebenarnya Rea punya tiga orang kakak. Tapi kakak pertama dan
kedua sudah menikah dan tinggal di luar kota. Kakaknya yang ketiga sedang
kuliah di Jerman. Usia Rea dan kakak-kakaknya cukup jauh. Malah, anak kakaknya
yang pertama hampir seusia dengannya.
“Rumah ini ada ruang bawah tanahnya nggak?’ tanya Tania
tiba-tiba. Dia ingat di film sering terdapat ruang bawah tanah di rumah-rumah
seperti ini.
“Ada, tapi aku juga belum ke sana. Yuk, kita lihat. Pintunya
ada di dekat dapur,” ajak Rea.
Mereka berjalan ke bagian belakang rumah lalu menemukan
sebuah pintu kayu. Saat dibuka pintu itu langsung terlihat tangga kayu ke ruang
bawah tanah. Ada tombol lampu di dekat pintu. Klik. Ruangan bawah tanah pun
terang.
Setelah menapaki anak tangga, mereka sampai di lantai ruang
bawah tanah. Ruangannya luas tapi agak tak terawat. Ada beberapa tumpukan
keranjang bersisi barang-barang yang tak terlihat karena diselimuti kain putih.
“Ke atas lagi yuk. Aku takut,” kata Rea.
“Aku penasaran dengan isi keranjangnya.” Tania menyingkap
salah satu kain. Dia terkejut karena seperti ada wajah yang menatap ke arahnya.
Ternyata isinya topeng. Ya, begitu banyak topeng di keranjang itu.
Tania mengambil salah satu topeng, lalu menyerahkan handphonenya
kepada Rea, “Tolong foto aku dong,” pinta Tania.
Rea segera memotret Tania yang sedang memakai topeng. Klik.
Klik. Dua kali.
Setelah itu Tania melihat keranjang lainnya. Ada yang isinya
pakaian penari, dan lain sebagainya. Namun karena Rea ingin segera meninggalkan
ruang bawah tanah, Tania tidak bias mengetahui isi keranjang lainnya.
Mereka menuju ke kamar Rea. Di sana Tania memasang foto
topengnya di instagram dan dishare ke sosial media lainnya, Facebook dan
twitter. Dia menuliskan kata Roayo seperti yang dia baca dibalik topeng tadi.
Siang hari Tante dan Om Ipung kembali ke rumah. Sorenya Tania
dan Rea diajak Tante dan Om Ipung jalan-jalan
ke mal, rumah makan dan nonton film di bisokop. Mereka kembali ke rumah
ketika hari sudah malam. Karena sudah letih, mereka langsung istirahat.
Waktu sudah lebih tengah malam ketika Rea terbangun mendengar
suara gemerincing. Rea kaget karena melihat tidak ada Tania di sebelahnya. Rea keluar kamar mendekati
suara gemerincing. Dia terkejut ketika melihat di ruang tengah ada sesosok
penari mengenakan topeng dan kostum menari lengkap. Dari postur tubuhnya Rea
tahu itu adalah Tania. Tapi sejak kapan Tania bias menari?
Rea sudah hendak mendekati Tania yang terus menari, namun
langkahnya tertahan karena seseorang memegang bahunya. Ternyata
keduaorangtuanya.
“Biarkan dia menari hingga selesai,” kata Tante Mien
berbisik.
Rea ingin bertanya lagi. Tapi Om Ipung mengisrayatakn agar
mereka tidak berisik. Tetap memerhatikan Tania menari saja.
Setelah agak lama, Tania berhenti menari dan tertidur lemas
seperti pingsan. Tante Mien dan Om Ipung segera menidurkan Tania di sofa, lalu
melepas topeng dan kostum tarinya.
“Bagaimana keadaan Tania, Ma?”
“Dia masih tetidur. Nanti juga akan bangun,” jawab Tante
Mien.
“Mengapa bisa begini?”
“Mami lupa memberitahumu. Penghuni rumah yang lama mengoleksi
benda-benda keramat. Termasuk kostum penari topeng ini. Siapapun yang menulis
kata di balik topeng merah, akan kemasukan arwah penari topeng leluhur,” kata
Mama.
“Ah, kok bisa …”
“Mami juga tidak tahu. Rencananya Mami akan mengembalikan
keranjang-keranjang di bawah tanah ke pewarisnya. Mami khawatir sesutau yang
buruk terjadi padamu,” kata Tante Wien.
Tiba-tiba Tania menggeliat. Wajahnya bingung. “Mengapa aku di
sini? Mengapa semua berkumpul di sini?”
^_^
No comments:
Post a Comment