Gadis Kecil di Tepi Pantai
oleh Benny Rhamdani
Hore, betapa senangnya aku ketika Ayah mengajak kami sekeluarga ke
pantai. Ibu langsung menyiapkan bekal dan keperluan lainnya. Kak Arya
menyiapkan perlengkapan fotografinya. Aku menyiapkan beberapa pakaian
pantai yang modis. Hahaha, siap menjadi foto model untuk Kak Arya.
Setelah tiga jam perjalanan mobil, kami sampai di sebuah villa di sisi
pantai. Setelah memasukan barang ke kamar, aku langsung berlari ke
pantai yang berpasir putih. "Pantai ... aku datang!" teriakku menyapa
pantai. Rasanya geli ketika kakiku menginjak pasir pantai yang lembut.
Riak kecil air laut menyentuk kakiku.
Kak Arya datangmembawa kameranya. Aku siap-siap berpose.
"Rara, aku ingin memotret matahari, bukan kamu!" kata Kak Arya memintaku minggir dari depannya.
Aku mencibir. Aku beralih mencari kerang di pantai. Tanpa terasa waktu
berlalu cepat. Ayah dan Ibu memanggil kami untuk kembali ke villa karena
sudah gelap.
Pukul tujuh kami menggelar barbekyu di halaman villa. Aku paling suka
udang bakar. Setelah makan, Ayah bermain gitar. Kami semua bernyanyi
bersama dengan lagu pilihan masing-masing. rasanya senang sekali kalau
bisa begini setiap hari. Tapi Ayah dan Ibu sama-sama pekerja keras.
Pulang kadang larut malam. Malah tak jarang pergi keluar kota selama
beberapa hari.
Karena perjalanan yang panjang dan perut kenyang, aku gampang sekali
terlelap. Ketika bangun aku melihat matahari sudah mengintip di jendela.
Aaaah! Aku menyesal tidak bangun lebih awal. Aku langsung berlari ke
pantai tidak ingin kehilangan indahnya pagi di pantai.
Aku berjalan menyusuri pantai sendirian. tanpa terasa aku melihat sebuah
rumah di tepi pantai yang indah. Rumah setengah kayu itu tampak berbeda
dengan villa-villa yang ada di dekat pantai.
"Hai!"
Aku menoleh. Seorang anak perempuan sebaya denganku berdiri di belakangku. "Hai juga!" kataku membalas.
"Kamu sedang berlibur?"
"Iya. Aku tinggal di Villa Marigold. Kamu juga?"
"Nggak. Aku tinggal di sekitar sini."
"Wuah, kamu pasti tahu pemilik rumah kayu itu."
"Itu milik Keluarga Viralel. Orang-orang sini menyebutnya rumah misterius. Ada juga yang menyebutnya rumah hantu."
"Kenapa memangnya?"
"Suatu malam keluarga itu makan hidangan laut. Rupanya hidangan itu
bercaun. Akhirnya keluarga itu masuk rumah sakit. Salah satu anggota
keluarganya meninggal keracunan. Sejak saat itu orang sini sering
melihat bayangan-bayangan aneh di rumah itu. Keuarga Viralel pindah
beberapa bulan lalu. Rmah itu hanya didatangi sesekali dalam sebulan."
Aku bergidik. "Hiiy, sudah ah jangan dilanjutkan ceritanya," pintaku.
"Rara!"
Aku melihat Kak Arya datang dengan kameranya. Aku langsung meminta Kak Arya memotret kami.
"Oh iya, namaku Mimi," katanya mengenalkan dri. sayangnya Mimi harus pergi. Jadi aku tak bisa bermain bersamanya.
Kami kembali ke villa. Kulihat ada penduduk sekitar yang sedang menjual makanan laut segar kepada Ibu.
"Darimana saja kalian?" tanya Ibu.
"Tadi aku ke rumah mistrius, Bu. Rumah hantu."
"Ada-ada saja. Bagimana kamu tahu itu rumah hantu?" tanya Ibu.
"Tadi aku kenalan dengan seorang anak seumur denganku. Dia yang cerita. namanya Mimi."
PRAK! Tiba-tba si penjual menjatuhkan dagangannya.
"Kenapa, Pak?" tanya Ibu.
"Itu ... barusan yang diceritakan. Mimi ..." Bapak penjual ikan laut itu tergagap.
"Iya. Kenapa?" tanya Kak Arya.
"Dia adalah anggota keluarga Viralel yang meninggal keracunan. Tidak ada lagi yang bernama Mimi di sini."
"Tidak mungkin. Aku tadi memotretnya bersama Rara. Kalau dia hantu,
tidak akan terlihat di kamera. Mari kita lihat," Kak Arya membuka
kameranya.
Kami melihat di layar kecil belakang kamera. Di sana ada fto aku ....
berpose ... dan tanpa Mimi. Padahal tadi akau difoto bersama Mimi. Ke
mana gambar Mimi?
Aku memandang Kak Arya heran. Kak Arya juga memandang heran.
Jadi Mimi adalah ....
No comments:
Post a Comment