Friday, November 09, 2012

CERNAK, 11 Nov 2012

WAJAH DI BALIK JENDELA
Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya tak tenteram.
Sambil merapatkan kaca nako, Odi mengamati keadaan di luar. Ia merasa heran melihat daun palem yang tumbuh belum seberapa tinggi itu bergoyang.
"Tidak mungkin digoyang angin. Ah, pasti ada kucing yang lewat tadi," pikir Odi menenteramkan hati.
Odi kembali ke meja belajar, meneruskan pekerjaannya yang belum tuntas. Tetapi beberapa menit kemudian, ia merasa ingin menoleh sekali lagi ke jendela kamar.
Odi terpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan langkahnya keluar kamar menuju kamar Bang Agus di sebelah kamarnya.
"Ada apa dengan kamu, Di?" tanya Bang Agus ketika melihat Odi yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan wajah pucat pasi.
"Ada hantu ... ah, atau mungkin .…" Odi gugup.
"Di mana?"
"Di balik jendela kamar. Aku baru saja melihatnya," jawab Odi.
Bang Agus langsung menuju kamar Odi, diikuti Odi di belakang. Ia segera menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidak ada benda apa pun yang aneh.
"Sebenarnya, apa yang kamu lihat tadi, Di?" tanya Bang Agus sekali lagi.
"Ada muka yang menempel di kaca jendela ini. Tetapi, aku tidak begitu jelas melihatnya. Sepertinya, ia memakai mantel bertopi yang ia tutupkan ke kepalanya," Odi mencoba mengingat apa yang dilihatnya.
Bang Agus mendengus. "Buktinya di luar tidak ada apa-apa. Sudahlah, kamu pasti lagi ngelamun yang tidak-tidak barusan," ujar Bang Agus.
Odi ingin protes. Tetapi, dipikir-pikir percuma saja. Bang Agus pasti akan tetap mengiranya mengada-ada.
"Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka saja. Nanti, kalau kamu lihat yang aneh-aneh lagi, teriak saja," kata Bang Agus sambil meninggalkan Odi sendirian.
Odi menurut apa yang dipesan kakaknya. Kemudian, ia berusaha melupakan kejadian yang baru dialaminya dan meneruskan pekerjaannya.
Setelah tugas sekolahnya selesai, seperti biasa, Odi merapikan kamarnya dahulu. Beberapa mainan yang tergeletak di lantai, dikembalikan ke tempatnya. Dua hari yang lalu, Odi baru saja merayakan pesta ulang tahunnya. Banyak hadiah mainan, buku, dan benda pajangan diterimanya, yang kini memenuhi kamarnya.
Ketika kantuk mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit pun melirik ke jendela kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanya kepada Ibek, temannya yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh.
Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan tentang wajah di balik jendela semalam.
"Jangan beri tahu teman-teman. Nanti, mereka mengira aku pengkhayal dan penakut," kata Odi setelah mengakhiri ceritanya.
Ibek mengangguk. Ia berpikir sebentar. "Kupikir hantu itu akan nongol lagi di jendelamu nanti malam," katanya kemudian.
"Jangan menakut-nakuti aku."
"Kecuali, kita tahu apa yang diinginkannya dari dalam kamarmu," sambung Ibek.
"Mungkin, kado-kado itu? Sebelum ulang tahunku tidak pernah ada yang menggangguku begini."
"Mungkin saja. Tolong catatkan aku nama-nama orang yang kamu undang, selain teman sekelas kita," pinta Ibek. Bersamaan dengan itu, bel tanda masuk berbunyi.
Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi, menanyakan teman-teman sekelas seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi, jawabannya tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek.
Sepulang sekolah, Ibek sengaja mendatangi teman-teman Odi lainnya yang diundang ke pesta ulang tahun. Hasilnya juga, ternyata tak banyak membantu. Kebanyakan dari mereka menjawab sama. Hadiah yang diberikan kepada Odi, mereka beli di toko ataupun supermarket. Tidak ada keanehan dari kado-kado mereka. Tidak ada cara, selain menjebak hantu itu, pikir Ibek.
Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi. Sesekali mereka memandang ke jendela. Tetapi yang mereka harapkan tidak muncul juga.
"Rupanya hantu itu takut terhadapku," bisik Ibek. Tak berapa lama kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.
Sepeninggalan Ibek, Odi kembali gelisah. Apalagi, Ibek berpesan agar tirai jendela kamarnya dibiarkan terbuka. Sementara, Odi pura-pura mencari kesibukan di meja belajarnya. Akhirnya, ia tidak bisa menahan keinginan untuk menoleh ke jendela kamar.
Wajah itu lagi! Odi langsung berteriak.
Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang terus meronta.
"Hentikan. Dia itu Husen. Aku mengenalnya," seru Bang Agus kemudian.
Ibek melepaskan cekalannya. Husen langsung berlari menghampiri Bang Agus. Ibek dan Odi sama-sama ternganga ketika melihat Husen sibuk menggerak-gerakkan tangannya dan anggota tubuh lainnya di depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.
"Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen di pasar untuk kado ulang tahun Odi. Rupanya, Husen ingin meminjam sebentar patung kayu itu, tetapi sulit menemui aku. Makanya, dua malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu itu masih ada. Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu," pinta Bang Agus.
Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda di tangannya. Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh bagian dasar patung. Ada rongga kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia mengambil sebentuk cincin.
"Itu cincin peninggalan ibunya," jelas Bang Agus setelah Husen mengembalikan patung kuda kepada Odi. Bang Agus segera meminta mereka saling bersalaman, berkenalan, dan saling memaafkan. Tak lama kemudian, Husen langsung pulang, disusul Ibek yang bajunya sedikit terkoyak.
Malam itu, Odi tidur nyenyak tanpa dibayangi ketakutan. Besok, ia ingin Bang Agus mengajarkannya bahasa isyarat agar ia juga dapat bicara dengan teman barunya itu.

No comments: