Selendang Biru Nenek
Ranti dan Rinto
sedang bermain dengan kuda kesayangan mereka ketika angin kencang bertiup ke
arah mereka. Buru-buru, mereka berlindung di tempat yang aman. Untung saja,
angin itu datang hanya sebentar.
“Lihat, angin
itu menerbangkan selendang nenek yang sedang dijemur,” tunjuk Rani ke atas.
Rinto memandang
ke langit. Ya, selendang nenek tengah melayang-layang jauh. “Aduh, kita harus
buru-buru mengambilnya. Itu kan, selendang nenek,” kata Rinto kemudian.
Mereka berdua
segera menaiki kuda kesayangan mereka mengikuti arah selendang itu pergi. Tapi,
rupanya selendang itu tak juga turun ke bumi. Semakin lama, makin menjauh.
Sampai di dekat sebuah perayaan, selendang itu baru jatuh.
Ranti dan Rinto
mengambilnya. Tapi baru saja mereka meraih selendang itu, mata mereka melihat
seorang gadis kecil yang tengah duduk bersedih. Dia memakai pakaian seorang
penari.
“Temanku,
kelihatannya kamu sedang bersedih. Apakah ada yang dapat kami bantu?" tanya
Ranti seraya mendekatinya.
Gadis kecil itu
menatap Ranti. Matanya berbinar ketika melihat selendang yang dipegang Ranti.
“Hari ini, aku
akan mengikuti lomba menari yang sudah lama aku impikan. Pemenangnya akan
mendapat sebidang sawah. Bila dapat sawah itu, aku bisa membantu kakek dan
nenekku yang miskin,” jawab gadis itu.
“Lantas, apa
masalahmu hingga bersedih?” Rinto ingin tahu.
“Semula, aku
ingin menarikan Tari Pelangi. Tapi, sudah banyak peserta lain yang
menarikannya. Aku ingin menarikan Tari Selendang seperti yang diajarkan
almarhumah ibuku. Tapi … aku tidak punya selendang untuk menarikannya,” papar
si penari.
Ranti memandang
sebentar ke arah Rinto. Lalu ia berkata, ”Kebetulan, kami membawa selendang
yang indah. Sayangnya, kami hanya bisa meminjamkan padamu, karena ini selendang
nenek.”
“Oh,
sungguhkah? Terima kasih. Itu saja sudah cukup,” gadis itu girang.
Ranti
meminjamkan selendang biru bersulam benang emas itu. Tak lama kemudian, gadis
kecil itu menari di atas panggung. Gerakannya sangat indah dan memukau.
Penyelenggara
lomba tari lantas mengumumkan gadis kecil itu menjadi juaranya.
“Terima kasih
atas pertolongan kalian. Namaku Selasih. Apakah kalian mau mampir ke rumahku?”
“Nama kami
Ranti dan Rinto. Sayang, kami harus segera pulang. Lain kali saja,” kata Ranti
dan Rinto bersamaan.
Mereka
lantas berpisah. Ketika memasuki desa,
Ranti dan Rinto terkejut ketika melihat
asap mengepul dari sebuah rumah yang mereka kenal. Rumah itu milik Pak Jugal.
Banyak penduduk
yang hanya terdiam melihat kebakaran rumah itu. Pak Jugal memang tidak disukai
di desa. Dia sering meminjamkan uang kepada penduduk dengan bunga tinggi. Tapi,
ada juga yang membantu karena mereka kasihan melihat kepanikan Bu Jugal dengan
anak-anaknya yang masih kecil.
“Anak-anak,
maukah kalian memberikan selendang kalian? Kami harus membuat tandu untuk
membawa korban ke tempat yang lebih aman,” teriak seorang pemuda ke arah Ranti.
Tanpa ragu,
Ranti segera menyerahkan selendang nenek di tangannya. Selendang itu digunakan
untuk mengangkat anak Pak Jugal yang terluka.
Tapi, Ranti dan
Rinto terkejut ketika melihat selendang nenek digunting untuk dijadikan perban
sementara korban yang terluka. Mereka bingung. Selendang nenek sudah koyak tak
berbentuk.
“Wah, nenek
pasti marah pada kita,” ujar Ranti
kemudian.
“Ya, bagaimana
kita menjelaskannya pada nenek?” Rinto bingung.
“Kita ceritakan
saja apa adanya. Yuk, kita pulang,” ajak Ranti kemudian.
Ketika tiba di
rumah, mereka langsung disambut nenek. “Ke mana saja kalian? Nenek sampai
mencemaskan kalian,” tanya Nenek.
Ranti dan Rinto
bergantian menceritakan semua yang baru saja mereka alami. Setelah bercerita
tentang selendang yang dijadikan perban, mereka berharap cemas menunggu reaksi
nenek.
“Nenek pasti
marah, ya?” tanya Ranti.
Tapi, Nenek
malah tersenyum. “Nenek tidak marah. Nenek malah bangga pada kalian. Walau
selendang itu adalah kesayangan Nenek, tapi Nenek lebih sayang pada kalian
berdua. Apa yang telah kalian lakukan tadi adalah hal terbaik,” ujar Nenek.
“Sungguh? Wah,
kalau begitu, mereka harus bersyukur pada Nenek karena selendang itu telah
menolong mereka,” kata Rinto.
“Bukan
selendang Nenek yang menolong mereka. Tapi, kebaikan hati kalian. Nenek sungguh
bangga punya cucu berhati mulia seperti kalian,” kata Nenek sambil mendekap
Ranti dan Rinto.
No comments:
Post a Comment