Melacak Buronan
Oleh Benny Rhamdani
Tom berbaring di atas dipannya. Sayup-sayup terdengar sorak-sorai dari kejauhan. Tom menyesali giginya yang tiba-tiba sakit, hingga ia tidak dapat terlibat dalam pertunjukkan sirkus pimpinan ayahnya malam ini.
“Huh!" Tom mengeluh. Biasanya setiap rombongan sirkus beraksi, ia beserta beberapa teman sebayanya ikut membantu. Entah mempersiapkan peralatan, atau berjualan kacang goreng di antara penonton. Yang pasti, dia tidak mengurung diri di dalam caravan seperti kali ini.
Tom beranjak dari tidurnya. Ia memandang keluar lewat jendela. Agak jauh dari caravannya, berdiri sebuah tenda besar yang semarak dengan bendera serta lampu beraneka warna. Tom melempar pandangannya ke arah lain. Ia memperhatikan kandang singa yang kosong, lalu deretan caravan lain dan ... Heh! Tom tersentak kaget ketika matanya tertumbuk pada sebuah bayangan di jendela caravan milik Pak Leo, si pawang singa.
Bukankah malam ini Pak Leo sedang mengadakan pertunjukkan, pikir Tom curiga. Tak lama kemudian sesosok tubuh keluar dari caravan dengan mengendap-endap.
"Mike!" pekik Tom pelan ketika memperhatikan sosok tubuh itu lebih seksama. Dada Tom kian berdetak kencang. Buru-buru ia kembali berbaring ke tempat tidurnya. Bahaya kalau sampai ketahuan, pikirnya.
Di atas dipan Tom tak henti berpikir. Apa yang dikerjakan Mike di dalam caravan Pak Leo. Bukankah seharusnya Mike berada dalam tenda besar menghibur penonton dengan pakaian badutnya. Tom semakin curiga. Apalagi ia teringat Mike baru bergabung dengan rombongan sirkus empat hari yang lalu.
Tom tak bisa tidur. Ia menunggu ayahnya kembali ke caravan. Agak lama juga Tom harus menunggu. Begitu ayahnya tiba, Tom langsung menceritakan apa yang dilihatnya tadi.
"Mungkin Mike mencuri sesuatu dari caravan Pak Leo," tuduh Tom di akhir ceritanya.
Ayah Tom menggeleng. "Dia itu bukan pencuri," sangkalnya kemudian.
"Tapi tindak-tanduknya mencurigakan," tambah Tom.
"Mike tidak patut kita curigai, karena sebenarnya dia adalah seorang polisi," ayah Tom menjelaskan sambil tertawa.
"Polisi?" Tom heran.
"Benar. Kepolisian kota ini mencurigai ada seorang anggota rombongan sirkus kita yang terlibat dengan pencurian di sebuah toko permata seminggu yang lalu."
"Siapakah dia, Yah?"
"Mike bilang ia sudah mengetahui orangnya. Cuma saja ia harus menemukan barang buktinya lebih dulu. Tunggu saja besok sore, caravan siapa yang akan disergap polisi. Oya, sebaiknya kau tidak memberitahukan peristiwa ini kepada siapa pun sebelum Mike bertindak, menangkap pencuri itu," pesan ayah Tom.
Tom mengangguk, mengerti. Rupanya ia telah salah duga Mike, ah... ternyata seorang polisi yang tengah melacak buruannya. Ya, menarik juga. Aku juga bisa melakukannya, pikir Tom.
Esok harinya Tom benar-benar melakukan apa yang dipikirkannya semalam. Ia mendatangi orang-orang sirkus satu persatu. Untung sakit giginya sudah hilang, hingga tak mengusiknya.
Pertama ia mendatangi Pak Melar, lalu Pak dan Bu Phyton, pemain tali Lordes bersaudara, dan si badut Larry. Ketika Tom hendak menemui Pak Leo, dadanya langsung berdetak keras. Selama ini Pak Leo memang terkenal paling galak di antara orang-orang dalam rombongan sirkus. Bahkan lebih galak dari singa-singa piaraannya.
"Selamat siang, Pak Leo," sapa Tom seraya mendekati Pak Leo yang tengah memberi makan binatang piaraannya. "Bagaimana dengan pertunjukkan semalam? Apakah si Liar mogok lagi?"
"Ya, tapi ... Hei, Tom, mau apa kau mengendap-endap ke bawah kandang. Menjauhlah dari kandang!" seru Pak Leo lantang ketika melihat Tom mendekati kandang singa.
"Aku cuma ...."
"Sudah pergi sana! Mengganggu pekerjaanku saja."
"Sudahlah, Tom, jangan ganggu Pak Leo," tiba-tiba terdengar suara di belakang Tom. Tom menoleh. Ternyata ia adalah Andy, si pelempar pisau. Tom mendekati Andy yang tengah duduk santai di depan caravannya.
"Lebih baik kau ikut aku latihan melempar pisau," kata Andy begitu Tom mendekat.
"Tidak ah. Aku lagi sibuk dengan pekerjaanku," tolak Tom.
"Pekerjaan apa? Sedari tadi aku perhatikan kau cuma mengusik orang saja."
"Pekerjaanku adalah membantu Mike melacak buronan," jawab Tom.
"Lho memangnya Mike itu detektif?" tanya Andy heran.
"Bukan. Dia sebenarnya polisi yang tengah menyamar untuk mencari seorang pencuri permata. Oh ... seharusnya aku tidak memberitahukan hal ini. Ayahku bisa marah," Tom tiba-tiba ingat pesan ayahnya.
"Tenang saja, aku tidak akan memberi tahu siapa pun. Sekarang, lanjutkan saja pekerjaanmu itu!"
Tom meninggalkan Andy. Ia terus menyelidik sampai sore. Tetapi sepanjang penyelidikannya, tak ada yang dicurigainya. Akhirnya ia berkesimpulan pencuri itu adalah Pak Leo. Alasan Tom karena perlakuan Pak Leo yang kasar ketika ia mendekati kandang singa. Ya, siapa tahu barang curian itu disembunyikan di kolong kandang singa, pikir Tom.
Pukul empat sore, tiga buah mobil polisi datang ke lokasi sirkus. Mereka bergerak cepat melakukan penyergapan. Tom yang menyaksikan peristiwa itu bersama ayahnya kaget, ketika melihat Mike dan rekan-rekannya menyergap caravan milik Andy.
Beberapa menit kemudian Mike menghampiri ayah Tom. Lutut Tom lemas seketika sewaktu mendengar Mike berkata, "Rupanya penyergapan kali ini gagal, meski aku telah bekerja sedemikian rapi. Andy berhasil lolos. Ia kabur dengan membawa barang curiannya.
Tom tidak berani buka mulut. Ia sibuk mengutuki dirinya. Semua memang gara-gara kesoktahuannya, juga karena mulutnya yang tidak bisa menjaga rahasia. Ini pelajaran berharga buat Tom.
No comments:
Post a Comment