Friday, April 18, 2014
Cernak, 20 April 2014
Bel tanda istirahat telah berbunyi beberapa menit lalu. Sebagian murid kelas lima lebih senang menghabiskan waktu istirahatdi kelas sambil berbincang-bincang. Ya, apalagi hari Minggu lusa mereka akan merayakan pesta ulang tahun Ratna.
"Undangannyas udah disebar semua, Rat?" tanya Hermin dari kursinya.
"Sudah!Aku kuatir, jangan-jangan yang datang hanya sedikit," jawab Ratna mengeluh.
"Yang jelas aku pasti datang! Mamamu kan jago buat kue. Kue-kuenya pasti lezat semua," seru Yanto seraya menjilati bibirnya.
"Huh...." Semua serempak menyoraki Yanto.
"Aku belum pasti, Rat," kata Tika kemudian. "Jarak rumahmu jauh dari rumahku.Kalau tidak ada yang mengantar, Ayah pasti tidak mengizinkan aku pergi."
"Tenang, Tik! Aku siap mengantarmu pulang pergi. Dengan catatan, bayari aku ongkos mikroletnya," timpal Andri yang duduk di atas meja seraya menggoyangkan kedua kakinya.
"Huh,kapan sih kamu mau menolong tanpa mengharapkan balasan?" Hermin memotong.
"Kan wajar, Her. Tika saja tidak keberatan kok. lya kan, Tik?"
"Ya,aku bayari! Tapi datang ke rumahku pukul setengah empat. Aku tidak suka jam karet," ujar Tika.
Tiba-tiba terdengar suara lantang dari bangku belakang. "Uangku hilang!!"
Serentak semua menoleh. Muka Tono yang tadi berteriak, kelihatan pucat. Sementara tangannya memegang kotak pensil.
"Benar uangmu hilang, Ton?" tanya Yanto ingin kepastian.
Tono mengangguk."Padahal uang itu untuk membayar SPP-ku," katanya pelan.
"Wah,nanti kamu tidak punya ongkos pulang, Ton,"timpal Hermin memikirkan
hal lain.
"Kalau itu masih ada. Pencuri itu hanya mengambil lembaran uang limaluh ribu, sedang yang limaribu tidak diambilnya."
"Kita harus melaporkan hal ini kepada Bu Nurki," kata Ratna, sang ketua kelas, dengan tegas.
"Tidak usah, Rat. Aku rela uang itu hilang. Asal pulang sekolah nanti ada yang mau mengatakan pada ibuku bahwa aku benar-benar kehilangan uang. Aku akan segera mendapat gantinya," cegah Tono.
"Tidak bisa begitu, Ton. Kalau dibiarkan, nanti bisa saja ada pencurian berikutnya.Yuk, kita ke ruang guru," ajak Ratna.
Dengan ragu-ragu Tono menuruti ajakan Ratna. Sementara berita Tono yang kehilangan uang cepat menyebar. Akibatnya, seluruh isi kelas lima jadi saling mencurigai.
"Jangan-jangan Firman yang mengambilnya. Dia kan duduk sebangku," bisik Yanto kepada Andri.
"Jangan menuduh sembarangan. Kamu akan malu sendiri kalau sangkaanmu itu keliru. Uang Tono hilang belum tentu karena dicuri. Tunggu aku sedang memikirkannya."
"Huh,lagakmu. Mau meniru detektif cilik di buku cerita ya?" Yanto bersungut kesal.
Bel tanda istirahat berbunyi tak lama kemudian. Bu Nurki masuk ke kelas diiringi Ratna dan Tono.
"Ibu minta supaya semua tenang di tempat masing-masing. Kalian mungkin sudah mendengar tentang Tono yang kehilangan uang. Ibu tak akan memeriksa tas kalian satu persatu, karena Tono telah merelakan uangnya hilang. Tapi Ibu harap, bila ternyata ada di antara kalian yang mengambilnya, silakan temui Ibu pulang sekolah nanti. Ibu akan menjaga rahasia dan memaafkan kesalahan itu," kata Bu Nurki bijak.
Bu Nurki segera memberi pelajaran berikutnya. Beberapa murid bernapas lega karena Bu Nurki tidak menggeledah tas mereka.
"Celaka kalau tasku sampai diperiksa," gumamYanto berbisik.
"Lho,memangnya kenapa?" tanya Andri heran.
"Soalnya Riki baru mengembalikan komikku tadi pagi."
Andri cuma menggelengkan kepala. Itulah kebiasaan buruk yang sering dilakukan teman-temannya.Menukar barang yang tidak ada hubungan dengan pelajaran sekolah di kelas.
Menit-menit pun berlalu. Seisi kelas lima tampak sudah mulai melupakan uang Tono yang hilang. Cuma Andri yang tampak mengerutkan dahinya. Ia terus memikirkan kejadian tadi. Baginya ada yang janggal dari peristiwa itu. Setelah agak lama berpikir, ia menulis beberapa baris kalimat di atas kertas. Kertas itu kemudian ia serahkan pada Ratna yang duduk di seberang mejanya.
Ratna membaca tulisan Andri yang mirip cakar ayam itu.
Ratna,
Aku ikut denganmu ke rumah Tono.
Tunggu saja, ada kejutan!
Andri.
Selesai membaca surat itu, Ratna menoleh ke arah Andri sambil menganggukkan
kepala. Ia penasaran, ingin tahu apa yang akan diperbuat Andri nanti.
Bel anda pulang sekolah akhirnya berbunyi juga. Begitu bubar Ratna langsung menghampiri Andri.
"Ada apa sebenarnya,Dri?" tanya Ratna tak sabar.
"Aku sekarang tahu ke mana uang Tono."
"Kemana?"
"Masih di Tono. Pencurian itu sebenarnya tidak ada. Itu cuma pencurian palsu yang dikarang oleh Tono," jelas Andri.
"Untuk apa ia melakukannya?" Ratna keheranan.
"Justru itu yang akan kutanyakan padanya. Itu dia...."
Mereka diam ketika melihat Tono melangkah mendekati mereka.
"Rat, kamu jadi kan menemui ibuku?" tanya Tono kemudian.
"Ya, Andri ingin ikut katanya."
"Tapi,Ton, kita ke samping sekolah dulu sebentar," ujar Andri. Tono tidak menolak. Bertiga mereka kemudian berjalan ke samping sekolah. Suasana di situ sepi, tak ada orang lain.
Andri menarik napasnya sebentar sebelum berkata, "Ton, sebelum kami mengantarmu,sebaiknya kamu menceritakan dulu kepada kami di mana uang itu sebenarnya?"
"Mana aku tahu. Uang itu hilang dicuri."
"Ah, kami sudah tahu kalau kamu sendiri yang mencurinya," timpal Ratna. "Sudahlah,Ton, ceritakan saja. Untuk apa kamu melakukannya?"
Tono diam menundukkan kepalanya. Mukanya pucat. "Ya ... aku mengaku salah. Uang itu memang tidak hilang. Aku melakukannya karena ingin menggunakan uang itu untuk membeli kado ulang tahunmu, Rat," jawab Tono terbata-bata.
Ratna tersentak kaget. Ia menanggapinya dengan gusar. "Aduh,Ton! Mengapa kamu melakukannya. Aku kan tidak menyuruh siapa pun membawa kado di hari ulangtahunku nanti."
"Sudah, Rat, tahan emosimu. Ton, kurasa Bu Nurki masih ada di ruang guru. Berterus teranglah pada Bu Nurki bahwa kamu telah melakukan kebohongan. Bu Nurki akan menjaga rahasia dan memaafkanmu," tutur Andri seraya menepuk bahu Tono.
Tono mengangguk. Ia melangkah meninggalkan Ratna dan Andri.
"Dri, kok kamu bisa menebak semua ini?" tanya Ratna.
"Mana ada pencuri yang mau menyisakan uang lima ribu. Jumlah itu termasuk besar buat pencuri uang limapuluh ribu rupiah. Ditambah lagi, Tono sempat menolak ketika kamu mengajaknya menemui Bu Nurki," celoteh Andri panjang.
Ratna cuma mengangguk. Biar bagaimanapun ia kagum karena Andri yang konyol itu kadang-kadang pikirannya amat mengejutkan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment