Tidak Perlu Kecewa
oleh Benny Rhamdani
Diar masih berada di ruang ganti pakaian. Ia sedang menukar pakaian baletnya dengan pakaian biasa. Beberapa temannya juga melakukan hal serupa.
"Enak ya, Rena! Ia dipilih Tante Min mengikuti lomba bulan depan tanpa diseleksi seperti kita," gumam Irlin agak keras.
"Ah, wajar 'kan. Rena memang penari balet terbaik di sanggar kita. Jadi kamu tidak perlu iri!" timpal Nina.
"Siapa yang iri? Aku cuma kagum," kilah Irlin.
"Sudah! Yang penting kita mesti bersiap diri untuk mengikuti seleksi besok lusa. Siapa tahu di antara kita terpilih untuk lomba bersama Rena," Yuli berusaha menengahi.
Diar yang mendengar semua percakapan itu, cuma diam saja. Pikirannya sibuk. Ia begitu yakin dirinya akan terpilih menemani Rena ke perlombaan itu nanti.
"Aku pulang duluan, teman-teman!" pamit Diar sambil menenteng tasnya.
Diar segera menuju ke mobil sedan berwarna putih. Mobil itu masih kosong. Diar mesti menunggu beberapa menit sampai Tante Min muncul.
"Mau langsung pulang, Tante?" tanya Diar begitu Tante Min mulai menjalankan mobil.
"lya, kamu 'kan mesti istirahat! Biar nanti malam kamu tidak mengantuk di saat belajar," jawab Tante Min.
Diar tersenyum membenarkan. Pikirannya beralih ke hal lain. Ia menyusun sebuah rencana agar Tante Min mau memilihnya ke lomba itu. Caranya, menunjukkan sikap-sikap baik. Ah, masih banyak waktu untuk melakukan rencana itu. Apalagi Diar tinggal serumah dengan Tante Min, adik Mama.
Tiba di rumah Diar langsung menemui Mama dan memberi tahu Mama tentang lomba balet itu.
"Diar ingin sekali mengikuti lomba itu, Ma," ujar Diar mengakhiri ceritanya.
"Kalau begitu kamu harus berlatih dengan baik," sahut Mama.
"Diar malu sama teman-teman kalau tidak terpilih. Masak keponakan pelatih balet tidak bisa apa-apa," Diar berseloroh.
Mama cuma menanggapinya dengan senyuman. Kemudian Diar pergi untuk tidur siang. Baru agak sore ia terjaga dari tidurnya.
Usai mandi, Diar bergegas menemui Tante Min yang tengah sibuk merawat bunga-bunganya di taman.
"Diar bantu, ya Tante!" Diar menawarkan jasanya.
"Kamu tidak sedang sibuk?" balik Tante Min.
Diar menggeleng.
"Kalau begitu tolong guntingi ranting-ranting mawar yang agak tua," pinta Tante Min.
Dengan senang hati Diar melakukan permintaan itu.
Usaha Diar untuk menarik hati Tante Min terus berlanjut sampai keesokan harinya. Ia bahkan sengaja membatalkan janjinya untuk berlatih bersama Yuli, gara-gara ia ingin menemani Tante Min belanja. Saat seleksi pun tiba. Seperti biasa, obrolan seru terjadi di ruang ganti pakaian.
"Aku tidak tenang menghadapi seleksi ini," gumam Irlin. "Baru seleksi saja sudah tidak tenang! Bagaimana kalau kamu terpilih mewakili sanggar ke lomba?!" timpal Nina.
"Ah, tapi aku yakin akan terpilih menemani Rena," sahut Irlin yang disusul oleh cibiran dari teman-temannya.
"Eh, kamu bagaimana, Diar?" usik Nina.
Diar terperangah kaget. "Aku? Ah, lihat saja nanti deh! Aku takut dibilang sombong kalau kukatakan Tante Min akan memilihku."
"Huuuuuh!" Semua langsung menyoraki Diar.
Diar tidak peduli. Ia berjalan santai menuju ruang latihan, diikuti oleh teman-temannya. Tante Min tampak sudah siap untuk melakukan seleksi.
balet2
Ilustrasi : Clipart
Satu persatu mereka yang jumlahnya sepuluh orang itu mulai diuji. Secara bergilir mereka menarikan tari "Rumput Liar'. Selama hampir dua jam seleksi itu berlangsung. Dengan perasaan harap-harap cemas mereka menanti keputusan Tante Min.
"Coba kalian agak mendekat. Akan segera Tante umumkan hasil seleksi tadi!" seru Tante Min lantang. "Sebelumnya, Tante ingin memberikan sedikit pendapat tentang penampilan kalian. Tante akui semangat kalian cukup tinggi untuk mengikuti lomba itu. Tapi, semangat saja tidak cukup. Harus disertai latihan setiap hari agar dapat menari dengan baik. Kalian sudah menari dengan baik tadi, cuma masih ada gerak yang kurang luwes. Nah, yang mendapat nilai paling baik dari semua adalah Yuli. Untuk Yuli masih ada waktu sebulan untuk berlatih lebih giat lagi."
Semua bersorak memberi selamat kepada Yuli. Diar diam-diam meninggalkan teman-temannya. Ia berjalan cepat menuju ruang ganti pakaian. Ia duduk di atas kursi panjang seraya menutup muka dengan kedua telapak tangannya. Hatinya kesal bercampur kecewa terhadap keputusan Tante Min. Bahunya bergerak-gerak, menahan isak tangis. Diar terperanjat ketika merasakan ada tangan yang mengelus bahunya.
"Kamu tak perlu kecewa, Diar. Mestinya kamu menerima keputusan itu dengan lapang dada seperti teman-temanmu yang lain," ucap Tante Min begitu Diar mengangkat kepala.
"Diar heran, kenapa Tante tidak memilih Diar, keponakan Tante?!" sergah Diar di sela-sela isak tangisnya.
"Memang benar Diar keponakan Tante. Tapi, di sanggar ini kedudukanmu sama dengan teman-temanmu, murid balet Tante."
Diar menunduk lagi. la teringat, kata-kata itu pernah diucapkan Tante Min dulu. Juga oleh Mama. Ah, mestinya ia selalu mengingat dan memahami kata-kata itu.
"Kalau pun tadi Tante memilih Diar, bukan karena Diar adalah keponakan Tante. Tapi, karena Diar menari balet lebih baik daripada yang lain," tambah Tante Min.
Diar mengangguk pelan. Ia kemudian mendekap Tante Min. "Maafkan Diar. Diar yang keliru," ucap Diar.
"Sudahlah. Hapus air matamu lalu temui Yuli. Malu 'kan kalau sampai Yuli tahu kamu tidak menerima keputusan Tante," kata Tante Min kemudian.
Diar mengusap kelopak matanya. Lantas ia berdiri dan melangkah bersama Tante Min menemui Yuli. Di hati sudah tidak ada lagi perasaan kecewa. Seperti kata Tante Min tadi, Diar memang seharusnya menerima keputusan itu dengan lapang dada.
No comments:
Post a Comment