Friday, February 08, 2013

CERNAK, 17 Februari 2013




Sopir Berewok


Sejak kelas satu sampai kini kelas lima, Putri belum pernah pergi dan pulang sekolah sendiri. Pasti selalu diantar dan dijemput. Kalau Bi Sum sedang repot, ada Bang Jaka yang menggantinya. Tapi, hari ini semua berubah.
Bi Sum kemarin sore pulang ke kampungnya karena ibunya meninggal dunia. Lalu, Bang Angga sedang praktik dari kampusnya di luar kota. Mama dan papa juga tidak mungkin menjemputnya karena harus bekerja.
“Mama hanya bisa mengantarmu ke sekolah, tapi pulangnya kamu tetap harus sendirian,” kata Mama pagi-pagi.
Ingin rasanya Putri bolos sekolah. Tapi, hari ini ada pelajaran matematika yang paling Putri senangi.
“Lalu, siapa yang akan menemani Putri sepulang sekolah nanti di rumah?” tanya Putri bingung.
“Nanti siang, ada Mbak Rita. Mama sudah meneleponnya tadi, agar menemani kamu di rumah,” sahut Mama.
Putri mengangguk setuju. Ia paling senang ditemani Mbak Rita, kakak sepupunya. Sayangnya, Mbak Rita juga harus sekolah pagi, dan letak sekolahnya berlawanan arah dengan sekolah Putri. Coba kalau searah, Putri akan minta tolong Mbak Rita supaya menjemputnya.
Siangnya, Putri kebingungan mencari kendaraan untuk pulang. Kalau dengan Bang Angga, ia tinggal naik ke boncengan motor. Atau, kalau bersama Bi Sum, Putri tinggal tahu beres naik ke atas bajaj. Ah, tapi banyak temannya yang pulang sendiri naik bajaj. Mereka berani, kok.
Matahari makin menyengat. Bajaj yang lewat di depan Putri kebanyakan sudah diisi. Sampai akhirnya, sebuah bajaj kosong berhenti di depan Putri.
“Mau ke mana, Non?” tanya sopir bajaj sambil melongokkan kepala.
Putri tidak langsung menjawab. Ia terkejut melihat tampang sopir bajaj itu. Mukanya dipenuhi kumis dan berewok.
“Ayo, Abang antar. Nanti, susah lagi cari bajaj di sini,” bujuk sopir bajaj.
“Ke Jalan Merpati berapa, Bang?” tanya Putri akhirnya.
“Dua ribu lima ratus saja, deh.”
Putri tidak menawar lagi karena ongkos tersebut memang sudah biasa kalau pergi dengan Bi Sum. Ia segera naik ke dalam bajaj. Aneh juga rasanya duduk di bajaj sendiri. Putri berusaha menikmati perjalanan sambil melihat ke pinggir jalan. Namun, ketika di perem-patan jalan tahu-tahu sopir bajaj itu berbelok ke kiri. Padahal, semestinya jalan lurus.
Putri mulai berkeringat, bingung.  Pelan-pelan, ia mengamati wajah sopir bajaj itu. Mukanya seram seperti penjahat di televisi. Aha, jangan-jangan dia penculik, pikir Putri. Ia ingat kata teman-temannya bahwa kalau anak diculik maka orangtuanya harus mene-busnya dengan mahal. Ada juga yang diculik untuk dijadikan tumbal jembatan atau gedung. Hiiiy ….

 Putri tak kuat lagi menahan rasa takutnya. Napasnya mulai sesak. Ia menangis terisak-isak.

Sopir bajaj bingung mendengar suara tangis Putri. Ia menghentikan bajajnya dan menepi.
“Lho, kok, nangis?” tanya sopir bajaj pelan.
“Habis Abang jahat, sih! Abang pasti penculik!” jawab Putri.
“Penculik? Hehehe …, apa karena muka Abang berewok dan jelek, lantas Abang dikira penculik?” sopir bajaj itu malah tersenyum.

“Kalau bukan menculik, apa lagi? Ini bukan jalan ke rumah saya. Harusnya, di perempatan tadi jalan lurus,” cetus Putri  masih terisak.
Sopir bajaj manggut-manggut. “Jadi, itu sebabnya. Wah … Non pasti tidak tahu. Mulai pukul sembilan, jalanan di perempatan tadi diubah arusnya. Jalan itu cuma searah. Tidak bisa dua arah seperti sebelumnya. Nah, untuk mencapai jalan Merpati, Abang harus memutar dulu ke sini. Kalau tidak percaya, lihat saja nanti,” kata supir bajaj sambil menjalankan kembali bajajnya.

Putri terdiam. Ia masih setengah tidak percaya. Tetapi, ketika bajaj itu tiba pada jalan yang dikenali Putri, akhirnya Putri jadi malu sendiri. Ya, ia telah berburuk sangka pada supir bajaj itu.
“Sudah, Bang. Ini rumah saya,” seru Putri ketika bajaj sampai di depan rumahnya.
Putri mengeluarkan ongkos dari sakunya. “Ini uangnya, Bang. Maafkan saya tadi ya, Bang.”
“Tidak apa-apa. Itu artinya kamu waspada dengan orang asing. Cuma lain kali, jangan cuma waspada karena berewoknya saja, ya! Hehehe …,” kelakar sopir bajaj. Kemudian, ia meneruskan pekerjaannya mencari penumpang.
Putri menarik napas lega. Hari ini ia mendapat banyak pengalaman ber-harga. Dan, ia kagum pada dirinya sendiri karena kini sudah berani pulang sekolah tanpa dijemput siapa pun.

No comments: