Friday, September 18, 2015

20 Sptember 2015 Cernak

Lukisan Itu



oleh Benny Rhamdani

Kepindahanku ke rumah baru tentu saja membuatku senang. Persis seperti yang aku inginkan. Rumah bertingkat di pedesaan yang sejuk.

Ayahku seorang dokter hewan, ibuku seorang guru. Pekerjaan yang sangat cocok untuk pedesaan. Mereka tidak sulit mendapatkan pekerjaan baru.

"Hari ini aku mau jalan-jalan lagi. Aku belum pernah main ke utara. Lusa aku sudah masuk sekolah asrama," aku minta izin epada ayah dan ibuku.

"Ya, pergilah. hati-hati ya," jawab Ibu.

Ibu tak suka melarangku pergi. Ibu sangat percaya padaku. Lagi pula, aku tak mungkin pergi jauh.

Ke utara berarti berjalan sedikit mendaki. Cukup membuat nafasku terengah-engah. Tapi aku suka melakukannya, teutama melihat bunga-buanga yang tumbuh sepanjang jalan. Rumah-rumah penduduk juga masih jarang. Tidak sepadat di kota.

Hei!

Tanpa sengaja aku melihat seseorang di jendela loteng. Aku melihat bayangannya. Sepertinya sedang melukis.Aku juga seuka melukis. snangnya jika aku bisa berkenalan dengannya.

Aku berjalan begitu saja mendekati rumah itu. Kuketuk pintunya. Tak lama kemudian muncul seorang perempuan setengah baya.

"Selamat pagi. Aku melihat seseorang sedang melukis di loteng. Bolehkah aku berkenalan?" tanyaku.

"Seseorang di loteng sedang melukis? tidak mungkin. Tidak ada siapa-siapa di atas," kata perempuan itu. "Maaf, aku sedang sibuk."

 Aku kaget karena perempuan itu langsung menutup pintu dengan kasar. Ah, yang kutahu warga di desa ini ramah kok.

Aku meninggalkan rumah itu. Lali, aku melihat sebuah kedai tak jauh dari rumah itu. Aku membeli sebngkus kue.

"Pak, di rumah itu siapa saja penghuninya?" tanyaku.

Pak Kedai yang tak kutahu namanya tersenyum ." Bu Martha dan putrinya bernama Nadin.Tapi aku jarang melihat Nadin keluar. Dia sengaja mengurung dirinya di rumah."

"Kenapa?" tanyaku.

"Nadin ingin jadi pelukis. Dia ingin sekolah melukis. Tapi ibunya tak mengizinkan. Ibunya ingin hanya serius belajar agar jadi dokter. Bu Martha dulunya seorang perawat. Dia kemudian menikah dengan dokter. sayang ayah Nadin meninggal tak lama setelah Nadin lahir."

"Oh, begitu. Terima kasih, Pak."

Aku berniat kembali ke rumah. Tiba-tiba aku mendengar suara...

"Nak, ke sini ..."

Aku menoleh. Bu Martha!

"Aku? Oh, ada yang bisa kubantu?" tanyaku.

"Maaf, aku tadi kasar padamu."

"Oh, tidak apa-apa."

"Maukah kamu menemui anakku. Namanya Nadin. Dia ada di loteng sekarang." Bu Martha memintaku masuk ke rumahnya. Aku lalu diajak ke loteng. Rumah yang asri walaupun tak besar. Bu Martha mengetuk sebuah pintu kamar. "Nadin ... ada tamu untukmu."

"Masuk. tidak dikunci," terdengar suara di dalam kamar.

Aku pun masuk. Kulihat seoarang anak perempuan sebaya denganku.

"Hai, namaku Keiko." Aku memperkenalkan diri.

B Martha kemudian pamit, tapi kembali tak lama kemudian dengan minuman hangat dan kue kering. Aku belum banyak bicara. Hanya mengagumi lukisan yang menempel di dinding. Lukisannya kok seperti peristiwa-peristiwa di teve. Ada tsunami, badai, gempa, kereta api tabrakan ... dan ... heh ini kok ada lukisan yang agak beda. Lukisan perempuan di ruangan kamar ini. Dan perempuan di lukisan itu mirip denganku.

"Ini kok kayak aku ya?" tanyaku.

"Itu memang kamu."

"Lho, jadi kamu pernah melihat aku sebelum ini?"

Nadin menggeleng. "Aku baru sekarang melihatmu. Tapi, aku biasa melukis hal-hal yang akan terjadi," kata Nadin.

"Maksudmu?"

"Lukisan yang kubuat biasanya akan terjadi kemudian. Sama seperti tsunami di Jepanga itu. Aaku elukisnya sebulan sebelum kejadian. Sedangkan lukisanmu itu kulukis tiga bulan lalu. Ibuku bertanya siapa ini? Aku juga tidak tau. Ternyata tadi Ibu melihatmu. Ibu lalu menceritakan padaku, dan aku minta Ibu emanggilmu."

"Oh, begitu. Hm, benarkah ibumu melarangmu melukis?"

"Hahaha, sama sekali tidak. Ibuku sangat baik. Orang-orang saja yang mengarang cerita."

Aku manggut-manggut. "Sekarang kamu melukis apa?" Aku melirik ke kanvas di depannya.

"Lihat saja sendiri. Aku melukis serang gadis sendirian. Kurasa itu kamu saat remaja nanti. lalu di sekitarnya orang-orang meninggal karena penyakit. ya, hanya kamu yang selamat di sana," jawab nadin.

Hah! "Jadi ..."

"Ya, begitulah."

Aku merinding. Tiba-tiba saja mennyesal datang kerumah ini dan berkenalan dengan Nadin.

^_^

No comments: