Thursday, February 07, 2008

HORE, 10 Februari 2008


Sejarah Surat Kabar di Indonesia

Saat ini alat bantu kita memperoleh informasi dapat melalui berbagai cara. Bisa dari televisi, radio, majalah, Koran atau surat kabar dan Internet. Namun pada masa lalu, surat kabar merupakan media paling popular sebelum datangnya era media elektronik.

Nah, tahukah kalian bahwa tanggal 9 Februari adalah Hari Pers Nasional? Agar kalian makin mengenal sejarah perkembangan surat kabar di Indonesia, kita simak perjalanannya, yuk!

Koran tertua

Dalam sejarah pers di Indonesia, surat kabar “Bataviase Nouvelles” yang terbit 7 Agustus 1744 disebutkan sebagai surat kabar pertama di Indonesia, terbit atas kebaikan hati Gubernur Jenderal Van Imhoff. Izin terbitnya diberikan kepada Adjunct-Secretaris-General Jorden. Izin terbit enam bulan, kemudian diperpanjang menjadi tiga tahun.

Pada tanggal 5 Agustus 1810 terbit “De Bataviasche Koloniale Courant”di zaman Daendels-Inggris. Tanggal 29 Februari 1812 terbit “The Java Gouvernment Gazette” (Java Gazette). Bulan Maret 1836 lahir surat kabar usaha partikulir asli yang pertama Indonesia di Surabaya yaitu “Soerabaijas Advertentie-Blad”. Tahun 1853 berganti nama menjadi “Soerabaijas Nieuws & Advertentie Blad”. Boleh memuat warta berita tetapi diawasi ketat oleh Belanda. Jadi bukan Batavia, tetapi Soerabaija, kota cikal bakal terbitnya surat kabar Indonesia. Namun, semuanya bukanlah bacaan yang diperuntukkan bagi anak negeri karena memang tidak diperuntukkan bagi anak negeri.

Pada tahun 1854 terjadi kelonggaran kebijakan Belanda terhadap penerbitan surat kabar di Indonesia. Maka terbitlah di Surakarta “Mingguan Bromartani” tiap hari Kamis. “Bromartani” nama ke-Indonesiaan sekaligus ke-Jawaan. Tenaga dan para pemikirnya orang Indonesia. Tetapi modalnya tetap asing, sebuah usaha kongsi Belanda Harteveldt & Co. Karena itu sangat sulit untuk dimasukkan ke dalam kategori pers Indonesia. Berbahasa Djawa dan Melajoe, tenaga teknis, Indonesia, “Bromartani” sudah cenderung menjadi pelopor ke arah perkembangan pers nasional Indonesia.

Pada tahun 1901, Datuk Sutan Marajo bersama adiknya bernama Baharudin Sutan Rajo nan Gadang menerbitkan dan memimpin sendiri sebuah surat kabar yang diberinya nama Warta Berita yang merupakan surat kabar pertama di Indonesia yang berbahasa Indonesia (bahasa Melayu dengan huruf Latin) dimiliki dan redakturnya orang Indonesia.

Modal pertama didapat dari seorang pedagang terkenal di Padang waktu itu, Abdul Manan Sutan Marajo. Koran ini dicetak secara sederhana di daerah Pasarmudik. Pemimpin redaksinya Datuk Sutan Marajo yang juga pernah menjadi jaksa sebentar di Pariaman. Datuk Sutan Marajo terkenal sebagai seorang otodidak dengan pena cukup tajam terutama sewaktu dia memimpin Utusan Melayu. Dia sangat ahli dalam modernisasi yang dibawa Belanda terhadap kaum ortodoks apalagi yang menamakan diri "kaum bangsawan". Mahyudin Datuk Sutan Marajo lahir kira-kira tahun 1858 di Sulitair, meninggal dan dikebumikan di Padang bulan Juni 1921.

Kalau ingin bicara mengenai koran nasional (diterbitkan dan dipimpin oleh pribumi asli, orang Indonesia), maka Warta Berita ini termasuk tertua di tanah air kita. Sayang, umurnya tidak begitu panjang, kurang dari 10 tahun.

Datuk Sutan Marajo pernah dihukum denda 100 gulden atau kurungan 15 hari karena tulisannya pada tanggal 23 Februari 1892 mengenai nasib rakyat kecil dan karena sebuah tulisannya tentang Aceh namun untuk yang terakhir ini Datuk Sutan Marajo divonis bebas.

“Medan Prijaji”, mingguan yang terbit di Bandung tahun 1907, sering juga disebut-sebut surat kabar nasional pertama yang menyandang predikat tulen. Pengasuhnya Raden Mas Tirtohadisoerjo dengan nama kecil Djokomono. Sebelum menerbitkan “Medan Prijaji”, Januari 1904 Djokomono mendirikan dulu badan hukum N.V. Javaansche Boekhandel en Drukkerij en handel in schrijfbehoeften “Medan Prijaji” beralamat di Djalan Naripan Bandoeng yaitu di Gedung Kebudayaan (sekarang Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan-YPK).

Di hadapan Notaris Simon Bandung, konon ia ingin segera menerbitkan “Medan Prijaji” tahun itu juga. Dia persiapkan dulu percetakannya, menyiapkan sarana surat kabarnya dan kelengkapan wartawannya. Belakangan Djokomono disebut pula sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia. Karena itu “Medan Prijaji” paling tepat disebut sebagai koran pertama Indonesia tulen, sebab mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli. Djokomono sendiri disebut-sebut pula sebagai perintis persuratkabaran dan Kewartawanan Nasional Indonesia.

Konon pada waktu itu sudah lahir organisasi wartawan PDI (Persatoean Djoernalis Indonesia). Ketika pertama kali terbit di Bandung, “Medan Prijaji” mencantumkan moto di bawah nama “Medan Prijaji” sbb: “Ja’ni swara bagai sekalijan Radja2. Bangsawan Asali dan fikiran dan saoedagar2 Anaknegri. Lid2 Gemeente dan Gewestelijke Raden dan saoedagar bangsa jang terperentah lainnja”.

Jauh sebelum “Medan Prijaji” terbit, di Cirebon sudah ada surat kabar “Tjiremai” (1890) dalam bahasa Belanda. Di Sukabumi terbit “Li Po” (1901), merupakan surat kabar keturunan Tionghoa. Di Bogor juga terbit surat kabar Mingguan Tionghoa “Wie Sin Ho” (1905).

Koran Tertua di Sumatera

Surat Kabar yang tertua di Sumatera adalah Sumatera Courant, didirikan tahun 1859 di kota Padang, Sumatera Barat. Mula-mula berukuran kecil, terbit hanya beberapa kali dalam seminggu. Pendirinya seorang Indo terkenal sekali di Padang pada abad 19, bernama L.N.H.A. Chatelin yang sekaligus juga menjadi pemimpin redaksinya. Entah apa sebabnya, perusahaan tersebut dijual ketangan seorang Indo terkenal bernama H.A. Mess, walaupun Chatelin tetap sebagai pimpinan redaksi. Tahun 1878 koran ini telah terbit tiap dua hari sekali, tetapi nama Chatelin tidak disebut-sebut lagi.

Hampir bersamaan waktunya, terbit pula di Padang surat kabar tertua nomor dua yaitu Padangsche Nieuws en Advertentieblad oleh R.H. Van Wijk Rz. Nomor perdananya muncul tanggal 17 Desember 1859, seterusnya terbit tiap Sabtu.

Koran tertua nomor tiga ialah Padangsche Handelsblad, mulai terbit tahun 1871 oleh sebuah perusahaan milik seorang Indo bernama H.J. Klitsch & Co. Mula-mula terbit hanya dua kali seminggu, tapi semenjak 1881 meningkat menjadi tiga kali. Semenjak tahun itu pula nama penerbitnya seperti tercantum di koran itu sendiri, menjadi Klitsch & Holtzapffel. Redaksinya dipimpin oleh seorang yang tak asing lagi di Padang, yaitu Mr. J. van Bosse, pengacara terkenal. Tahun 1883 nama koran ini diganti menjadi Nieuw Padangsche Handelsblad

Oh iya, mengapa Hari Pers Nasional ditetapkan pada tanggal 9 Februari? Karena tanggal 9 Februari merupakan peristiwa bersejarah bagi kehidupan pers nasional Indonesia. Pada tanggal tersebut dalam tahun 1946 terbentuklah organisasi Persatuan Wartawan Indonesia yang merupakan pendukung dan kekuatan pers nasional

(benny rhamdani)

No comments: