Thursday, April 17, 2008

Cernak, 20 April 2008


Mimi dan Mumu

Oleh Benny Rhamdani

Tiba-tiba di sekolah heboh. Bukan karena ada tsunami ataupun bagi-bagi mie gratis. Tapi ada murid baru di kelas Mimi.

“Perkenalkan, namaku Muhammad Muhyidin. Panggil aku … Mumu,” kata anak lelaki itu di depan kelas.

Langsung saja seisi kelas tertawa sambil melirik Mimi. Mereka merasa lucu bukan saja karena nama Mumu yang mirip dengan Mimi, tapi juga penampilan rambut Mumu yang kribo.

“Mimi, apakah dia saudaramu?” tanya teman-teman Mimi.

“Bukan!” jawab Mimi cepat.

“Terus siapamu?” tanya yang lain.

“Bukan siapa-siapaku,” kata Mimi ketus.

“Cieee ….” Mereka langsung menggoda Mimi.

“Iiih, apa-apaan sih kalian ini? Aku ini kan anak baik-baik. Jangan digodain dong,” kata Mimi dengan wajah sok polos tapi hati menahan kesal.

Tapi kekesalan Mimi tak berhenti sampai di situ. Kehadiran Mumu membuat kekesalan di hatinya terus-terusan muncul.

Ketika pelajaran menyanyi misalnya. Bu Tralala Trilili minta seisi kelas menyanyi satu per satu ke depan kelas. Lagu pilihan bebas. Mimi langsung memilih lagu yang belum dipilih teman-temannya, yakni Cucak Rawa dalam irama seriosa.

Mimi merasa senang karena hanya lima murid yang tutup kuping saat dia menyanyi. Tidak ada yang sampai pingsan ataupun muntah-muntah, seperti sebelumnya.

“Mimi, lagu pilihanmu kurang cocok. Seharusnya kamu menyanyikan lagu Kupu-kupu Jangan Pergi dalam irama dangdut. Latihan lagi ya,” komentar Bu Tralala Trilili seperti juri Indonesian Idol.

“Baik, Bu. Aku jangan dieliminasi dulu ya,” jawab Mimi sambil kembali duduk.

Berikutnya Mumu mendapat giliran. Di luar dugaan dia menyanyikan lagu yang sama dengan Mimi. Bedanya, tak ada satupun seisi yang menutup telinga ketika Mumu menyanyi. Mereka terpana dengan suara Mumu. Beberapa murid ada yang sampai menitikkan airmata karena penghayatan Mumu membawakan lagu Cucak Rawa versi seriosa. Sebagian lagi menyimak dengan mata tak berkedip dan mulut menganga.

Begitu Mumu selesai menyanyi, sebagian besar murid bertepuk tangan sambil berdiri.

“Hebat! Ibu sampai tidak bisa kasih komentar apa-apa lagi,” kata Bu Tralala-Trilili kemudian.

Diam-diam Mimi mendengus kesal di bangkunya.

Saat pelajaran matematika pun Mimi kembali kesal. Pak Phytagoras seperti biasa memberi pertanyaan di akhir mengajar. Siapa bisa menjawab pertanyaan terbanyak akan diberi hadiah. Biasanya Mimi jadi pemenang, tapi kali ini Mumu menjadi pesaingnya.

Ketika pelajaran matematika berakhir, Mumu ternyata mendapat nilai tertinggi. Maka hadiah gantungan kunci pun jatuh ke tangan mumu.

Saat istirahat, saat Mimi hendak membeli donat kesukaannya ternyata sudah habis. Rupanya, Mumu memborong donat itu untuk dibagi-bagikan kepada teman-teman sekelas. Yang menyebalkan, Mimi tak kebagian.

Mimi memutuskan ke perpustakaan sekolah. Tapi bangku favoritnya sudah ditempati Mumu.

“Uuuuh, mengapa sih dia terus membuatku kesal?” tanya Mimi dalam hati.

Sebenarnya Mimi bisa saja membalas dendam. Tapi Mimi tahu, balas dendam bukan cara terbaik untuk mengatasi masalahnya. Malah akan membuat masalah bertmbah.

Mimi berjalan sendiri ke samping aula olahraga. Tak ada teman yang mau bersamanya. Semua sedang memerhatikan Mumu. Mimi duduk di ruang sepi dekat penyimpanan peralatan olahraga.

“Hihihi, rencanaku berhasil. Mimi berhasil jadi korbanku ….”

Terdengar suara cempreng saat Mimi terdiam. Mimi hapal benar dengan suara itu. Itu pasti Andini.

“Korban bagaiman?” tanya yang lain. Sepertinya suara Becky.

“Itu lho … si Mumu. Dia itu kan masih saudara sepupuku. Sebenarnya nama panggilannya bukan Mumu. Tapi aku minta padanya agar memperkenalkan diri dengan nama Mumu,” kata Andini yang centil.

“Memang, nama panggilannya siapa?” tanya Becky.

“Didin. Bukan Cuma namanya. Sebenarnya, dia juga tidak berambut kribo. Aku yang menyuruhnya memakai wig kribo ke sekolah. Biar segalanya menyerupai Mimi,” kata Andini.

“Kenapa sih kamu kayaknya tidak suka sama Mimi?” tanya Becky.

“Habis dia popular di sekolah kita sih? Padahal apa kelebihannya dari pada aku?” kata Andini.

Aha! Jadi ini penyebabnya! Pikir Mimi kemudian.

Mimi kemudian berjalan ke luar gudang, Dia kembali ke kelas. Dilihatnya Didin tengah dikerumuni beberapa teman sekelas sambil bercerita.

“Aku juga pernah ke Paris. Di sana aku ….”

“Didinnnnnn!” tiba-tiba teriakan suara Mimi menggelegar.

Mumu alias Didin berhenti bercerita. Mukanya langsung pucat.

“Mumu, aku sudah tahu siapa kamu sebenarnya. Hm, sebelum aku yang mengatakan semuanya kepada teman-teman, silakan kamu sendiri yang menceritakannya,” kata Mimi kemudian.

“Bagaimana kamu bisa tahu?’ tanya Mumu alias adidin.

“Itulah hebatnya aku yang tidak bisa kamu ikuti. Aku punya kekuatan yang tidak kamu punya. Ayo, ceritakan kepada teman-teman sekarang! Atau aku yang akan menarik rambut palsumu!” ancam Mimi.

Teman-teman yang lain masih bingung tak mengerti.

“Baiklah, aku akan membuat pengakuan. Sebenarnya, nama panggilanku bukan Mumu, tapi Didin. Andini adalah saudara sepupuku. Sebelum aku masuk ke sini, Andini yang memintaku mengganti nama panggilanku menjadi Mumu. Aku juga diminta melakukan apa yang biasa dilakukan Mimi di skeolah. Bahkan, aku juga diminta memakai rambut palsu kribo,” kata Didin sambil membuka wignya.

Wow! Ternyata rambut Didin nyaris botak.

“Maafkan aku ya. Aku melakukan ini karena diminta Andini. Tapi tolong kalian jangan musuhi Andini. Biar bagaimanapun, Andini adalah sepupuku. Dia sebenarnya anak baik, hanya sedikit iri melihat Mimi lebih terkenal darinya,” kata Didin.

Mimi menganggukkan kepalanya. Yang lain juga demikian.

Masalah Mimi dengan Mumu pun berakhir. Di kelas tidak pernah lagi ada murid bernama Mumu, juga murid berambut kribo. Tinggal Andini kebingungan bagaimana Mimi bisa tahu rahasianya.

^-^

No comments: