Friday, May 29, 2015

Cernak, 31 Mei 2015





Suara Itu ...
oleh Benny rhamdani


Sebenarnya aku malas bangun pagi. Ini hari Minggu. Tapi aku harus bangun karena tidak mau ditinggal keluargaku sendirian di rumah. Keluargaku akan ke pantai hari ini.

"Windy, kamu yang terakhir bangun. Ayo cepat mandi!" seru Kak Dion.

Aku langsung mandi secepatnya. Setelah memakai pakaian yang disiapkan Mama aku langsung ke meja makan. Semua sudah hampir beres sarapan. Mama, papa, Kak Dion dan Kak Regina.

"Tidak usah terburu-buru. Kami akan menunggumu," kata Kak Regina lembut.

Aku pun menghabiskan nasi gorengku tak tergesa-gesa. Sayang jika nasi goreng buatan Mama tidak kunimati kelezatannya.

Lima belas menit kemudian kami baru meninggalkan rumah. Tujuan kami ke pantai di selatan. Papa paling suka mengajak kami ke pantai. Tapi biasanya ke pantai di utara karena jaraknya lebih dekat. Ke selatan kami harus mengendarai mobil dua jam.

Hari hampir siang ketika kami sampai di halaman sebuah villa.yang Papa sewa. Aku mencari kamar untuk menyimpan tasku.




Tok-tok.




Aku mendengar suara ketukan di kayu. Aku mencari suara itu.



Tok-tok.

Sepertinya di gudang bawah tanah.

"Siapa itu?" tanyaku.

Aku membuka pintu mneuju gudang bawah tanah. bau lembab langsung masuk hidungku. Siapa ya?

"WUAAA!"

Aku terkejut karena melihat seseorang berdiri di depanku.

"Hahahaha! Ini aku!"

"Uh, Kak Dion nakal banget sih. Adik sendiri ditakut-takutin," kataku kemudian begitu tahu di depanku adalah kakakku sendiri.

"Aku cari bola untuk main di pantai. tadi aku lupa bawa. Ayo kita main bola!"

Walaupun perempuan, aku suka main sepak bola di pantai. Jadi aku mengikuti Kak Dion. Kami main bertiga di pantai. Kak Dion sendiri melawan aku dan Kak Regina. Papa dan Mama menyiapkan makanan.

"Regina, tolong belikan saos untuk makan ya. Mama lupa bawa tadi," kata Mama memanggil.

"Aku ikut," kataku.

"Tapi tokonya di mana?" tanya kak regina.

"Tadi kan kita lewati. Naik sepeda aja. Tadi kulihat di gudang ada sepeda," kataku.

Kamu mengambil sepeda di gudang.

Tok-tok.

Aku mendengar suara itu lagi. Kak Regina juga.

"Suara apa itu?" tanya Kak Regina.

"Ah, paling Kak Dion iseng lagi. tadi juga begitu," kataku.

Kak Regina tak bertanya lagi. Kami bersepeda boncengan ke toko terdekat. Sementara Kak Regina masuk ke dalam, aku di luar menunggu sepeda.

"Hai, kamu tinggal di villa mutiara?" tiba-tiba seseorang menyapaku. Pakainnya dekil.

"Iya. Bagaimana kamu tahu?" tanyaku.

"Aku hapal sepeda itu. Dulunya itu milih Diera. Tapi Diera sudah meninggal tenggelam di pantai," kata anak perempuan itu.

Aku menelan ludah.

"Villa yang kamu tempati itu angker lho," tambahnya lagi.

"Maksudmu?"

Anak perempuan itu bukannya menjawab malah berlari. Bersamaan dengan itu Kak Regina muncul.

"Kenapa mukamu pucat, Windy? Kamu sakit?" tanya Kak Regina.

Aku menggeleng. Lalu naik boncengan sepeda lagi.

Sampai di villa, aku masih tidak mau cerita ke pada siapapun. Aku takut acara liburan ke pantai ini malah jadi tidak menyenangkan. Pasti Kak Regina dan Mama ketakutan. lalu kami akan pulang. Tapi aku jadi tidak berani sendirian. Aku selalu mengikuti Kak Regina.

Akhirnya, Mama dan papa jadi curiga. Saat malam menjelang, Mama dan Papa bertanya.

"Windy, ada apa sebenarnya? Mama tahu kamu menyimpan satu rahasia," tanya Mama.

Aku bingung. Apalagi Kak Dion dan kak regina ikut menatapku. AKhirnya aku menceritakan semua. Seperti yang kuduga, Mama dan kak Regina langsung ketakutan. yang tak kuduga Kak Dion juga ketakutan. Cuma papa yang tenang.

"Ah, itu pasti cerita bohong. Villa ini punya teman Papa. Dia tidak punya anak perempuan. Anak perempuan yang cerita itu pasti sengaja menakut-nakuti kamu," kata Papa.

Aku tenang. Kak Regina dan mama juga tenang. Kak Dion ikut vtenang. Kami lalu berusaha melupakan ketakutan tadi dengan bernyanyi-nyanyi.

Larut malam kami tidur di kamar masing-masing. Aku dan Kak Regina. Kak Dion sendiri. Papa dan Mama.

Tapi tengah malam aku terbangun. Sebab aku mendengar suara itu lagi dari gudang bawah tanah.

Tok-tok....


^_^

No comments: