Friday, October 02, 2015

Crnak, 4 Oktober 2016

Leyka dan Petr Pan



 

Leyka sedang membaca bukunya saat sebuah suara tiba-tiba terdengar di lantai dekat jendela. Bruk! Leyka langsung menoleh, dan melihat seorang anak lelaki berusaha berdiri. Pakaiannya tidak umum. Selempang hijau, sepatu boot cokelat, juga topi kulit dengan sehelai bulu ayam menancap di sisi kanan.

“Kamu Peter Pan?” tanya Leyka sambil melihat gambar di buku tentang peter pan yang dibacanya.

“Bukan. Aku Thinker Bell. Hahaha. Ya, tentu saja aku Peter Pan. Maaf kalau aku mengejutkanmu,” kata Peter pan.

“Bukankah kamu seharusnya berada di Neverland?” tanya Leyka lagi.

“Ah, sudah lama aku meninggalkan Neverland. Membosankan. Semua serba kekanakan. Aku sedang keliling dunia. Tapi saat terbang tadi aku nyaris tersambar helikopter, sehingga tubuhku tidak seimbang dan terjatuh ke kamarmu. Untung saja jendela kamarmu terbuka,” tutur Peter Pan sambil duduk di sisi tempat tidur. Dan kamu, apa yang sedang dilakukan?”

“Membaca buku tentangmu.”

“Ah, itu pasti ngaco ceritanya. Aku sudah membaca semua buku tentangku. Isinya tidak ada yang benar. Untuk apa kamu baca suatu informasi yang tidak benar? Lagipula, membaca itu membosankan. Kamu tidak ingin keluar rumah, melihat dunia dari angkasa?” tanya Peter Pan.

“Tentu saja aku mau. Tapi Ibu selalu melarangku bermain di luar rtumah. Katanya berbahaya.  Ah, apakah kamu tidak mengajak Wendy?”

“Wendy? Siapa itu?”

“Temanmu.”

Peter Pan tertawa. “Pasti gara-gara buku dongeng itu. Percayalah, aku tidak punya teman bernama Wendy. Ya, dulu aku punya sih. Seekor anak ayam bernama Wendy. Tapi sudah diambil orang, entah siapa. Eh, kamu sudah siap ikut terbang, kan?”

Leyka mengangguk. Peter Pan merogoh kantung jelek di pinggangnya. Segenggam serbuk dikeluarkannya kemudian disemburkan ke wajah Leyka. Karuan Leyka terbatuk.

“Nah, sekarang kamu bisa terbang denganku,” kata Peter Pan.

“Bagaimana caranya?’

“Ucapkan saja dalam hatimu kamu ingin terbang. Begitu juga kalau kamu ingin belok, cepat, pelan, atau turun,” jelas Peter Pan.

Leyka mengcapkan dalam hati ingin terbang. Wow! Tiba-tiba Leyka melayang lalu posisi badannya berputar seperti Superman jika terbang.

Peter Pan melakukan hal yang sama. Kemudian berkata, “Ayo ikutlah aku!” Peter pan kemudian melesat keluar jendela.

Leyka mengucapkan keinginannya melesat seperti Peter pan. Dan … wussssh! “Aaaaah!” Leyka kaget tubuhnya terbang cepat menerpa udara,setelah melewati jendela. Sampai-sampai Leyka tak berani membuka matanya.

“Buka matamu! Lihatlah pemandangan di bawah,” seru Peter Pan yang tahu-tahu berada di sisi Leyka.

Leyka pun membuka matanya perlahan.  Wow! Dia melihat pemandangan yang … “Apanya yang indah? Aku tidak bisa melihat jelas kotaku,” kata Leyka.

“Ya, begitulah kotamu ini. Kotor penuh polusi. Aku heran bagaimana kalian mau tinggal di kota yang jorok ini. Lihat di bawah sana, orang membawa sampah sembarangan. Lalu di sana, ada pabrik membuang limbah ke sungai,” Peter Pan tampak kesal.

Leyka mendengar terus penjelasan Peter Pan.

“Sekarang, ikut aku ke kota lain, yuk!” Peter pan langsung menarik pergelangan tangan Leyka.

Wuzzz! Mereka terbang lebih cepat lagi. Satu jam kemudian, Peter pan melambatkan terbangnya.

“Nah, sekarang lihatlah ke bawah. Indah, kan?” tanya Peter Pan.

Wendy melihat kota di bawahnya. Benar-benar menakjubkan. Kota dengan gedung tinggi, namun banyak taman dengan pohon-pohon rindang. Air sungai mengalir bersih mengelilingi kota. Sudut-sudut jalanan tampak asri. Jarang sekali orang yang menggunakan kendaraan pribadi. Mereka lebih senang bepergian dengan kereta tenaga matahari. Untuk jarak dekat, mereka lebih suka bersepeda.

 “Bagaimana kota in ibis abegitu indah?” tanya leyka.

“Karena para pemimpin memberi contoh yang baik. Mereka ke kantor bersepeda dan pakai kendaraan umum, jadi warga pun mengikuti.”

Leyka benar-benar betah berada di atas kota itu. Tapi kemkudian dia teringat waktu makan siang. “Aku harus pulang. Maukah kamu mengantarku? Aku tidak tahu arahnya,” kata Leyka.

“Ya, tentu saja. Ayo, ikuti aku!” Peter Pan kemudian mengajak Leyka terbang.

Tapi saat memasuki kota Leyka tinggal, tiba-tiba wajah Peter Pan pucat. “Ada apa, Peter Pan?” tanya Leyka.

“Dadaku sakit. Kotamu benar-benar tak cocok untukku.”

“Ayo ke kamarku. Biar kamu istirahat dulu di sana,” ajak Leyka cemas.

“Tidak. Aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini. Uhuk. Pulanglah sendiri. Rumahmu sudah dekat,” kata Peter pan sambil melambaikan tangannya.

Dengan berat hati Leyka kembali ke kamarnya. Dia kemudian berdiri di jendela, memandang ke angkasa, berharap Peter Pan kembali sehat.

Bersamaan dengan itu Ibu masuk ke kamar. Ibu kaget karena melihat Leyka berdiri di jendela kamar yang terbuka lebar. “Leyka, jangan buka jendelanya, sayang,” kata Ibu sambil menutup jendela. “Apa yang kamu lakukan di jendela ini? Ibu kan sudah bilang, kalau kamu masih berdiri di jendela, Ibu akan pasangkan teralis.

Leyka terdiam. Kepalanya masih memikirkan nasib Peter Pan.

“Waktu makan siang tiba. Ibu memasak sup jagung kesukaanmu,” bujuk Ibu sambil menuntun Leyka.

Leyka tak menjawab.

Ibu tersenyum karena Leyka dengan mudah dibujuk mengikuti ke ruang makan. Biasanya Leyka sulit diminta mengikuti kata-kata Ibu. Sejak bayi Leyka menyandang autis. Sangat sulit bagi Ibu mengajak Leyka berkomunikasi. Seringnya Leyka seperti berada di dunianya sendiri.

“Nanti sore Ibu akan mengajak ke dokter lagi,” kata ibu terus berkata sendiriaan.

Peter Pan, kamu baik-baik saja, kan?

No comments: