Saturday, May 28, 2016

Cernak, 29 Mei 2016

Pemecah Kaca Jendela
oleh Benny Rhamdani




Serli datang bersama keluarganya ke rumahku. Sebenarnya aku kurang begitu menyukai Srli karena terlalu banyak omong dan sombong. Tapi dia saudara sepupuku. Kedua orangtuanya, Paman Bil dan Bibi Joan sangat baik hatinya.

Serli langsung bercerita tentang acara pesta ulangtahunnya tadi malam yang meriah. Sebenarnya aku sedih karena tidak diundang. Tapi Serli mengatakan pestanya hanya terbatas untuk 15 orang istimewanya. Hm, jadi aku bukan taman atau sepupu istimewanya.

"Di rumah masih ada tart semalam kok. Red velvet yang mahal," kata Serli. "Dita, kamu main ke rumahku yuk."

Sore harinya aku pergi ikut ke rumag Serli. Rumahnya lumayan besar di sebuah komplek perumahan. Saat masuk ke rumahnya, lalu Serli masuk ke kamarnya, tiba-tiba Serli berteriak kaget. Aku dan kedua orangtua Serli masuk ke kamar.

Kulihat kaca jendela kamar Serli pecah. Kuamati sekitarnya. Mbok Nah yang menjaga rumah ditanyai. Tapi dia sama sekali tak mendengar suara kaca pecah dari kamar Srli.

"Mbok dari tadi di lantai atas nyeterika. Mungkin Mbok nggak begitu mendengar," jelas Mbok Nah.

"Mbok sih kalo nyeterika sambil nonton sinetron keras-keras," celetuk Serli.

"Jam berapa tadi hujan dan berhenti di daerah sini, Mbok?" tanyaku.

"Mulai sekitar jam 12-an. Terus hujan lebat sampai sejam," jawab Mbok Nah.

"Buat apa kamu tanyakan itu?" tanya Serli.

"Kamarmu tadi ada air hujan yang masuk. Artinya, kaca jendela pecah sebelum hujan," jawabku. "Eh, kamu punya musuh di sekitar sini?"

Serli menelan ludahnya. "Sepertinya teman-teman yang tidak kuundang semalam membenciku. Ada April, Alis, Mark dan Lidya."

"Kalau begitu mari ke rumah mereka. Kamu harus minta maaf sebab tidak mengundang mereka ke ulangtahunmu semalam," ajakku.

"Eh, tapi ..."

Aku langsung menarik sepeda milik Serli yang biasa kupakai kalau main ke sini. Serli menarik sepedanya yang lain yang masih baru. Mungkin hadiah ulangtahun.

Pertama kami ke rumah April. Anak perempuan ini tampak tomboy. Serli seperti yang kuminta memnta maaf. April bersikap tak peduli.

"Hari Minggu ini, kamu ke mana saja tadi pagi?" tanyaku.

"Aku tadi mengantar jaketku ke tukang laundry Cuciqu," jawab April.

Kemudian kami ke rumah Alis. Serli melakukan hal yang sama, yakni meminta maaf.

"Tadi pagi sebelum hujan kamu pergi ke mana?" tanyaku.

"Dari pagi aku sama ibu membuat kue. Tuh di meja ada bolu kukus yang kami buat. Kamu mau?"

Aku mengambil kue itu dan memakannya walaupun sebenarnya aku kurang suka.

Setelah itu kami ke rumah Mark. Serli melakukan tugasnya, aku juga bertanya seperti kepada lainnya.

"Aku tadi merapikan taman bersama ayah. Untung sebelum hujan kami sudah beres. Lihatlah taman kami jadi indah kan?" ujar Mark smabil menunjuk taman di depan rumah. Ya sangat cantik sekali.

Tapi kami tak berlama-lama. Kami lantas menuju ke rumah Lidya. Serli melakukan tugasnya untuk terakhir kali. Aku juga bertanya untuk terakhir kali.

"Aku hari ini belajar melukis dengan cat minyak di kanvas," jawab Lidya.

"Di mana lukisanmu?" tanya Serly.

"Lukisanku jelek. jadi aku buang tadi."

Aku mengajak Serli pulang. sepertinya Serli masih penasaran. Aku mengajak Serli kembali ke rumah lewat jalan lain. kami lewat Laundry Cuciqu. Setelah itu kami ke rumah.

"Sekarang, aku tahu siapa pelaku yang memecahkan jendela kamarmu," kataku.

"Ya, aku tahu. Pasti Lidya, kan? Dia tidak bisa membuktikan kalau sedang melukis."

"Bukan. Lidya benar melukis kok. Aku melihat ada cat di tangan lengannya dan bajunya yang belum dibersihkan. Dia tidak mau menujukkan karena mungkin jelak," jelasku.

"Lalu siapa?"

"April."

"Bagaimana kamu tahu?"

"Soalnya dia berbohong. tadi kita lewat Cuciqu, kan? Di sana terpampang jelas hari Minggu mereka tutup."

Tiba-tiba pintu rumah diketuk. April datang bersama ibunya. Wajah April tampak pucat. Aku tahu apa yang akan diceritakan April dan ibunya kepada Serli dan kedua orangtuanya. Ya, aku yakin sekali ....

No comments: