Friday, September 19, 2008

Cernak, 21 September 2008

Tamu Istimewa

Jauh sebelum bulan puasa tiba, Elya sudah merajuk kepada Mama agar berlebaran lagi di Bandung bersama nenek dan kakek. Ya, seperti lebaran pada tahun-tahun sebelumnya. Tapi berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Mama tidak menjawab dengan pasti.

“Kita lihat saja nanti. Papa punya uang atau nggak,” kata Mama.

“Lho, Mama kan punya tabungan khusus untuk ke Bandung. Mama sendiri yang bilang,” kata Elya mengingatkan.

“Uang di tabungan itu sebagian besar sudah dipakai untuk bayar keperluan sekolah Elya, juga uang masuk sekolah Bang Ega yang ternyata tidak sedikit,” jawab Mama.

“Huh, Bang Ega sih nggak keterima di sekolah negeri. Jadi masuk sekolah swasta yang mahal,” rutuk Elya.

Akhirnya, Elya hanya berdoa dalam hati agar ada kejutan di bulan puasa ini. Ya, siapa tahu saja Papa dapat rejeki besar dari bisnis jual beli mobil bekasnya. Ah … tapi Elya ingat benar, bisnis Papa sedang tidak begitu aik. Elya pernah mendengar percakapan Papa dan Mama. Malah, Elya sempat mendengar Papa terkena tipu oleh seorang teman Papa. Papa sampai rugi puluhan juta!

Sebenarnya Elya tahu, kalau saja Mama mau minta tolong Om Irwan, pasti mereka sekeluarga dapat berangkat ke Bandung. Om Irwan itu adik Mama yang kaya raya. Tapi Mama kan orangnya gengsian. Mana mau minjam uang kepada Om Irwan, apalagi minta.

Kalau jadi keluarga Om Irwan sih enak. Bisa lebih dari sekali ke Bandung dalam setahun. Tahun baru ke Bandung. Liburan sekolah ke Bandung. Lebaran ke Bandung. Padahal anak Om Irwan ada tiga. Coba berapa banyak uang yang harus dikeluarkan jika pulang pergi naik pesawat terbang. Dan itu tidak mungkin dilakukan Papa dan Mama.

Biasanya Elya sekeluarga ke Bandung naik mobil Papa. Agak lama bila dibandingkan naik pesawat. Bahkan Elya sering merasa bosan di perjalanan.

Tok-tok-tok!

“Assalamualaikum!”

“Waalaikumsalam!” Elya membuka pintu. Ternyata yang masuk Salsa, saudara sepupunya, anak Om Irwan.

“Sama siapa ke sini?” Tanya Elya bingung karena Salsa tidak ditemani Mama ataupun papanya.

“Tadi diturunin sampai depan pagar sama supir,” kata Salsa sambil duduk santai.

“Sengaja mampir ke sini?” Tanya Elya.

“Iya dong. AKu kan kangen sama sepupuku yang centilnya minta ampun ini. Hehehehe! Lho, kok kamu malah cemberut? Eh, sebenarnya tadi aku mau ke took buku. Ngabuburit. Tapi aku batalin. Soalnya, aku pengin ketemu kamu, El.”

“Terus kalo udah ketemu, mau ngapain?”

“Nggak ngapa-ngapain. Aku cuma mau lihat-lihat aja, kira-kira kamu nyiapin oleh-oleh apa buat nenek dan kakek lebaran annti,” kata Salsa.

Elya mengeleng. “Aku kan nggak akan ke Bandung lebaran tahun ini,” jawab Elya.

“Oh iya? Sama dong!” teriak Salsa. “Ya, aku juga baru tahu tadi dari Mama. Makanya aku pengin keluar dari rumah. Abis sebel sih!”

“Memangnya kenapa nggak ke Bandung?” tanya Elya bingung.

“Kamu kan tahu mamku lagi hamil gede. Mama tuh takut hamil gede naik peswat. Takut lahiran di pesawat. Terus, Kak Bram juga mau ada acara apaan gitu di kampusnya. Sebel deh!” rutuk Salsa. “Padahal aku pengin banget ke Bandung. Pengen makan bataor yang enak, beli-beli baju yang bagus-bagus, naik delman ….”

“Ih, kamu. Ke Bandung itu kan tujuan utamanya ketemu Nenek dan kakek.”

“Hehehehe. Iya, itu sih udah jelas atuh!” timpal Salsa sambil nyengir.

Tiba-tiba terdengar bunyi lagu Wulan Jamila. Rupanya HP Salsa berbunyi. Sebagai anak orang kaya, Salsa memang sejak lama punya HP sendiri.

“Ya, Pa? Salsa di rumah Elya. Apa? Pulang? Nggak mau. Salsa mau nginep di sini. Kecuali Papa janji … Iya. Harus Janji. Kita lebaran ketemu Kakek dan Nenek,” kata Salsa di telepon. Kemudian Salsa mematikan HP-nya.

Ternyata Salsa benar-benar serius marah sama Papa dan mamanya karena tak lebaran ke Bandung.

“Aku boleh ya nginep di sini beberapa hari. Aku janji nggak akan ngacak-ngacak bukumu,” pinta Salsa.

“Ya, boleh saja. Tapi kamarku kan kecil. Nggak kayak kamar kamu,” kata Elya.
“Kamarku biar gede tapi sempit. Banyak perabotnya sih. Mama tuh suka beli perabot yang aneh-aneh buat di kamar,” kata Salsa.

Maka, jadilah Salsa menginap di rumah Elya. Buka dan sahur bersama di rumah Elya. Sementara Om Irwan tak pernah berhenti membujuk Salsa agar mau pulang ke rumah.

Pagi harinya, ketika Salsa dan Elya sedang duduk-duduk di teras, mereka melihat mobil masuk ke pekarangan rumah. Mobil Om Irwan. Tapi kok di dalam mobil itu ….

“Hah! Kakek dan Nenek!” teriak Salsa dan Elya bareng. Mereka berebutan merangkul Kakek dan Nenek.

“Kok mau ke sini nggak bilang-bilang?” Tanya Elya.

“Solanya kakek dan nenek mau kasih kejutan,” kata Om Irwan.

Elya dan Salsa senang bukan kepalang. Kali ini, meskipun tak jadi ek Bandung tapi mereka masih bias berlebaran dengan Nenek dan Kakek.

“Ngomong-ngomong, Kakek dan Nenek nginep di rumah Salsa aja ya,” pinta Salsa.

“Jangan dong. Di rumah Elya aja. Sekarang kan sudah di rumah Elya,” kata Elya.

“Di rumah Salsa!”

“Di rumah Elya!”

Kakek dan Nenek jadi bingung. Inilah repotnya punya cucu yang sangat mencinta mereka.

Nah, menurut kalian sebaiknya Kakek dan Nenek menginap di rumah siapa?
^-^

No comments: