Thursday, October 16, 2008

Cernak, 19 Oktober 2008


Sahabatku

oleh Benny Rhamdani



“Dita, kamu kok nggak jadi ke sini?”


“Maaf Putri, aku nggak jadi ke rumahmu. Adikku mendadak sakit.”


“Kamu nggak bohong, kan?”


“Nggak kok. Beneran!”


“Ya sudahlah.”


Putri menutup gagang telepon. Di sekolah tadi, Dita sudah berjanji akan datang sore ini ke rumah untuk belajar bersama. Karena janji Dita itulah barusan Putri menolak ajakan Mama dan kakaknya ke mall.


Huh, tahu begitu aku mendingan ikut Mama, pikir Putri kesal. Bukan kali ini saja Dita membatalkan janjinya. Tiga hari lalu juga Dita berjanji mengantarkan Putri ke toko buku. Tapi ditunggu lebih dari satu jam dari waktu yang dijanjikan Dita tak juga datang.


“Waduh, maafin aku ya. Aku tadi lupa,” kata Dita dengan tampang memelas ketika Putri menjemput ke rumahnya.


Putri sendiri merasa heran mengapa Dita jadi begitu. Dulu, Dita adalah sahabat yang menyenangkan. Tak pernah mengingkari janji. Itu sebabnya Putri memilihnya menjadi sahabat. Bahkan mau berteman sebangku di kelas.


“Aneh, kenapa Dita berubah ya?” tanya Putri kepada beberapa teman-temannya.


“Mungkin dia punya sahabat baru. Aku pernah lihat Dita jalan-jalan dengan Helen,” kata Rista


“Atau mungkin dia bosan dengan kamu. Biasanya kan kalau orang bosan langsung ganti teman,” tambah Olla.


“Lebih baik kamu tanya saja sendiri pada Dita,” saran Intan.


Putri pun bertanya pada Dita. Tapi malah Dita yang kebingungan.


“Berubah bagaimana? Aku biasa-biasa saja kok,” ucap Dita menolak dikatakan berubah.


Putri bingung mau apa lagi. Ya,jangan-jangan dia sendiri yang berpikir macam-macam sehingga merasa Dita kini berubah.


Sore kian surut. Putri kemudian memutuskan untuk ke rumah Dita. Kalau memang adiknya sakit, dia kan harus menjenguknya. Putri mengayuh sepeda ke rumah dita.


Tapi dia kecewa begitu sampai di depan rumah Dita. Pinta pagar terkunci. Tak ada tanda-tanda orang di rumah Dita.



“Hai! Kamu Putri ya?” tanya seorang anak lelaki. Namanya Teguh, tetangga Dita. “Ini ada surat dari Dita.”

Putri menerima sepucuk surat itu. Buru-buru dia pulang ke rumah dan membaca surat itu di kamar.


Putri yang baik,


Saat kamu menerima surat ini mungkin aku sudah tidak bisa bertemu lagi denganmu. Ya, mungkin aku sudah pergi ke suatu tempat.


Ah, aku memang tidak jujur belakangan ini. Karena … aku tidak mau kamu sedih.


Putri …. Sudah lama aku ingin mengatakannya, atapi aku tidak bisa.


Aku menderita penyakit yang sangat parah di otakku. Dan hari ini adalah detik-detik perjalananku terakhiur di dunia ini. Begitu kata dokter. Belakangan ini aku sengaj menjauh darimu, karena aku tak ingin perpisahan ini menyedihakan hatimu.


Maafkan kesalahanku. Terima kasih atas hari-hari indah menjadi sahabatku. Kamu adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki.


Salam,

Dita.


Tes.Tes. Tes .....


Airmata Putri menitik deras.


"Oh Dita .... " Putri bergumam menyebut nama sahabatnya.


^-^

No comments: