Friday, June 11, 2010

Cernak, 13 Juni 2010


Kalau Ayah Demam Bola
oleh Benny Rhamdani


"Demam bola!"

Begitu kata Ibu setiap kali melihat Ayah menguap di meja makan saat sarapan.

Aku hanya tersenyum. Apalagi begitu melihat Ayah langsung pura-pura mengusir rasa ngantuknya dan melahap nasi goreng buatan Ibu dengan lahap.


Ya, sejak ada putaran sepak bola Piala Dunia di televisi, Ayah jadi berubah perilakunya. Sering sekali mengantuk saat sarapan. Hm, itu karena Ayah terus-terusan menonton bola di televisi. Bahkan pukul dua dini hari Ayah tak pernah absen nonton bola.


Mulanya aku merasa penasaran, apa istimewanya pertadingan sepak bola piala dunia. Setelah sekali aku menemani Ayah nonton teve, akhirnya aku mengerti.

Ya, nonton sepak bola meski hanya melalui teve ternyata asyik juga. Apalagi kalau yang main jago-jago kelas dunia. Tapi karena putaran piala dunia bertepatan dengan masa ujian, aku tidak bisa nonton setiap waktu. Hanya sesekali.


Sebenarnya, hal yang membuat aku makin suka nonton bola adalah Ayah. Malah terkadang kelakukan Ayah saat nonton bola lebih seru dibandingkan pertandingan di teve. Bayangkan saja, Ayah suka ngomong sendiri, teriak sendiri, marah-marah sendiri. Hihihihi, bahkan pada pukul dua dini hari dan tidak ada siapa-siapa di sisi Ayah.


Ibu sepertinya kurang suka dengan sepak bola. Karenanya Ibu tidak pernah mengerti mengapa Ayah begitu aneh belakangan ini. Ibu juga sering menyindir Ayah yang begitu tergila-gila dengan Piala Dunia.


Suatu malam, aku terbangun. Kulihat jam dinding menujukkan pukul dua lebih. Aku bergegas menuju ruang tengah. Kudengar suara televisi, tapi juga suara dengkur Ayah. Hm, rupanya Ayah tertidur. Mungkin pertandingannya kurang seru.


"Ayah, kok tidur?" tanyaku.


"Bram, kok bangun?" tanya Ayah.


"Besok Bram nggak sekolah. Jadi Bram ingin nonton bola sama Ayah," jawabku.


Ayah menggeser duduknya agar aku duduk di sofa di sebelah Ayah. Kemudian Ayah meminum kopi yang sudah dingin, mengusir kantuknya.


Aku melihat pertandingan bola di teve. Sepertinya pertandingannya benar-benar tidak menarik. Dan ... BRUK!


Aku terkejut mendengar suara itu. Entah di mana asal suaranya. Ayah langsung berdiri dan berjalan mengendap-endap. Ayah kemudian mengecilkan suara teve melalui remote di tangannya, lalu berjalan ke belakang. Aku mengikuti Ayah.


Ayah mengintip melalui jendela. "Ssst, ada maling di rumah sebelah .... Jangan berisik...." ucap Ayah kemudian.


Aku kaget. Seumur hidup aku belum pernah melihat maling beraksi. Ah, tapi bahaya kalau anak seumurku memergoki maling. Bagaimana kalau mereka bersenjata?


Ayah langsung menegluarkan HP. Entah menelepon siapa. Rumah yang dimaksud Ayah adalah rumah pak Iwan. Sudah dua hari rumah itu tak ada penghuninya. Pak Iwan sekeluarga sedang menginap di rumah saudara mereka.


Tak lama kemudian Ayah membuka pintu dan keluar rumah sambil membawa lampu senter. Aku dilarang ikutan. Jadi tak tahu apa yang dilakukan Ayah kemudian. Aku hanya tahu, kemudian ayah berteriak kencang," Maling ... MALING.....!"


Bersamaan dengan itu beberapa penghuni rumah lainnya ikut menyuarakan teriakan yang sama. Lalu kudengar suara mobil polisi datang mendekat. Saat itulah aku baru berani keluar rumah.


Kulihat tiga orang tak kukenal ditangkap petugas polisi. Barang-barang yang dicuri juga dibawa.


Keesokan paginya, di pemukiman kami heboh berita tentang penangkapan pencuri itu.


Saat sarapan di meja makan, Ibu tak lagi menyindir Ayah. Malah Ayah yang menyindir Ibu. "Nonton bola sambil ngeronda ada gunanya juga ternyata ..."


Hihihihi, aku hanya tertawa mendengarnya.


Tapi malam harinya aku terkejut karena Ayah tak duduk di depan teve seperti biasanya, nonton pertandingan awal sepak bola. Aku bertanya pada Ibu.


"Ayah ada di kamar. Lagi demam. Kebanyakan begadang, kurang tidur ...." jawab Ibu.


Aku bingung, lalu menemui Ayah di kamar. Kulihat Ayah berselimut sambil menggigil di tempat tidur.


"Ayah kena demam bola, ya?" tanyaku sambil memegang dahi Ayah yang hangat.


"Bukan demam bola ... ini demam betulan. Ayah masuk angin, kurang tidur, dan tadi kehujanan," jawab Ayah.


Aku ingin tertawa geli mendengarnya. Tapi tentu saja tidak kukeluarkan. Tidak sopan namanya. Jadi aku langsung keluar kamar.


Ibu mencegatku sambil tersenyum ."Jagoan bola kita kena demam. Demam bola ... demam ronda ..."


Hihihihi, kali ini aku benar-benar tidak bisa menahan tawa.

Ah, Ayaah ... cepat sembuh ya. Kita nonton sepak bola Piala Dunia lagi nanti malam!
^_^

No comments: