Friday, December 21, 2012

CERNAK, 23 DESEMBER 2012

Rahasia Tarian Mohini

Ratu Raveena sangat senang menyaksikan tarian. Itu sebabnya, setiap tahun ia mengundang empat penari terbaik dari beberapa sanggar tari di negerinya untuk jadi penari istana. Tahun ini, Ratu Raveena mengundang penari Madhuri, Menakshi, Manisha, dan Mohini untuk jadi penari istana.
Seminggu dua kali, Ratu Raveena menyaksikan tarian mereka. Seperti biasa, Ratu Raveena meminta mereka menari bersama lebih dulu, setelah itu ia akan meminta salah seorang penari yang dianggapnya terbaik untuk menari seorang diri.
Akhirnya, semua mengetahui bahwa Ratu Raveena sangat menyukai tarian Mohini karena menari seorang diri. Hal ini diam-diam menimbulkan kecemburuan pada penari lainnya.
“Aku heran, bagaimana mungkin Ratu Raveena menganggap Mohini lebih baik dari kita bertiga,” ujar Madhuri di tempat tinggal para penari. Saat itu, Mohini sedang pergi keluar.
“Mungkin, Mohini menggunakan pengaruh sihir dalam tariannya sehingga Ratu Raveena terpikat padanya,” hasut Menakshi.
“Tapi, sihir itu sudah dilarang di negeri ini,” timpal Manisha.
“Kalian tahu sendiri, setiap sore seperti sekarang ini ia selalu pergi ke hutan kecil di belakang istana. Mungkin ia menemui seseorang yang bisa memberikannya kekuatan sihir pada tariannya,” kata Menakshi.
Madhuri dan Menakshi hanya menganggukkan kepala. Mohini kembali tak lama kemudian. Semua bersikap wajar di depan Mohini. Namun, kecemburuan mereka makin mendalam.
Ketika Mohini berada di kamarnya mempersiapkan diri untuk menari, secara tak sengaja kakinya menginjak duri di lantai. Duri itu cukup dalam menembus kakinya. Darah menetes ketika Mohini mencabut duri itu. Ia berusaha menahan sakit di telapak kaki dan membalutnya dengan kain tipis sehingga tak terlalu kentara.
Mohini bertekad untuk tetap menari malam itu. Sambil menahan sakit, ia berusaha menari sebaik mungkin. Namun rupanya darah terus mengalir, hingga akhirnya Mohini pingsan di tengah tariannya.
Ratu Raveena segera menitahkan dayang-dayang membawa Mohini ke tempat peristirahatan. Sambil meunggu tabib istana merawat luka Mohini, Ratu Raveena menitahkan penasihat istana untuk menyelidiki apa yang terjadi.
“Hamba menemukan duri di lantai kamar Mohini. Rupanya, ada seseorang yang sengaja meletakkan duri itu untuk mencelakai Mohini. Menurut hamba, pelakunya adalah seorang dari tiga penari lainnya,” lapor penasihat  istana kemudian.
Ratu Raveena segera memanggil tiga penari lainnya untuk menghadapnya.
“Kalian segera akui kesalahan kalian. Siapa di antara kalian yang telah sengaja mencelakai Mohini?” tanya Ratu Raveena.
Tiga penari itu tak ada yang berani membuka mulut.
“Baiklah, jika kalian tidak ada yang mengaku. Maka, kalian bertiga akan dihukum,” putus Ratu Raveena kesal.
“Ja … ngan, Ibu Ratu,” tiba-tiba terdengar suara Mohini yang mulai sadar dari pingsannya. Ia berusaha bicara sekuat tenaga untuk mencegah ketiga temannya dihukum.
 “Semua karena keteledoran hamba sendiri. Sore tadi, hamba pergi ke hutan di belakang istana. Mungkin, saat itu ada duri yang nyangkut di pakaian hamba tanpa hamba sadari. Duri itu kemudian jatuh di lantai kamar dan mencelakai kaki hamba sendiri,” papar Mohini.
“Sebenarnya, apa yang kau lakukan di hutan belakang istana?” tanya Ratu Raveena.
“Hamba hanya mematuhi nasihat guru hamba agar tidak memanjakan diri dengan duduk bermalas-malasan di tempat yang disediakan Ibu Ratu. Hamba senang bermain di hutan karena di sana hamba bisa mengamati dengan jelas gerak-gerik binatang seperti kelinci, kijang, kupu-kupu, dan lainnya. Dengan demikian, hamba dapat menari seperti gerakan mereka. Karena tarian yang diciptakan para guru kami banyak yang berasal dari gerakan yang ada di alam sekitar,” ungkap Mohini.
“Jadi, kamu berlatih menari di hutan?” Ratu Raveena terkejut.
“Benar, Ibu Ratu. Aku menari dengan iringan bunyi gesekan dedaunan serta kicauan burung hutan,” tambah Mohini.
 “Oh, sekarang aku baru mengerti mengapa tarianmu lebih baik dari yang lainnya,” ujar Ratu Raveena.
Setelah itu, Ratu Raveena mencabut keputusannya menghukum tiga penari lainnya. Ia juga meminta tiga penari lainnya agar tetap berlatih meski telah menjadi penari mahir.
Tengah malam, ketika para penari mulai terlelap, tiba-tiba Madhuri membangunkan Mohini.
“Mohini, bangunlah, Aku mau minta maaf padamu. Sekaligus aku berterima kasih atas pembelaanmu siang tadi. Sesungguhnya, akulah yang menyimpan duri-duri di kamarmu,” bisik Madhuri menyesal.
“Sudahlah, Madhuri. Kita lupakan kejadian tadi. Yang penting, kita semua harus kompak dan bersahabat,” timpal Mohini setengah mengantuk.
“Tentu saja. Aku juga ingin berlatih tari di hutan agar bisa sehebat kamu,” janji Madhuri sambil merangkul Mohini.

No comments: