Friday, December 28, 2012

CERNAK, 30 Desember 2012


Pangeran Kandaga

Tiga hari lagi, putra mahkota Raja Sugema berusia dua puluh tahun. Mestinya Raja bahagia. Karena, sebentar lagi Pangeran Kandaga akan menggantikan kedudukannya. Tapi sudah satu pekan, Raja kelihatan gelisah.
“Apa yang membuat Baginda gelisah? Bukankah segala persiapan pelantikan Pangeran Kandaga sudah siap?” tanya sang Penasihat.
Setelah berpikir lama, Raja Sugema lalu bercerita, “Sewaktu kecil, putraku pernah sakit keras. Ia hampir meninggal kalau tidak ditolong oleh seorang tabib perempuan dari hutan Malayang. Tapi, tabib itu cuma dapat memperpanjang umur putraku sampai usia dua puluh tahun. Kecuali, kalau putraku menemuinya sebelum itu.”
Sang Penasihat mengangguk.
“Dan,” lanjut Raja, ”sudah hampir dua puluh tahun aku tidak mendengar kabar tabib itu.”
Lalu, Raja memanggil Pangeran Kandaga. Raja meminta Pangeran Kandaga pergi ke hutan Malayang. “Bawalah satu peti permata untuk tabib itu,” pesan raja, “kembalilah sebelum upacara penobatan tiba!”
Pangeran Kandaga menuruti titah Raja. Perjalanan menuju hutan Malayang tidaklah mudah. Pangeran harus menyusuri padang pasir luas dan melintasi jurang curam. Syukurlah, ia bisa melintasi semuanya dengan selamat. Perjalanannya terhenti sesaat di dekat sungai. Ia menyaksikan seorang lelaki naik pedati berjeruji. Di dalam jeruji itu, ada seorang gadis yang tampak menderita.
Pangeran Kandaga segera menghentikan pedati itu. “Ada apa gerangan dengan gadis itu sehingga Tuan mengurungnya dalam jeruji?” tanyanya.
“Ayahnya tidak mampu membayar utang padaku. Aku akan membawa putrinya ini ke kota untuk dijual sebagai budak,” jawab lelaki itu dengan tegas.
“Berapa Tuan akan menjualnya?” tanya Pangeran.
Lelaki itu mengamati Pangeran Kandaga sejenak. Tahulah ia kalau orang yang ada di depannya adalah orang kaya. Ia berpikir untuk menjual gadis itu dengan harga mahal. “Hai, Anak Muda! Kalau kau ingin memiliki gadis ini, kau harus menukarnya dengan isi petimu itu,” jawab lelaki itu sambil tersenyum licik.
Pangeran Kandaga terkejut. Ia bimbang. Kotak itu untuk hadiah tabib di hutan Malayang. Bagaimana ini? Akhirnya, ia berkata, ”Baiklah, ambil peti ini dan lepaskan gadis itu!” Ia pikir hadiah untuk tabib itu nanti bisa digantinya dengan yang lain.
Nama gadis itu Padmini. Pangeran Kandaga meneruskan perjalanannya. Ia sengaja tidak menceritakan siapa dirinya dan maksud tujuannya ke hutan Malayang pada Padmini. Saat malam tiba, mereka beristirahat di tengah hutan.
Pangeran menyiapkan ranting kering dan membuat api unggun. Tanpa disadarinya, seekor ular berbisa mendekati dan memagut Pangeran. Ia menjerit kesakitan. Ular itu langsung lari ke semak-semak.
Padmini lalu mengisap luka pada kaki pangeran. Ia lalu mencari akar-akaran dan daun-daun di sekitar tempat itu. Dengan cekatan, ia meracik obat-obatan dan membalurnya pada luka Pangeran.
Pangeran Kandaga tersenyum. Ia kagum akan kepandaian Padmini. “Terima kasih,” ucap Pangeran Kandaga.
Padmini lalu bercerita kalau ibunya dulu adalah seorang tabib terkenal. Setelah menikah, ibunya pindah dari hutan dan tidak pernah mengobati orang lain lagi. Pangeran Kandaga terkejut mendengarnya. Oh, sungguh peristiwa yang tidak terduga. Pangeran Kandaga lalu bercerita pada Padmini bahwa ia sedang mencari tabib itu, yang tak lain adalah ibu Padmini sendiri.
Esok paginya, Padmini dan Pangeran Kandaga meneruskan perjalanan. Mereka tiba ketika matahari tepat di atas mereka. Pertemuan Padmini dan kedua orangtuanya amat mengharukan. Padmini lalu bercerita pada ibunya tentang Pangeran Kandaga.
 “Jadi, kau putra mahkota yang kuobati dulu. Kini, kau telah menjadi lelaki gagah dan tampan. Ya, aku sudah mempersiapkan ramuan untukmu sejak lama,” kata Ibu Padmini. Ia mengambil sebuah guci dari lemari kayu dan meminta Pangeran Kandaga meminumnya. Pangeran Kandaga mengucapkan terima kasih.
“Sebenarnya, ayahanda membawakan hadiah untuk Ibu, tapi hadiah itu sudah tidak ada. Maka, saya akan minta ayahanda lagi …,” kata Pangeran Kandaga.
“Tidak usah, Pangeran!” potong ibu Padmini cepat. “Perbuatanmu yang telah menyelamatkan putriku dengan mengabaikan keselamatanmu sendiri adalah hadiah yang sangat berharga bagiku.”
“Namun demikian, apabila diperkenankan … biarkan Padmini menjadi permaisuri saya …,” kata Pangeran Kandaga sambil melirik Padmini yang cantik jelita.
Kedua orangtua Padmini tidak menolak. Pangeran lalu mengajak mereka semua ke kerajaan. Tepat pada saat upacara penobatan, Pangeran Kandaga, Padmini, dan kedua orangtuanya, tiba di kerajaan. Raja Sugema gembira karena Pangeran tidak cuma berhasil menemui tabib itu, tetapi juga mendapatkan calon permaisuri.
 “Sungguh, ini adalah hari ulang tahun yang paling membahagiakanku,” gumam Pangeran Kandaga dalam hati. Ya, apalagi seluruh rakyat juga turut merayakannya.



 ^_^

No comments: