Friday, December 12, 2014

Cernak, 14 Desember 2014




Rahasia di Tiara Bunda





Fatima sedang tekun belajar. Pintu kamar dibuka Aisya.

“Ima, kamu tidak ingin melihat bulan berwarna aneh di luar? Semua saluran televisi menyiarkannya,” kata Aisya.

“Warna aneh?” Fatimah mengulangi.

Keduanya berjalan meninggalkan bangunan Panti Tiara Bunda. Di sisi jalan banyak orang juga berdiri melihat ke langit.

“Ini seperti yang kulihat di mimpiku beberapa hari terakhir ini,” kata Fatima yang sudah di luar panti lebih dulu.

“Aku juga,” kata Bilqish.

“Aku mau bilang ‘aku juga’. Tapi sungguh, bukan ikut-ikutan lho,” timpal Aisya.

“Saatnya telah tiba,” tiba-tiba terdengar suara Bunda Dijah di belakang ketiga gadis cilik itu. “Kalian ikutlah ke kamar Bunda. Ada rahasia lama yang harus Bunda sampaikan kepada kalian.”

Bunda Dijah membalikkan badannya menuju ke bagian paling belakang panti. Ketiga gadis cilik itu mengikutinya.



Bunda Dijah mengambil sebuah kotak di salah satu laci lemarinya. Dia kemudian duduk di sisi tempat tidur. Ketiga gadis itu makin penasaran, lalu duduk di kedua sisi Bunda Dijah.

“Isi kotak ini adalah milik kalian,” ucap Bunda Dijah. “Seseorang memberinya kepada Bunda sebelas tahun silam.”

Malam itu Bunda Dijah sedang menutup pintu gerbang panti. Tiba-tiba dia melihat cahaya menyorot halaman samping. Tiga keranjang berisi bayi tergeletak di halaman di bawah sorotan cahaya.

“Anak siapa ini?” Bunda Dijah bertanya keheranan.

Bunda Dijah mendekati tiga bayi itu. “Aduh lucunya. Siapa nama kalian?” kata Bunda Dijah.

“Nama mereka ada di sulaman baju mereka. Aisya, Bilqish, dan Fatima.” Tiba-tiba di belakang Bunda Dijah berdiri seorang wanita berpakaian sutera nan anggun.

“Siapa Anda?” Tanya Bunda Dijah memberanikan diri meskipun ketakutan.

“Aku adalah Ratu Sheeba dari masa depan. Aku hendak menitipkan tiga bayi ini kepada Anda,” kata Ratu Sheeba lembut.

“Jangan pernah pisahkan mereka. Dan rahasiakan tentang aku. Suatu hari nanti akan tiba saatnya bulan berubah warnanya menjadi ungu,” kata Ratu Sheeba sambil kemudian memeperlihatkan tiga gelang berbeda warna di tangannya.

“Tolong berikan gelang ini kemudian,” tambah Ratu Sheeba.

Bunda Dijah menerima tiga gelang berkilau itu. “Tetapi …’” Bunda Dijah hendak bertanya. Sayangnya, sosok Ratu Sheeba sudah tak ada lagi depannya. Sorot cahaya pun menghilang.

“Oh, pantas saja Bunda selalu menyembunyikan kami bertiga setiap ada tamu,” kata Fatima usai Bunda Dijah bercerita.

“Pasti agar kami tidak diambil tamu-tamu itu, kan?” timpal Bilqish.

Bunda Dijah kemudian memberikan gelang di tangannya kepada Fatimah, Bilqish dan Aisyah.

“Kami pakai ya,” ketiganya langsung berebutan memakai lebih dulu.

Ternyata gelang itu ukurannya pas di lengan mereka. Tapi beberapa detik. Ups!

“Waaa! Hilang!”

Gelang itu tak tampak lagi di pergelangan tangan mereka.

“Aduh, cepat kita lapor polisi,” kata Aisya panik.

“Aku tidak ingat nomor teleponnya,” jawab Bilqish.

“Hahahaha. Kalian lucu sekali.”

Tiba-tiba terdengar suara dari arah jendela kamar yang tiba-tiba terbuka.

Seorang lelaki bertopeng biru duduk di jendela. Tampak keren.

“Siapa kamu?” Fatimah langsung mengarahkan jarinya ke pria itu.

Aisya ketakutan memeluk Bunda Dijah.

Bilqish malah terpana dengan muka merona.

“Nanti aku akan mengajari kalian,” kata pria bertopeng ungu. Dia kemudian membalikkan badan dan meloncat jauh.

Tiga gadis cilik itu langsung menuju ke jendela. Melihat ke arah halaman belakang panti. Ada segerombolan makluk bersurai berjalan perlahan mendekati panti. Namun pria bertopeng biru menghadangnya.

“Makluk apa itu? Seram sekali,” kata Aisya.

“Aku ingin melawan mereka,” kata Fatima.

“Kita tunggu dulu apa yang dilakukan pria bertopeng biru itu,” ucap Bilqish.

Pria bertopeng biru kemudian menghadapi mereka. Kibasan jubahnya ternyata bisa membuat makluk itu jatuh lalu menghilang.

Satu persatu semua makluk diperdayai pria bertopeng biru. Sampai akhirnya semua menghilang.

“Horeee!” Bilqish bertepuk tangan sambil melonjak girang.

Fatima dan Aisya langsung melotot ke arahnya. Bilqish pun langsung terdiam.

Pria bertopeng biru langsung menghampiri tiga gadis kecil itu kembali.

“Ikutilah aku. Kepal tangan kananmu ke dada kiri, lalu katakan’Aku Lebih Kuat’ dengan nyaring,” ucap pria bertopeng biru.

Fatima, Aisya dan Bilqish meniru ucapan pria bertopeng biru. Dua detik kemudian gelang itu terlihat di tangan mereka dan segalanya kemudian berubah.

Fatima memakai pakaian berwarna merah, dengan symbol delima di dadanya.

Bilqish dengan pakaian baru serba hijau, dengan symbol melon di dadanya.

Aisyah dengan [pakaian baru warna kuning, dengan symbol rambutan di dadanya.

“Kyaa, kenapa aku gambarnya rambutan? Jelek sekali! Rambutan! ” keluh Aisya.

“Nanti aku lanjutkan. Sekarang aku harus pergi ke dulu. Tunggu ya!”

(bersambung)











No comments: