Friday, February 03, 2017

Cernak, 5 Februari 2017

       Kasih Sayang si Kembar





Ribuan tahun yang lalu, di negeri Vietnam hidup saudara kembar Tan dan Lang. Keduanya sangat tampan, jujur, dan suka menolong orang. Keduanya saling menyayangi dan amat rukun hidupnya. Di mana ada Tan, pasti di situ ada Lang. Mereka kiranya tak mau berpisah.

Orang tuanya mendidik Tan dan Lang dengan baik dan penuh kesabaran. Tan dan Lang tumbuh menjadi pemuda yang berbudi luhur dan dermawan.

Pada usia duapuluh tahun, Tan dan Lang meninggalkan desanya untuk berguru kepada Pendeta Ho yang terkenal pandai dan saleh itu. Pendeta Ho menerima Tan dan Lang dengan ramah dan gembira.

Tan dan Lang kiranya cepat pandai, ilmu yang dipelajarinya cepat pula dikuasai. Namun, ia tak segera kembali ke desanya. Dan selidik demi selidik kiranya kedua pemuda itu jatuh cinta pada putri Pendeta Ho yang cantik jelita itu. Gadis itu bernama Mei, ia gadis lembut dan berbudi luhur.

Mei terpaksa minta bantuan kepada ayahnya. Pendeta Ho terpaksa memilih Tan sebagai calon suami Mei. Meskipun pilihan jatuh kepada Tan, Lang tidak iri hati kepada saudara kembarnya.

Sementara Lang merasa kesepian juga, sebab Tan selalu bersama Mei. Lang jadi sedih hatinya. Untuk menghilangkan kesedihan hatinya itu ia ingin berkeliling dunia. Dengan membawa rasa sayang terhadap saudaranya Lang ia memulai pengembaraannya.

Hutan belukar ia masuki, gunung dan ngarai ia telusuri. Berbulan-bulan sudah Lang mengembara untuk menggembirakan hatinya. Suatu hari, Lang tiba di sebuah hutan belantara. Pohon-pohonnya amat rapat dan sinar matahari tak dapat menembus. Lang serasa terperengkap di situ. Tak bisa keluar dari hutan. Akhirnya Lang meninggal dalam perjalanan.

Tapi anehnya, setelah meninggal tubuh Lang berubah menjadi gunung putih berkilauan. Suatu pertanda kesucian kasih sayang Lang kepada saudara kembarnya Tan dan isterinya Mei terlalu dalam.

Sementara itu, Tan bermimpi bahwa Lang telah meninggal. Yah, firasat menjadi sebuah kenyataan. Tan kiranya ingin berziarah ke makam Lang adiknya.

Tiba-tiba saja Tan terbangun dari mimpi buruknya, lalu meninggalkan isterinya yang masih tertidur pulas itu. Tan berjalan menerobos kegelapan malam yang sepi itu, niatnya hanya satu mencari kuburan Lang adiknya di tengah hutan sesuai petunjuk mimpinya.

Setelah tiba di tengah hutan Tan sangat lelah sekali. Sudah beberapa hari ia tak makan dan minum. Oleh karena itu, tak terasa ia pun jatuh tertidur. Anehnya Tan tak dapat bangun lagi, dia meninggal sewaktu tertidur pulas. Tubuh Tan tak terduga tertimbun tanah yang sedikit demi sedikit longsor dari Gunung Putih. Kemudian keajaiban terlihat lagi manakala kuburan Tan itu berubah menjadi pohon pinang.

Di rumah, isteri Tan sangat sedih atas kepergian Tan suaminya yang tak tentu arah itu. Mei lalu pergi meninggalkan rumahnya dan berjalan tak tentu arah. Mei tak kembali jika tak bertemu suaminya. Tan adalah dambaan siang dan malam.

Beberapa hari kemudian Mei tiba di kaki Gunung Putih. Mei ingin mendaki Gunung Putih agar dapat melihat perjalanan Tan suaminya dari ketinggian gunung.

Sayang, ketika ia melangkahkan kakinya di dekat pohon pisang, kakinya pun terpelosok. Mei jatuh dan meninggal seketika. Aneh, tubuhnya kemudian beruabah menjadi pohon sirih.

Tak lama kemudian kira-kira lima bulan Raja Hung Voung yang memerintah negeri Vietnam, berburu ke hutan Gunung Putih. Ketika melihat pohon pinang dan pohon sirih tumbuh di atas bukit kapur putih, Raja termenung sejenak. Tiba-tiba hatinya tergerak memetik beberapa helai daun sirih, lalu memetik buah pinang dan mengambil kapur sedikit. Ketiganya lalu diramu dan disantap seketika.

Demikianlah, Raja Hun Voung mulai menciptakan kebiasaan makan sirih, untuk memperingati cinta kasih yang abadi antara Tan, Lang, dan Mei. Kebiasaan itu menyebar ke seluruh Asia Tenggara termasuk di Negara Indonesia juga.

“Budi luhur seseorang akan selalu diingat, walau raganya tak ada lagi di dunia ini”

No comments: